SUHU DOMINO |
6100game - Hari Minggu aku pergi ke Puncak untuk refreshing seperti biasa karena Seninnya tanggal merah atau libur. Kali ini aku tidak sendiri tapi bersama 2 orang teman cewekku yaitu Kiti dan Winda, kami semua adalah teman akrab di kampus, sebenarnya geng kami ini ada 4 orang, satu lagi si Retno yang hari ini tidak bisa ikut karena ada acara dengan keluarganya.
Kami sama-sama terbuka tentang seks dan sama-sama penggemar seks, Kiti dikaruniai tubuh putih mulus tinggi semampai dengan buah dada yang bulat montok berukuran 38B yang membuat pikiran kotor para cowok melayang-layang, beruntunglah mereka karena Kiti tidak sulit diajak ‘naik ranjang’ karena dia sudah ketagihan seks sejak SMP. Sedangkan Winda mempunyai wajah yang imut dengan rambut panjang yang indah, bodynya pun tidak kalah dari Kiti walaupun payudaranya lebih kecil, namun dibalik wajah imutnya ternyata Winda termasuk cewek yang lihai memanfaatkan cowok, sudah berkali-kali dia ganti pacar gara-gara sifat materenya.
Baiklah, sekarang kita kembali ke kejadian hari itu yang rencananya mau mengadakan orgy party setelah sekian lama otak kami dijejali bahan-bahan kuliah dan urusan sehari-hari. Waktu itu Kiti protes karena aku tidak memperbolehkannya mengajak teman-teman cowok yang biasa diajak, begitu juga Winda yang ikut mendukung Kiti karena pacarnya juga tidak boleh diajak.
“Emangnya lu ngundang siapa lagi sih Gi, masa si Jevy aja ga boleh ikutan ?” kata Winda
“Iya nih, emangnya kita mau pesta lesbian apa, wah gua kan cewek normal nih” timpal Kiti
“Udahlah, lu orang tenang aja, cowok-cowoknya nanti nyusul, pokoknya yang kali ini surprise deh ! dijamin kalian puas sampe ga bisa bangun lagi deh”
Aku ingin sedikit membuat kejutan agar acara kali ini lain dari yang lain, karena itulah aku merahasiakan siapa pejantannya yang tidak lain adalah penjaga vilaku dan vila tetanggaku, Pak Idam dan Muklis.
Kemarinnya aku memang sudah mengabari Pak Idam lewat telepon bahwa aku besok akan ke sana dengan teman-temanku yang pernah kujanjikan pada mereka dulu. Pak Idam tentu antusias sekali dengan acara kali ini, kami telah mengatur skenario acaranya agar seru. Beberapa jam kemudian kami sampai di villaku, Pak Idam seperti biasa membukakan pintu garasi, bola matanya melihat jelalatan pada kami terutama Kiti yang hari itu pakaiannya seksi berupa rok mini dan sebuah tank top merah berdada rendah sehingga payudaranya seakan mau keluar. Dia kusuruh keluar dulu sampai aku memberi syarat padanya, dia menunggunya di villa tetangga yang tidak lain vila yang dijaga si Muklis. Setelah membereskan barang bawaan, kami menyantap makan siang, lalu ngobrol-ngobrol dan istirahat. Winda yang dari tadi kelihatan letih terlelap lebih dulu. Kami bangun sore hari sekitar jam 4 sore.
“Eh…sambil nunggu cowok-cowoknya mendingan kita berenang dulu yuk” ajakku pada mereka
Aku melepaskan semua bajuku tanpa tersisa dan berjalan ke arah kolam dengan santainya
“Wei…gila lo Gi, masa mau berenang ga pake apa-apa gitu, kalo keliatan orang gimana ?” tegur Winda
“Iya Gi, lagian kan kalo si tua Idam itu dateng gimana tuh” sambung Kiti
“Yah kalian, katanya mo party, masa berenang bugil aja ga berani, tenang aja Pak Idam udah gua suruh jangan ke sini sampai kita pulang nanti” bujukku sambil menarik tangan Kiti
Di tepi kolam mereka masih agak ragu melepas pakaiannya, alasannya takut kepergok tetangga, setelah kutantang Kiti baru mulai berani melepas satu demi satu yang melekat di tubuhnya, aku membantu Winda yang masih agak malu mempreteli pakaiannya. Akhirnya kami bertiga nyebur ke kolam tanpa memakai apapun.
Perlahan-lahan rasa risih mereka pun mulai berkurang, kami tertawa-tawa, main siram-siraman air, dan balapan renang kesana kemari dengan bebasnya. Mungkin seperti inilah kira-kira gambaran tempat pemandian di istana haremnya para raja. Sesudah agak lama bermain di air aku naik ke atas dan mengelap tubuhku yang basah, lalu membalut tubuhku dengan kimono.
“Gi, sekalian ambilin kita minum yah” pinta Kiti
Akupun berjalan ke dalam dan meminum segelas air.
“Ok, it’s the showtime” gumamku dalam hati, inilah saat yang tepat untuk menjalankan skenario ini. Aku segera menelepon vila sebelah menyuruh Pak Idam dan Muklis segera kesini karena pesta akan segera dimulai.
“Iya neng, kita segera ke sana” sahut Muklis sambil menutup gagang telepon
Hanya dalam hitungan menit mereka sudah nampak di pekarangan depan vilaku. Aku yang sudah menunggu membukakan pintu untuk mereka.
“Wah udah ga sabaran nih, dari tadi cuma ngintipin neng sama temen-temen neng dari loteng” kata Pak Idam
“Pokoknya yang payudaranya gede itu buat saya dulu yah neng” ujar Muklis merujuk pada Kiti.
"Saya juga mau yang dadanya aduhai neng" lanjut Pak Idam
“Iya tenang, sabar, Pokoknya semua kebagian, ok” kataku “yang penting sekarang surprise buat mereka dulu”
Setelah beberapa saat berbicara kasak-kusuk, akhirnya operasipun siap dilaksanakan. Pertama-tama dimulai dari Kiti. Aku berjalan ke arah kolam membawakan mereka dua gelas air, disana Winda sedang tiduran di kursi santai tanpa busana, sementara Kiti masih berendam di air.
“Kiti, lu bisa ke kamar gua sebentar ga, gua mo minta tolong dikit nih” pintaku padanya “lu lap badan dulu gih, gua tunggu di sana”
Aku masuk ke dalam terlebih dahulu dan duduk di pingir ranjang menunggunya. Di balik pintu itu Pak Idam dan Muklis yang sudah kusuruh bugil telah siap memangsa temanku itu, kemaluan mereka sudah mengeras dan berdiri tegak seperti pedang yang terhunus. Tak lama kemudian Kiti memasuki kamarku sambil mengelap rambutnya yang masih basah.
“Kenapa Gi, ada perlu apa emang ?” tanyanya.
“Ngga, cuma mau ngasih surprise dikit kok” jawabku dengan menyeringai dan memberi aba-aba pada mereka. Sebelum Kiti sempat membalikkan badan, sepasang lengan hitam sudah memeluknya dari belakang dan tangan yang satunya dengan sigap membekap mulutnya agar tidak berteriak. Kiti yang terkejut tentu saja meronta-ronta , namun pemberontakkan itu justru makin membakar nafsu kedua orang itu.
Pak Idam dengan gemas meremas payudara kirinya dan memilin-milin putingnya. Si Muklis berhasil menangkap kedua pergelangan kakinya yang menendang-nendang. Dibentangkannya kedua tungkai itu, lalu dia berjongkok dengan wajah tepat di hadapan kemaluan Kiti.
“Wah jembutnya lebat juga yah, kaya si neng” komentar Muklis sambil menyentuhkan lidahnya ke liang vagina Kiti, diperlakukan seperti itu Kiti cuma bisa merem melek dan mengeluarkan desahan tertahan karena bekapan Pak Idam begitu kokoh.
“Hei, jangan rakus dong Klis, dia kan buat Pak Idam, tuh jatah lu masih nunggu di luar sana” kataku padanya
Mengingat kembali sasarannya semula, Muklis menurunkan kembali kaki Kiti dan bergegas menuju ke kolam.
“Jangan terlalu kasar yah ke dia, bisa-bisa pingsan gara-gara lu” godaku
Setelah Muklis keluar tinggallah kami bertiga di kamarku. Pak Idam langsung menghempaskan dirinya bersama Kiti ke ranjang spring bed-ku. Tak berapa lama terdengarlah jeritan Winda dari kolam, aku melihat dari jendela kamarku apa yang terjadi antara mereka. Winda terpelanting dari kursi santai dan berusaha melepaskan diri dari Muklis. Dia berhasil berdiri dan mendapat kesempatan menghindar, tapi kalah cepat dari Muklis, tukang kebun itu berhasil mendekapnya dari belakang lalu mengangkat badannya.
“Jangan…tolong !!” jeritnya sambil meronta-ronta dalam gendongan Muklis
Muklis dengan santai membawa Winda ke tepi kolam, lalu dilemparnya ke air, setelah itu dia ikutan nyebur. Di air Wnda terus berontak saat Muklis menggerayangi tubuhnya dalam himpitannya. Sekuat apapun Winda tentu saja bukan tandingan Muklis yang sudah kesurupan itu. Perlawanan Winda mengendur setelah Muklis mendesaknya di sudut kolam, riak di kolam juga mulai berkurang. Tidak terlalu jelas detilnya Muklis menggerayangi tubuh Winda, tapi aku dapat melihat Muklis memeluk erat Winda sambil melumat bibirnya.
Kutinggalkan mereka menikmati saat-saat nikmatnya untuk kembali lagi pada situasi di kamarku. Aku lalu menghampiri Pak Idam dan Kiti untuk bergabung dalam kenikmatan ini. Sama seperti Winda, Kiti juga menjerit-jerit, namun jeritannya juga pelan-pelan berubah menjadi erangan nikmat akibat rangsangan-rangsangan yang dilakukan Pak Idam. Waktu aku menghampiri mereka Pak Idam sedang menjilati paha mulus Kiti sambil kedua tangannya masing-masing bergerilya pada payudara dan kemaluan Kiti.
“Aduh Gi…tega-teganya lu nyerahin kita ke orang-orang kaya gini…ahhh !!” kata Kiti ditengah desahannya
“Tenang Kiti, ini baru namanya surprise, sekali kali coba produk kampung dong” kataku seraya melumat bibirnya
Aku berpagutan dengan Kiti beberapa menit lamanya. Jilatan Pak Idam mulai merambat naik hingga dia melumat dan meremas payudara Kiti secara bergantian, sementara tangannya masih saja mengobok-obok vaginanya. Desahan Kiti tertahan karena sedang berciuman denganku, tubuhnya menggeliat-geliat merasakan nikmat yang tiada tara.
“Hhhmmhh…tetek Neng Kiti ini gede juga ya, lebih gede dari punya Neng” kata Pak Idam disela aktivitasnya.
Memang sih diantara kami bereempat, payudara Kiti termasuk yang paling montok. Menurut pengakuannya, cowok-cowok yang pernah ML dengannya paling tergila-gila mengenyot benda itu atau mengocok penis mereka diantara himpitannya. Pak Idam pun tidak terkecuali, dia dengan gemas mengemut susunya, seluruh susu kanan Kiti ditelan olehnya dan Pak Idam juga mengocok penisnya diantara himpitan payudara montok Kiti….ach..aach..desah Kiti yang sangat menikmati kocokan penis di payudaranya.
Puas menetek pada Kiti, Pak Idam bersiap memasuki vagina Kiti dengan penisnya. Kulihat dalam posisinya diantara kedua belah paha Kiti dia memegang penisnya untuk diarahkan ke liang itu.
“Ouch…sakit , duh kasar banget sih babu lu” Kiti meringis dan mencengkram lenganku waktu penis super Pak Idam mendorong-dorongkan penisnya dengan bernafsu
“Tahan Kiti, ntar juga lu keenakan kok, pokoknya enjoy aja” kataku sambil meremasi kedua payudaranya yang sudah basah dan merah akibat disedot Pak Idam.
Pak Idam menyodokkan penisnya dengan keras sehingga Kiti pun tidak bisa menahan jeritannya, Kiti kelihatan mau menangis nampak dari matanya yang sedikit berair. Pak Idam mulai menggarap Kiti dengan genjotannya. Aku merasakan tangan Kiti menyelinap ke bawah kimonoku menuju selangkangan, eennghh…aku mendesah merasakan jari-jari Kiti menggerayangi kemaluanku.
Aku lalu naik ke wajah Kiti berhadapan dengan Pak Idam yang sedang menggenjotnya. Kiti langsung menjilati kemaluanku dan Pak Idam menarik tali pinggang kimonoku sehingga tubuhku tersingkap. Dengan terus menyodoki Kiti, dia meraih payudaraku yang kiri, mula-mula dibelainya dengan lembut tapi lama-lama tangannya semakin keras mencengkramnya sampai aku meringis menahan sakit. Dia juga menyorongkan kepalanya berusaha mencaplok payudara yang satunya. Aku yang mengerti apa maunya segera mencondongkan badanku ke depan sehingga dadaku pun makin membusung indah. Ternyata dia tidak langsung mencaplok payudaraku, tetapi hanya menjulurkan lidahnya untuk menjilati putingku menyebabkan benda itu makin mengeras saja. Aku merasakan sensasi yang luar biasa, geli bercampur nikmat. Sapuan-sapuan lidah Kiti pada vaginaku membuat daerah itu semakin becek, bukan cuma itu saja Kiti juga mengorek-ngoreknya dengan jarinya.
Aku mendesah tak karuan marasakan jilatan dan sedotan pada klistoris dan putingku. Ciuman Pak Idam merambat naik dari dadaku hingga hinggap di bibirku, kami berciuman dengan penuh nafsu. Tidak kuhiraukan nafasnya yang bau rokok, lidah kami beradu dengan liar sampai ludah kami bercampur baur.
“Aahh…oohh…gua dah mau…Pak !!” erang Kiti bersamaan dengan tubuhnya yang mengejang dan membusur ke atas.
Melihat reaksi Kiti, Pak Idam semakin memperdahsyat sodokannya dan semakin ganas meremas dadanya. Aku sendiri tidak merasa akan segera menyusul Kiti, dibawah sana seperti mau meledak rasanya. Dalam waktu yang hampir bersamaan aku dan Kiti mencapai klimaks, tubuh kami mengejang hebat dan cairan kewanitaanku tumpah ke wajah Kiti. Erangan kami memenuhi kamar ini membuat Pak Idam semakin liar.
Setelah aku ambruk ke samping, Pak Idam menindih Kiti dan mulai menciuminya, dijilatinya cairan cintaku yang blepotan di sekitar mulut Kiti, tangannya tak henti-hentinya menggerayangi payudara montok itu, seolah-oleh tak ingin lepas darinya.
“Hhmmpphh…sluurrpp…cup…cup…” demikian bunyinya saat mereka bercipokan, lidah mereka saling membelit dan bermain di rongga mulut masing-masing. Pak Idam cukup pengertian akan kondisi Kiti yang mulai kepayahan, jadi setelah puas berciuman dia membiarkannya memulihkan tenaga dulu. Dan kini disambarnya tubuhku, padahal gairahku baru naik setengahnya setelah orgasme barusan. Tubuhku yang dalam posisi tengkurap diangkatnya pada bagian pinggul sehingga menungging. Dia membuka lebar bibir vaginaku dan menyentuhkan kepala penisnya disitu. Benda itu pelan-pelan mendesak masuk ke vaginaku. Aku mendesah sambil meremas-remas sprei menghayati proses pencoblosan itu.
Permainan Pak Idam sungguh membuatku terhanyut, dia memulainya dengan genjotan-genjotan pelan, tapi lama-kelamaan sodokannya terasa makin keras dan kasar sampai tubuhku berguncang dengan hebatnya. Aku meraih tangannya untuk meremasi payudaraku yang berayun-ayun. Tiba-tiba suara desahan Kiti terdengar lagi menjadi sahut menyahut dengan desahanku. Gila, penjaga vilaku ini mengerjai kami berdua dalam waktu bersamaan, bedanya aku dikocok dengan penis sedangkan Kiti dikocok dengan jari-jarinya. Kiti membuka pahanya lebih lebar lagi agar jari-jari Pak Idam bermain lebih leluasa.
“Aduhh…aahh…gila Kiti…enak banget !!” ceracauku sambil merem-melek
“Oohh…terus Pak…kocok terus” Kiti terus mendesah dan meremas-remas dadanya sendiri, wajahnya sudah memerah saking terangsangnya.
“Yak…dikit lagi…aahh…Pak…udah mau” aku mempercepat iramaku karena merasa sudah hampir klimaks
“Neng Gia…Neng Kiti…bapak juga…mau keluar…eerrhh” geramnya dengan mempercepat gerakkannya.
Penis itu terasa menyodok semakin dalam bahkan sepertinya menyentuh dasar rahimku. Sebuah rintihan panjang menandai orgasmeku, tubuhku berkelejotan seperti kesetrum. Kemudian dia lepaskan penisnya dari vaginaku dan berdiri di ranjang. Disuruhnya Kiti berlutut dan mengoral penisnya yang berlumuran cairan cintaku. Kiti berlutut mengemut penis basah itu sambil tangan kanannya mengocok vaginanya sendiri yang tanggung belum tuntas. Aku bangkit perlahan dan ikut bergabung dengan Kiti menikmati penis Pak Idam. Kiti mengemut batangnya, aku mengemut buah zakarnya, kami saling berbagi menikmati ‘sosis’ itu.
DOMINO & POKER GAME
6100game |
“Sabar, sabar dong neng, bisa putus kontol bapak kalo rebutan gini” katanya terbata-bata
Setelah tidak ada yang keluar lagi Kiti menjilati sisanya di wajahku, demikian pula sebaliknya. Mereka berdua akhirnya ambruk kecapaian, wajah Pak Idam jatuh tepat di dada Kiti.
Saat mereka ambruk, sebaliknya gairahku mulai timbul lagi. Maka kutinggalkan mereka untuk melihat keadaan Winda dan Muklis. Aku tiba di kolam melihat Muklis sedang menggarap tubuh mungil Winda. Di daerah dangkal Winda dalam posisi berpegangan pada tangga kolam, Muklis dari bawahnya juga dalam posisi berdiri sedang asyik menggenjot penisnya pada vagina Winda. Kedua payudara Winda bergoyang naik turun seirama goyang tubuhnya. Pasti adegan ini membuat para cowok di kampusku sirik pada Muklis yang buruk rupa tapi bisa ngentot dengan gadis seimut itu.
“Belum selesai juga lu orang, udah berapa ronde nih ?” sapaku
“Edan Ni…gua sampe klimaks tiga kali…aahh !!” desah Winda tak karuan
“Neng….temennya enak banget, udah cantik, memeknya seret lagi” komentar Muklis sambil terus menggenjot.
Winda tak kuasa menahan rintihannya setiap Muklis menusukkan penisnya, tubuhnya bergetar hebat akibat tarikan dan dorongan penis penjaga vila itu pada kemaluannya. Kepala Muklis menyelinap lewat ketiak sebelah kirinya lalu mulutnya mencaplok buah dadanya. Pinggul Winda naik turun berkali kali mengikuti gerakan Muklis. Jeritannya makin menjadi-jadi hingga akhirnya satu lenguhan panjang membuatnya terlarut dalam orgasme, beberapa saat tubuhnya menegang sebelum akhirnya terkulai lemas di tangga kolam. Setelah menaklukkan Winda, Muklis memanggilku yang mengelus-ngelus kemaluanku sendiri menonton adegan mereka.
“Sini neng, mendingan dipuasin pake kontol saya aja daripada ngocok sendiri”
Akupun turun ke air yang merendam sebatas lutut kami, disambutnya aku dengan pelukannya, tangannya mengelusi punggungku terus turun hingga meremas bongkahan pantatku. Sementara tanganku juga turun meraih kemaluannya.
“Gila nih kontol, masih keras juga…udah keluar berapa kali tadi ?” tanyaku waktu menggenggam batangnya yang masih ‘lapar’ itu.
“Baru sekali tadi…abis saya masih nungguin neng sih” godanya saambil nyengir.
Kemudian diangkatnya badanku dengan posisi kakiku dipinggangnya, aku melingkarkan tangan pada lehernya agar tidak jatuh. Diletakkannya aku pada lantai di tepi kolam, disebelah Winda yang terkapar, dia merapatkan badannya diantara kedua kakiku yang tergantung.
Dia mulai menciumiku dari telinga, lidah itu menelusuri belakang telingaku juga bermain-main di lubangnya. Dengusan nafas dan lidahnya membuatku merasa geli dan menggeliat-geliat. Mulutnya berpindah melumat bibirku dengan ganas, lidahnya menyapu langit-langit mulutku, kurespon dengan mengulum lidahnya. Tanganku meraba-raba kebawah mencari kemaluannya karena birahiku telah demikian tingginya, tak sabar lagi untuk dientot. Ketika kuraih benda itu kutuntun memasuki kemaluanku, tangan kanan Muklis ikut menuntun senjatanya menembaki sasaran. Saat kepala penisnya menyentuh bibir kemaluanku, dia menekannya ke dalam, mulutku menggumam tertahan karena sedang berciuman dengannya. Ciuman kami baru terlepas disertai jeritan kecil ketika Muklis menghentakkan pinggulnya hingga penisnya tertanam semua dalam vaginaku. Pinggulnya bergerak cepat diantara kedua pahaku sementara mulutnya mencupangi pundak dan leher jenjangku. Aku hanya bisa menengadahkan kepala menatap langit dan mendesah sejadi-jadinya.
Kalau dibandingkan dengan Pak Idam, memang sodokan Muklis lebih mantap selain karena usianya masih 30-an, badannya juga lebih berisi daripada Pak Idam yang tinggi kurus seperti Datuk Maringgih itu. Di tengah badai kenikmatan itu sekonyong-konyong aku melihat sesuatu yang bergerak-gerak di jendela kamarku. Kufokuskan pandanganku dan astaga…ternyata si Kiti, dia sedang disetubuhi dari belakang dengan posisi menghadap jendela, tubuhnya terlonjak-lonjak dan terdorong ke depan sampai payudaranya menempel pada kaca jendela, mulutnya tampak megap-megap atau terkadang meringis, sungguh suatu pemandangan yang erotis. Adegan itu ditambah serangan Muklis yang makin gencar membuatku makin tak terkontrol, pelukanku semakin erat sehingga dadaku tertekan di dadanya, kedua kakiku menggelepar-gelepar menepuk permukaan air. Aku merasa detik-detik orgasme sudah dekat, maka kuberitahu dia tentang hal ini. Muklis memintaku bertahan sebentar lagi karena dia juga sudah mau keluar.
Susah payah aku bertahan agar bisa klimaks bersama, setelah kurasakan ada cairan hangat menyemprot di rahimku, akupun melepas sesuatu yang dari tadi ditahan-tahan. Perasaan itu mengalir dengan deras di sekujur tubuhku, otot-ototku mengejang, tak terasa kukuku menggores punggungnya. Beberapa detik kemudian badanku terkulai lemas seolah mati rasa, begitu juga Muklis yang jatuh bersandar di pinggir kolam. Aku berbaring di pinggir kolam di atas lantai marmer, kedua payudaraku nampak bergerak naik turun seiring desah nafasku. Kugerakkan mataku, di jendela Kiti dan Pak Idam sudah tak nampak lagi, di sisi lain Winda yang sudah pulih merendam dirinya di air dangkal untuk membasuh tubuhnya.
Kami beristirahat sebentar, bahkan beberapa diantara kami tertidur. Pesta dimulai lagi sekitar pukul 8 malam setelah makan. Kami mengadakan permainan gila, ceritanya kami bertiga bermain poker dengan taruhan yang kalah paling awal harus rela dikeroyok kedua penjaga villa itu dan diabadikan dalam video klip dengan HP Nokia model terbaru milik Winda, filenya akan disimpan dalam komputer Winda untuk koleksi dan tidak akan boleh dicopy atau dilihat orang lain selain geng kami, mengingat kasus bokep yang beredar. Kami duduk melingkar di ranjang, Pak Idam dan Muklis kusuruh menjauh dan kularang menyentuh siapapun sebelum ada yang kalah, mereka menunggu hanya dengan memakai kolor, sambil sebentar-sebentar mengocok anunya sendiri, aku mulai membagikan kartu dan permainan dimulai. Suasana tegang menyelimuti kami bertiga, setelah akhirnya Kiti melempar kartunya yang buruk sambil menepuk jidatnya, dia kalah. Kedua orang yang sudah tak sabar menunggu itu segera maju mengeksekusi Kiti.
Kiti sempat berontak, tapi berhasil dilumpuhkan mereka dengan dipegangi erat-erat dan digerayangi bagian-bagian sensitifnya. Muklis menyusupkan tangannya ke kimono Kiti meraih payudaranya yang tak memakai apa-apa di baliknya. Pak Idam menyerang dari bawah dengan merentangkan lebar-lebar kedua paha Kiti dan langsung membenamkan kepalanya pada kemaluannya yang terawat dan berbulu lebat itu. Perlakuan ini membuat rontaan Kiti terhenti, kini dia malah mengelus-elus penis Muklis yang menegang sambil memejamkan mata menikmati vaginanya dijilati Pak Idam dan dadanya diremas Muklis. Aku melihat lidah Pak Idam menjalar dari belahan bawah hingga puncak kemaluan Kiti, lalu disentil-sentilkan pada klistorisnya. Kiti tidak tahan lagi, dia merundukkan badan untuk memasukkan penis Muklis ke mulutnya, benda itu dikulumnya dengan rakus seperti sedang makan es krim. Event menarik itu tidak dilewatkan Winda dengan kamera-HP nya.
Kiti terengah-engah melayani penis super Muklis, sepertinya dia sudah tidak peduli keadaan sekitarnya, rasa malunya hilang digantikan dengan hasrat yang besar untuk menyelesaikan gairahnya. Dia mempertunjukkan suatu live show yang panas seperti aktris bokep dan Winda sebagai juru kameranya. Pak Idam yang baru saja melepaskan kolornya menggesek-gesekkan benda itu ke payudara Kiti, sebagai pemanasan sebelum memasukinya. Kemulusan tubuh Kiti terpampang begitu Muklis menarik lepas tali pinggang pada kimononya, sesosok tubuh yang putih mulus serta terawat baik diantara dua tubuh hitam dan kasar, sungguh perpaduan yang kontras tapi menggairahkan. Pak Idam mempergencar rangsangannya dengan menciumi batang kakinya mulai dari betis, tumit, hingga jari-jari kakinya. Kiti yang sudah kesurupan ‘setan seks’ itu jadi makin gila dengan perlakuan seperti itu
“Ahhh…awww…Pak enak banget….masukin aja sekarang !!” rintihnya manja sambil meraih penis Pak Idam yang masih bergesekan dengan bibir vaginanya.
Pak Idam pun mendorong penis itu membelah kedua belahan kemaluan Kiti diiringi desahan nikmat yang memenuhi kamar ini sampai aku dibuat merinding mendengarnya. Aku mengeluarkan payudara kiriku dari balik kimono dan meremasnya dengan tanganku, tangan yang satu lagi turun menggesek-gesekkan jariku ke kemaluanku, Winda yang juga sudah horny sesekali mengelus kemaluannya sendiri. Kiti nampak sangat liar, kemaluannya digenjot dari depan, dan Muklis yang menopang tubuhnya dari belakang meremasi kedua payudaranya serta memencet-mencet putingnya. Rambutnya yang sudah terurai itu disibakkan Muklis, lalu melumat leher dan pundaknya dengan jilatan dan gigitan ringan. Hal ini menyebabkan Kiti tambah menggelinjang dan mempercepat kocokannya pada penis Muklis.
Serangan Pak Idam pada vagina Kiti semakin cepat sehingga tubuhnya menggelinjang hebat
“Aaakhhh…aahhh !!” jerit Kiti dengan melengkungkan tubuhnya ke atas
Kiti telah mencapai orgasme hampir bersamaan dengan Pak Idam yang menyemprotkan spermanya di dalam rahimnya. Adegan ini juga direkam oleh Winda, difokuskan terutama pada wajah Kiti yang sedang orgasme. Tanpa memberi istirahat, Muklis menaikkan Kiti ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Kembali vagina Kiti dikocok oleh penis Muklis. Walaupun masih lemas dia mulai menggoyangkan pantatnya mengikuti kocokan Muklis. Muklis yang merasa keenakan hanya bisa mengerang sambil meremas pantat Kiti menikmati pijatan kemaluannya. Pak Idam mengistirahatkan penisnya sambil menyusu dari kedua payudara Kiti secara bergantian. Aku semakin dalam mencucukkan jariku ke dalam vaginaku saking terangsangnya, sampai-sampai cairanku mulai meleleh membasahi selangkangan dan jari-jariku.
Bosan dengan gaya berpangkuan, Muklis berbaring telentang dan membiarkan Kiti bergoyang di atas penisnya. Kemudian dia menyuruh Winda naik ke atas wajahnya agar bisa menikmati kemaluannya. Winda yang dari tadi sudah terangsang itu segera melakukan apa yang disuruh tanpa ragu-ragu. Seluruh wajah Muklis tertutup oleh daster transparan Winda, namun aku masih dapat melihat dia dengan rakusnya melahap kemaluannya sambil menyusupkan tangannya dari bawah daster menuju payudaranya. Pak Idam yang anunya sudah mulai bangkit lagi menerkamku, kami berguling-guling sambil berciuman penuh nafsu. Dengan tetap berciuman Pak Idam memasukkan penisnya ke vaginaku, cairan yang melumuri selangkanganku melancarkan penetrasinya. Dengan kecepatan tinggi penisnya keluar masuk dalam vaginaku hingga aku histeris setiap benda itu menghujam keras ke dalam. Aku cuma bisa pasrah di bawah tindihannya membiarkan tangannya menggerayangi payudaraku, mulutnya pun terus menjilati leherku. Aku masih memakai kimonoku, hanya saja sudah tersingkap kesana kemari.
Aku melihat Muklis masih beraksi dengan kedua temanku, hanya kali ini Winda sudah bertukar posisi dengan Kiti. Sekarang mereka saling berhadapan, Winda bergoyang naik turun diatas penis Muklis sambil berciuman dengan Kiti yang mekangkangi wajah Muklis. Kiti membuka kakinya lebar-lebar sehingga cairannya semakin mengalir, cairan itu diseruput dengan rakus oleh si Muklis sampai terdengar suara sluurrpp…. sshhrrpp…Ketika aku sedang menikmati orgasmeku yang hebat, dia tekan sepenuhnya penis itu ke dalam dan ini membawa efek yang luar biasa padaku dalam menghayati setiap detik klimaks tersebut, tubuhku menggelinjang dan berteriak tak tentu arah sampai akhirnya melemas kembali. Pesta gila-gilaan ini berakhir sekitar jam 11 malam. Aku sudah setengah sadar ketika Pak Idam menumpahkan maninya di wajahku, tulang-tulangku serasa berantakan. Kiti sudah terkapar lebih dulu dengan tubuh bersimbah peluh dan ceceran sperma di dadanya, dari pangkal pahanya yang terbuka nampak cairan kewanitaan bercampur sperma yang mengalir bak mata air.
SUHU DOMINO |
Sebelum tak sadarkan diri aku masih sempat melihat Muklis menyodok memek Kiti, tubuh keduanya sudah mandi keringat. Karena letih dan ngantuk aku pun segera tertidur tanpa kupedulikan jeritan histeris Kiti maupun tubuhku yang sudah lengket oleh sperma. Besok paginya aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dan aku hanya mendapati Winda yang masih terlelap di sebelah kiriku. Kuguncang tubuh Winda untuk membangunkannya.
“Gimana Win…puas semalem ?” tanyaku
“Gila gua dientotin sampe kelenger, barbar banget tuh dua orang, eh…omong-omong pada kemana yang lain si Kiti juga ga ada ?”
“Ga tau juga tuh gua juga baru bangun kok, duh lengket banget mandi dulu yuk…udah lengket gini” ajakku karena merasa tidak nyaman dengan sperma kering terutama di wajahku, rasanya seperti ada sarang laba-laba menempel di sana.
Baru saja keluar dari kamar, sayup-sayup sudah terdengar suara desahan, kuikuti asal suara itu yang ternyata dari kamar mandi. Kami berdua segera menuju ke kamar mandi yang pintunya setengah terbuka itu, kami tengok ke dalam dan melihat Kiti dan kedua penjaga villa itu. Darahku berdesir melihat pemandangan erotis di depan kami, dimana Kiti sedang dikerjai oleh mereka di lantai kamar mandi. Muklis sedang enak-enaknya mengocok senjatanya diantara kedua gunung bulat itu, sedangkan Pak Imam berlutut diantara paha jenjang itu sedang menyetubuhinya, air dan sabun membuat tubuh mereka basah berkilauan. Kedatangan kami sepertinya tidak terlalu membuat mereka terkejut, mereka malah menyapa kami sambil terus ‘bekerja’. Aku dengan tidak terlepas dari live show itu berjalan ke arah shower dan membuka kimonoku diikuti Winda dari belakang. Air hangat mengucur membasuh dan menyegarkan tubuh kami, kuambil sabun cair dan menggosokkannya ke sekujur tubuh winda. Demikian juga winda dia melakukan hal yang sama padaku, kami saling menyabuni satu sama lain.
Kami saling mengelus bagian tubuh masing-masing, suatu ketika ketika tanganku sampai ke bawah, iseng-iseng kubelai bibir kemaluannya sekaligus mempermainkan klistorisnya.
“Uuhh...Gi !!” dia menjerit kecil dan mempererat pelukannya padaku sehingga buah dada kami saling berhimpit.
Tangan Wnda yang lembut juga mengelusi punggungku lalu mulai turun ke bawah meremas bongkahan pantatku. Darahku pun mengalir makin cepat ditambah lagi adegan panas Kiti dengan kedua pria itu membuatku makin naik. Winda mendekatkan wajahnya padaku dan mencium bibirku yang terbuka karena sedang mendesah, selama beberapa menit bibir kami berpagutan. Kemudian aku memutar badanku membelakangi Winda supaya bisa lebih nyaman menonton Kiti.
Aku melihat wajah horny Kiti yang cantik, dia meringis dan mengerang menikmati tusukan Pak Idam pada vaginanya, sementara Muklis hampir mencapai orgasmenya, dia semakin cepat menggesek-gesekkan penisnya diantara gunung kembar itu, tangannya pun semakin keras mencengkram daging kenyal itu sehingga pemiliknya merintih kesakitan. Akhirnya menyemprotlah spermanya membasahi dada, leher dan mulut Kiti. Mataku tidak berkedip menyaksikan semua itu sambil menikmati belaian Winda pada daerah sensitifku. Dengan tangan kanannya dia memainkan payudaraku, putingnya dipencet dan dipilin hingga makin menegang, tangan kirinya meraba-raba selangkanganku. Perbuatan Winda yang mengobok-obok vaginaku dengan jarinya itu hampir membuatku orgasme, sungguh sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu.
Aku masih menikmati jari-jari Winda bermain di vaginaku ketika Muklis yang baru menyelesaikan hajatnya dengan Kiti berjalan ke arahku, penisnya agak menyusut karena baru orgasme. Jantungku berdetak lebih kencang menunggu apa yang akan terjadi. Tangannya mendarat di payudara kiriku dan meremasnya dengan lembut sambil sesekali memelintirnya. Lalu dia membungkuk dan mengarahkan kepalanya ke payudara kananku yang langsung dikenyotnya. Aku memejamkan mata menghayati suasana itu dan mengeluarkan desahan menggoda. Lalu aku merasakan kaki kananku diangkat dan sesuatu mendesak masuk ke vaginaku. Sejenak kubuka mataku untuk melihat, dan ternyata yang bertengger di vaginaku bukan lagi tangan Indah tapi penis Muklis yang sudah bangkit lagi. Kembali aku disetubuhi dalam posisi berdiri sambil digerayangi Winda dari belakang. Tubuhku seolah terbang tinggi, wajahku menengadah dengan mata merem-melek merasakan nikmat yang tak terkira.
Hampir satu jam lamanya kami melakukan orgy di kamar mandi. Akhirnya setelah mandi bersih-bersih kami bertiga mencari udara segar dengan berjalan-jalan di kompleks sekalian makan siang di sebuah restoran di daerah itu. Setelah makan kami kembali ke vila dan mengepak barang untuk kembali ke Jakarta. Winda dan Kiti keluar dari kamar terlebih dulu meninggalkanku yang masih membereskan bawaanku yang lebih banyak. Cukup lama juga aku dikamar gara-gara sibuk mencari alat charge HP-ku yang ternyata kutaruh di lemari meja rias. Waktu aku menuju ke garasi terdengar suara desahan dan ya ampun...ternyata mereka sedang bermain ‘short time’ sambil menungguku.
Winda yang celana panjang dan dalamnya sudah dipeloroti sedang menungging dengan bersandar pada moncong mobil, Pak Idam menyodokinya dari belakang sambil memegangi payudaranya yang tidak terbuka. Sementara di pintu mobil, Kiti berdiri bersandar dengan baju dan rok tersingkap, paha kirinya bertumpu pada bahu Mukls yang berjongkok di bawahnya. Celana dalamnya tidak dibuka, Muklis menjilati kemaluannya hanya dengan menggeser pinggiran celana dalamnya, tangannya turut bekerja meremasi payudara dan pantatnya.
“Weleh...weleh...masih sempat-sempatnya lu orang, asal jangan kelamaan aja, ntar kejebak macet kita” kataku sambil geleng-geleng kepala.
“Tenang neng ga usah buru-buru, masih pagi kok, ini cuma sebentar aja kok” tanggap Pak Idam dengan terengah.
Akhirnya setelah 15 menitan Pak Idam melepas penisnya dan memanggilku untuk bergabung dengan Winda menjilatinya. Aku tadinya menolak karena tak ingin make up ku luntur, tapi karena didesak terus akhirnya aku berjongkok di sebelah Winda.
“Tapi kalo keluar lu yang isep ya Win, ntar muka gua luntur” kataku padanya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala sambil mengulum benda itu
Sesuai perjanjian tidak lama kemudian Pak Idam menggeram dan cepat-cepat kuberikan penis itu pada Winda yang segera memasukkan ke mulutnya. Pria itu mendesah panjang sambil menekan penisnya ke mulut Winda, Winda sendiri sedang menyedot sperma dari batang itu, sepertinya yang keluar tidak banyak lagi soalnya Winda tidak terlalu lama mengisapnya.
“Yuk cabut, udah ga haus lagi kan Dah ?” ujar Kiti yang sudah merapikan kembali pakaiannya.
Kami naik ke mobil dan kembali ke kota kami dengan kenangan tak terlupakan. Dalam perjalanan kami saling berbagi cerita dan kesan-kesan dari pengalaman kemarin dan membicarakan rencana untuk mengerjai si Retno yang hari ini absen.
Tamat.
BACA JUGA !!!
GAME POKER DAN DOMINO
SUHU DOMINO |
No comments:
Post a Comment