Kepergok Teman Istriku

Posted by SP on

SUHU DOMINO

6100game - Aku bangun kesiangan. Kulirik jam dinding…ah… pukul 8 pagi…Suasana rumahku sepi. Tumben, pikirku. Segera aku meloncat bangun, mencari-cari istri dan anak-anakku..tidak ada…Ahh…baru kuingat, hari Minggu ini ada acara di sekolah anakku mulai jam 9 pagi. Pantas saja mereka sudah berangkat. Istriku sengaja tidak membangunkan aku untuk ikut ke sekolah anakku, karena malamnya aku pulang kantor hampir pukul 4 pagi.

Yah, beginilah nasib auditor kalo lagi dikejar tenggat laporan audit. Untung saja, ada anggota timku yang bisa mengurangi keteganganku. Ya, Anes tentunya, yang semalam telah memberikan servis untukku. Baginya, bersetubuh dengan lelaki lain selain suaminya bukan hal yang tabu, karena dia sendiri juga tidak mempermasalahkan jika suaminya berkencan dengan wanita lain. Prinsip mereka, yang penting pasangan tidak melihat kejadian itu dengan mata kepala sendiri.

Aku tersenyum mengingat kejadian semalam. Sebenarnya jam 11 malam kami sepakat untuk pulang kantor, tapi ternyata aku dan Anes sama-sama lagi horny. Akhirnya, terjadilah seperti yang sudah kuceritakan diatas. Tak terasa, aku mulai horny lagi. tongkolku pelan-pelan mengangguk-angguk dan mulai mengacung.
“Walah…repot bener nih, pikirku. “Lagi sendiri, eh ngaceng.” Kebetulan, di rumah tidak ada pembantu, karena istriku, Winda, lebih suka bersih-bersih rumah sendiri dibantu kedua anakku. “Biar anak-anak gak manja dan bisa belajar mandiri. Lagian, bisa menghemat pengeluaran,” kilah istriku. Aku setuju saja.

Kurebahkan tubuhku di sofa ruang tengah, sambil memutar DVD BF. Sengaja kusetel, biar hasratku cepet tuntas. Setelah kubuka celanaku, aku sekarang hanya pakai kaos, dan tidak pakai celana. Pelan-pelan kuurut dan kukocok tongkolku. Tampak dari ujung lubang tongkolku melelehkan cairan bening, tanda bahwa birahiku sudah memuncak. Aku pun teringat Lina, sahabat istriku. Kebetulan Lina berasal dari suku Chinese. Dia adalah sahabat istriku sejak dari SMP hingga lulus kuliah, dan sering juga main kerumahku. Kadang sendiri, kadang bersama keluarganya. Ya, aku memang sering berfantasi sedang menyetubuhi Lina. Tubuhnya mungil, setinggi Anes, tapi lebih gendut. Yang kukagumi adalah kulitnya yang sangat-sangat-sangat putih mulus, seperti warna patung lilin. Dan pantatnya yang membulat indah, sering membuatku ngaceng kalo dia berkunjung.

Aku hanya bisa membayangkan seandainya tubuh mulus Lina bisa kujamah, pasti nikmat sekali. Fantasiku ini ternyata membuat tongkolku makin keras, merah padam dan cairan bening itu mengalir lagi dengan deras. Ah Lina…seandainya aku bisa menyentuhmu..dan kamu mau ngocokin tongkolku..begitu pikiranku saat itu.

Lagi enak-enak ngocok sambil nonton bokep dan membayangkan Lina, terdengar suara langkah sepatu dan seseorang memanggil-manggil istriku.
“Winn…Winndaaa…aku dateng,” seru suara itu…
Oh my gosh…itu suara Lina…mau ngapain dia kesini, pikirku. Kapan masuknya, kok gak kedengaran? Lina memang tidak pernah mengetuk pintu kalau ke rumahku, karena keluarga kami sudah sangat akrab dengan dia dan keluarganya.

Belum sempat aku berpikir dan bertindak untuk menyelamatkan diri, tau-tau Lina udah nongol di ruang tengah, dan…
“AAAHHH…ANDREEEE…!!!!,” jeritnya. “Kamu lagi ngapain?”
“Aku…eh…anu…aku….ee…lagi…ini…,” aku tak bisa menjawab pertanyaannya. Gugup. Panik. Sal-ting. Semua bercampur jadi satu. Orang yang selama ini hanya ada dalam fantasiku, tiba-tiba muncul dihadapanku dan straight, langsung melihatku dalam keadaan telanjang, gak pake celana, Cuma kaos aja. Ngaceng pula.
“Kamu dateng kok gak ngabarin dulu sih?” aku protes.
“Udah, sana, pake celana dulu!” Pagi-pagi telanjang, nonton bf sendirian, lagi ngapain sih?” ucapnya sambil duduk di kursi didepanku.
“Yee...namanya juga lagi horny...ya udah mending coli sambil nonton bf. Lagian anak-anak sama mamanya lagi pergi ke sekolah. Ya udah, self service,” sahutku.
“Udah, Ndre. Sana pake celana dulu. Kamu gak risih apa?”
“Ah, kepalang tanggung kamu dah liat? Ngapain juga dtitutupin? Telat donk,” kilahku.
“Dasar kamu ya. Ya, udah deh, aku pamit dulu. Salam aja buat istrimu. Sana, terusin lagi.” Lina beranjak dari duduknya, dan pamit pulang.
Buru-buru aku mencegahnya. “Lin, ntar dulu lah...,” pintaku.
“Apaan sih, orang aku mau ngajak Winda jalan, dia nggak ada ya udah, aku mau jalan sendiri,” sahutnya.
“Bentar deh Lin. Tolongin aku, gak lama kok, paling sepuluh menit,” aku berusaha merayunya.
“Gila kamu ya!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Lina protes sambil melotot. “Kamu jangan macem-macem deh, Ndre. Gak mungkin donk aku lakukan itu,” sergahnya.
“Lin,”sahutku tenang. “Aku gak minta kamu untuk melakukan hal itu. Enggak. Aku cuma minta tolong, kamu duduk didepanku, sambil liatin aku coli.”
“Gimana?”
Lina tidak menjawab. Matanya menatapku tajam.
Sejurus kemudian..
“Ok, Lin. Aku janji gak ndeketin apalagi menyentuh kamu. Tapi, sebelum itu, kamu juga buka bajumu dong...pake BH sama CD aja deh, gak usah telanjang. Kan kamu dah liat punyaku, please?” aku merayunya dengan sedikit memelas sekaligus khawatir.
“Hm...fine deh. Aku bantuin deh...tapi bener ya, aku masih pake BH dan CDku dan kamu gak nyentuh aku ya. Janji lho,” katanya. “Tapi, tunggu. Aku mau tanya, kok kamu berani banget minta tolong begitu ke aku?”
”Yaaa...aku berani-beraniin...toh aku gak nyentuh kamu, cuma liat doang. Lagian, kamu dah liat punyaku? Trus, aku lagi coai sambil liat BF...lha ada kamu, kenapa gak minta tolong aja, liat yang asli?” kilahku.
“Dasar kamu. Ya udah deh, aku buka baju di kamar dulu.”
“Gak usah, disini aja,” sahutku.

Perlahan, dibukanya kemejanya...dan...ah payudara itu menyembul keluar. Payudara yang terbungkus BH sexy berwarna merah...menambah kontras warna kulitnya yang sangat putih dan mulus. Aku menelan ludah karena hanya bisa membayangkan seperti apa isi BH merah itu. Seteah itu, diturunkannya zip celana jeansnya, dan dibukanya kancing celananya. Perlahan, diturunkannya jeansnya...sedikit ada keraguan di wajahnya. Tapi akhirnya, celana itu terlepas dari kaki yang dibungkusnya. Wow...aku terbelalak melihatnya. Paha itu sangat putih sekali. Lebih putih dari yang pernah aku bayangkan. Tak ada cacat, tak ada noda. Selangkangannya masih terbungkus celana dalam mini berbahan satin, sewarna dengan Bhnya. Sepertinya, itu adalah satu set BH dan CD.
“Nih, aku udah buka baju. Dah, kamu terusin lagi colinya. Aku duduk ya.”
Lina segera duduk, dan hendak menyilangkan kakinya. Buru-buru aku cegah.
“Duduknya jangan gitu dong...”
“Ih, kamu tuh ya…macem-macem banget. Emang aku musti gimana?” protes Lina. “Nungging, gitu?”
”Ya kalo kamu mau nungging, bagus banget,” sahutku.
“Sori ye…emang gue apaan,” cibirnya.
“Kamu duduk biasa aja, tapi kakimu di buka dikit, jadi aku bisa liat celana dalam sama selangkanganmu. Toh veggy kamu gak keliatan?” usulku.
“Iya…iya…ni anak rewel banget ya. Mau coli aja pake minta macem-macem,” Lina masih saja protes dengan permintaanku.
“Begini posisi yang kamu mau?” tanyanya sambil duduk dan membuka pahanya lebar-lebar.
“Yak sip.” Sahutku. “Aku lanjut ya colinya.”

Sambil memandangi tubuh Lina, aku terus mengocok tongkolku, tapi kulakukan dengan perlahan, karena aku nggak mau cepet-cepet ejakulasi. Sayang, kalau pemandangan langka ini berlalu terlalu cepat. Aku pun menceracau, tapi Lina tidak menanggapi omonganku.

“Oh…Liiiinnn….kamu kok mulus banget siiiihhh….” aku terus menceracau. Lina menatapku dan tersenyum.
“Susumu montok bangeeeettttt… pahamu sekel dan putiiiihhhh….hhhhh….bikin aku ngaceng, Liiiiiinnn……”
Lina terus saja menatapku dan kini bergantian, menatap wajahku dan sesekali melirik ke arah tongkolku yang terus saja ngacai alias mengeluarkan lendir dari ujung lobangnya.
“Pantatmu, Liiiinnn….seandainya aku boleh megang….uuuuhhhhh….apalagi kena tongkolku….oouuufff…..pasti muncrat aku….,” aku merintih dan menceracau memuji keindahan tubuhnya. Sekaligus aku berharap, kata-kataku dapat membuatnya terangsang.

Lina masih tetap diam, dan tersenyum. Matanya mulai sayu, dan dapat kulihat kalo nafasnya seperti orang yang sesak nafas. Kulirik ke arah celana dalamnya…oppsss….aku menangkap sinyal kalo ternyata Lina juga mulai terangsang dengan aktivitasku. Karena celana dalamnya berbahan satin dan tipis, jelas sekali terlihat ada noda cairan di sekitar selangkannya. Duduknya pun mulai gelisah. Tangannya mulai meraba dadanya, dan tangan yang satunya turun meraba paha dan selangkangannya. Tapi Lina nampak ragu untuk melakukannya. Mungkin karena ia belum pernah melakukan ini dihadapan orang lain.

Kupejamkan mataku, agar Lina tau bahwa aku tidak memperhatikan aktivitas nya. Dan benar saja...setelah beberapa saat, aku membuka sedikit mataku, kulihat tangan kiri Lina meremas payudaranya dan owww...BH sebelah kiri ternyata sudah diturunkan...
Astagaaa..!!! Puting itu merah sekali...tegak mengacung. Meski sudah melahirkan, dan memiliki satu anak, kuakui, payudara Lina lebih bagus dan kencang dibandingkan Anes. Kulihat tangan kiri Lina memilin-milin putingnya, dan tangan kanannya ternyata telah menyusup ke dalam celana dalamnya.

“Sssshh….oofff….hhhhhh…..:” Kudengar suaranya mendesis seolah menahan kenikmatan. Aku kembali memejamkan mataku dan meneruskan kocokan pada tongkolku sambil menikmati rintihan-rintihan Lina.

SUHU DOMINO

6100game

Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang hangat…basah…lembut…menerpa tongkol dan tanganku. Aku membuka mata dan terpekik. “Lin…kamu…,” leherku tercekat.
“Aku nggak tega liat kamu menderita, Ndre,” sahut Lina sambil membelai tongkolku dengan tangannya yang lembut.
My gosh…perlahan impian dan obsesiku menjadi kenyataan. tongkolku dibelai dan dikocok dengan tangan Lina yang putih mulus. Aku mendesis dan membelai rambut Lina. Kemudian secara spontan Lina menjilat tongkolku yang sudah bener-bener sewarna kepiting rebus dan sekeras kayu. Dan…hap…! Sebuah kejadian tak terduga tetapi sangat kunantikan…akhirnya tongkolku masuk ke mulutnya. Ya, tongkolku dihisap Lina. Sedikit lagi pasti aku memperoleh lebih dari sekedar ini.
Tak tahan dengan perlakuan sepihak Lina, kutarik pinggulnya dan buru-buru kulepaskan Cdnya.
“Kamu mau ngapain, Ndre?” Lina protes sambil menghentikan hisapannya. Aku tidak menjawab, jariku sibuk mengusap dan meremas pantat putih nan montok, yang selama ini hanya menjadi khayalanku.
“Ohh..Lin…boleh ya aku megang pantat sama memek kamu?”pintaku.
“Terserah…yang penting kamu puas.”
Segera kuremas-remas pantat Lina yang montok. Ah, obsesiku tercapai…dulu aku hanya bisa berkhayal, sekarang, tubuh Lina terpampang dihadapanku.
Puas dengan pantatnya, kuarahkan jariku turun ke anus dan vaginanya. Lina merintih menahan rasa nikmat akibat usapan jariku.
“Achh…Liiiinn…enak bangeeeeett….sssshhh…….” aku menceracau menikmati jilatan lidah dan hangatnya mulut Lina saat mengenyot tongkolku. Betul-betul menggairahkan melihat bibir dan lidahnya yang merah menyapu lembut kepala dan batang kelelakianku. Hingga akhirnya….
“Liiinn….bibir kamu lembut banget sayaaaannggg….aku…kach…aku…”
“Keluarin sayang…tongkol kamu udah berdenyut tuh….udah mau muncrat yaaa….”
“I…iiy…iiyyaaa….Liiiiinnnnnnnnn….Ouuuuufuffffff…..argggghhhhhhhhhh…..”
Tak dapat kutahan lagi. Bobol sudah pertahananku. Crottt…..crooottt….crooootttt…
Spermaku muncrat sejadi-jadinya di muka, bibir dan dada Lina. Tangan halus Lina tak berhenti mengocok batang kejantananku, seolah ingin melahap habis cairan yang kumuntahkan
Ohhhh…....my dream come true….. Obsesiku tercapai…pagi ini aku muncratin pejuhku di bibir dan muka Lina.
“Lin...kamu gak geli sayang...? Bibir, muka sama dada kamu kena spermaku?”
Lina menggeleng dengan pandangan sayu. Tangannya masih tetap memainkan tongkolku yang sedikit melemas.
“Kamu baru pertama kali kan, mainin kontol orang selain suami kamu?”
“Iya, Ndre. Tapi kok aku suka ya...terus terang, bau sperma kamu seger banget...kamu rajin makan buah sama sayur ya?” tanya Lina.
“Iya...kalo gak gitu, Winda mana mau nelen sperma aku.”
“Aihhh....” Lina terpekik. “Winda mau nelen sperma?”
Aku mengangguk. “Kenapa Lin? Penasaran sama rasanya? Lha itu spremaku masih meleleh di muka sama dada kamu. Coba aja rasanya,” sahutku.
“Mmmm...ccppp...ssllrppp....” terdengar lidah dan bibir Lina mengecap spermaku. Dengan jarinya yang lentik, disapunya spermaku yang tumpah didada dan mukanya, kemudian dijilatnya jarinya sampe bersih. Hmmm....akhirnya spermaku masuk kedalam tubuhnya...
“Iya, Ndre, sperma kamu kok enak ya. Aku gak ngerasa enek pas nelen sperma kamu…”
”Mau lagi….?”
“Ih…kamu tuch ya…masih kurang, Ndre?”
“Lha kan baru oral belum masuk ke memek kamu, Lin.” Sahutku…”Tuh, liat…bangun lagi kan?”
“Dasar kamu ya….”
”Bener kamu gak mau spermaku? Ya udah kalo gitu, aku mau bersih-bersih dulu.” ancamku sambil bangkit dari kursi.
“Mau sih…cuma takut kalo Winda dateng…gimana donk….” Lina merajuk.
Perlahan kuhampiri Lina, kuminta dia duduk di sofa, sambil kedua kaki nya diangkat mengangkang.
Kulihat memek nya yang licin karena cairan cintanya meleleh akibat perbuatan jariku.
“Hmmm...Lin...memek kamu masih basah...kamu masih horny dong...” tanyaku.
“Udah, Ndre....cepetan deh...nanti istrimu keburu dateng...Lagian aku udah...Auuuwwww....!!!! Ohhh..Shhhhh.......” Linda mendesis saat lidahku menari diujung klitorisnya.
“Ndreee...kamu gilaaa yaaa...” bisiknya samil menjambak rambutku.
Kumainkan lidahku dikelentitnya yang udah membengkak. Jari ku menguak bibir vagina Lina yang semakin membengkak. Perlahan kumasukkan telunjukku, mencari G-spotnya.
Akibatnya luar biasa. Lina makin meronta dan merintih. Jambakannya makin kuat. Cairan birahinya makin membasahi lidah dan mulutku. Tentu saja hal ini tak kusia-siakan. Kusedot kuat agar aku dapat menelan cairan yang meleleh dari vaginanya. Ya…aroma vagina Lina lain dengan aroma vagina istriku. Meskipun keduanya tidak berbau amis, tapi ada sensasi tersendiri saat kuhirup aroma kewanitaan Lina.
“C’mon..Ndreee…I can’t stand…ochhh…ahhhhhh…shhhh……c’mon honey….quick…quick….”
Aku paham, gerakan pantat Lina makin liar. Makin kencang. Kurasakan pula memek nya mulai berdenyut…..sebentar lagi dia meledak, pikirku.

“Ting…tong…” bel rumahku berbunyi.
“Mas…..mas Andreee….”suara wanita didepan memanggil namaku.
Sontak kulepaskan jilatanku. Lina memandang wajahku dengan wajah pucat. Aku pun memandang wajahnya dengan jantung berdebar.
“Ndre..kok kayak suara Rina ya…” Lina bertanya
“Wah..mau ngapain dia kesini…..gawat dong…” ucapku ketakutan. “Udah Lin, kamu masuk kamarku dulu deh…cepetan…”

Segera Lina berjingkat masuk ke kamarku, mungkin sekalian membersihkan tubuhnya karena dikamarku ada kamar mandi. Aku tau ada sebersit ekspresi kecewa di wajahnya, karena Lina hampir meledakkan orgasmenya, yang terputus oleh kedatangan Rina, sahabatnya sekaligus sahabat istriku.

Setelah kupakai kaos dan celana yang kuambil dari lemari dan cuci muka sedikit, aku menuju ke ruang tamu, membuka pintu.

“Halo, mas….’Pa kabar..?” sahut Rina begitu melihatku membuka pintu.
“Baik, dik. Ayo masuk dulu. Tumben nih pagi-pagi, kayaknya ada yang penting?” tanyaku seraya mengajak Rina menuju ruang tengah.
Mataku sedikit terbelalak melihat pakaiannya. Bagaimana tidak?
Kaos ketat menempel dibadannya, dipadukan dengan celana spandex ketat berwarna putih. Aku melihat lipatan cameltoe di selangkangannya menandakan bahwa didaerah itu tidak ada bulu jembutnya, dan saat aku berjalan dibelakangnya, tak kulihat garis celana dalam mebayang di spandexnya.
Hmm…mana mungkin dia gak pake CD..mungkin pake G-string, pikirku.
Kami berdua segera menuju ruang tengah. Untung saja, film bokep yang aku setel udah selesai, jadi Rina nggak sempat melihat film apa yang tengah aku setel.
“Ini lho mas, aku mau anter oleh-oleh. Kan kemarin aku baru dateng dari Jepang. Nah, ini aku bawain ….sedikit bawaan lah, buat kamu sama Winda. Itung-itung membagi kesenangan.”
“Wah…tengkyu banget lho…kamu baik banget”
“Ah, biasa aja lageee..hehehe”
Kami berdua sejenak ngobrol-ngobrol, karena memang sudah beberapa bulan Rina nggak berkunjung ke rumahku. Rina ini adalah salah satu sahabat istriku, selain Lina
.
Diam-diam, akupun juga terobsesi dapat menikmati tubuhnya. Ya, Rina seorang wanita yang mungil. Tinggi badannya nggak lebih dari 155cm. Bandingkan dengan tinggiku yang 170. Warna kulitnya putih, tapi cenderung kemerahan. Hmm..aku sering berkhayal lagi ngentotin Rina, sambil aku gendong dan aku rajam memeknya dengan tongkolku. Pasti dia merintih-rintih menikmati hujaman tongkolku…

“Hey…bengong aja…ngeliatin apa sih..” tegur Rina.
“Eh…ah…anu…enggak. Cuma lagi mikir, kapan ya gw bisa jalan-jalan sama kamu…”
Eits..kok ngomongku ngelantur begini sih. Aduh…gawat deh…
“Alaaa..mikirin jalan-jalan apa lagi ngeliatin sesuatu?” Rina melirikku dengan pandangan menyelidik.
Mati aku…berarti waktu aku ngeliatin bodynya, ketahuan dong kalo aku melototin selangkangannya. Wah….
“Ya udah, mas. Aku pamit dulu, habis Winda pergi. Lagian, dari tadi kamu ngeliatin melulu. Ngeri aku...ntar diperkosa sama kamu deh..hiyyy...” Rina bergidik sambil tertawa.
Aku cuma tersenyum. “Ya udah, kalo kamu mau pamit. Aku gak bisa ngelarang.” “Aku numpang pipis dulu ya.” Rina menuju kamar mandi di sebelah kamarku. “Iya.”

Tepat saat Rina masuk kamar mandi, sambil berjingkat Lina keluar dari kamarku.
Aku terkejut, dan segera menyuruhnya masuk lagi, karena takut ketahuan. Ternyata CD Lina ketinggalan di kursi yang tadi didudukinya waktu sedang aku jilat memeknya. Astagaaa...untung Rina nggak ngeliat...atau jangan-jangan dia udah liat, makanya sempat melontarkan pandangan menyelidik? Entahlah...
“Cepeeeett..ambil trus ke kamar lagi.” perintahku sambil berbisik.
Lina mengangguk, segera menyambar Cdnya dan...

“Ceklek....!”
Pintu kamar mandi terbuka, dan saat Rina keluar, kulihat wajahnya terkejut melihat Lina berdiri terpaku dihadapannya sambil memegang celana dalamnya yang belum sempat dipakainya. Ditambah keadaan Lina yang hanya memaki kaos, tetapi dibawah tidak memakai celana jeansnya. Akupun terkejut, dan berdiri terpaku. Hatiku berdebar, tak tahu apa yang harus kuperbuat atau kuucapkan. Semuanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan tak terelakkan. Kepalaku terasa pening.

“Lina…? Kamu lagi ngapain?” Rina bertanya dengan wajah bingung campur kaget.
“Eh…anu…ini lho…” kudengar Lina gelagapan menjawab pertanyaan Rina.
“Kok kamu megang celana dalem? Setengah telanjang lagi?” selidik Rina. “Oo...aku tau...pasti kamu berdua lagi berbuat yaaa...?”
“Enggak Rin. Ngaco kamu, orang Lina lagi numpang dandan di kamarku kok.” Sergahku membela diri.
“Trus, kalo emang numpang dandan, ngapain dia diruangan ini, pake bawa celana dalem lagi, Udah gitu telanjang juga..Hayo!!!” Rina bertanya dengan galak.
“Sini liat.” Rina menghampiri Lina dan cepat merebut celana dalam yang dipegang Lina, tanpa perlawanan dari Lina.
“Kok basah...?” Rina mengerutkan keningnya. “Nhaaaaa..bener kan…hayooooo….kamu ngapain…?”
”udah deh, Rin…emang bener, aku lagi mau ML sama Lina. Belum sempet aku entot, sih. Baru aku jilat-jilat memeknya, keburu kamu dateng.” Aku menyerah dan memilih menjelaskan apa yang barusan aku lakukan.
“Kamu tuh ya…udah punya istri masih doyan yang lain. Ini cewek juga sama aja, gatel ngeliat suami sahabatnya sendiri.” Rina memaki kami berdua dengan wajah merah padam.
“Terserah kamu lah...kamu mau laporin aku sama Lina ke polisi...silakan. Mau laporin ke Winda...terserah....” ucapku pasrah.
“Hmm...kalo aku laporin ke Winda...kasian dia. Nanti dia kaget, kalo ke polisi....ah...ngrepotin.” Rina menimbang-nimbang apa yang hendak dilakukannya.
“Gini aja mas. Aku gak laporin ke mana-mana. Tapi ada syaratnya.” Rina memberikan tawarannya kepadaku.
“Apa syaratnya, Rin?”
“Nggak berat kok. Gampang banget dan mudah.”
“Iya, apaan syaratnya?” Lina ikut bertanya
“Terusin apa yang kamu berdua tadi lakuin. Aku duduk disini, nonton. Bagaimana?”
“WHAT?” aku dan Lina berteriak berbarengan. “Gila lu ya, masa mau nonton orang lagi ML?”
“Ya terserah kamu, mau pilih mana...?” Rina mencibir dengan senyum kemenangan.

Aku dan Lina saling berpandangan. Kuhampiri Lina, kubelai tangan dan rambutnya. Lina seolah memahami dan menyetujui syarat yang diajukan Rina.
Segera saja kulumat bibirnya yang ranum dan tanganku meremas pantatnya yang sekel. Lina segera membuka kaosnya.
Sambil terus berciuman dan meremas pantatnya, kubimbing Lina menuju sofa. Kurebahkan ia disana, dan dengan cekatan dilepaskannya kaos dan celana ku sehingga aku sekarang telanjang bulat di hadapan Lina dan Rina.
Aku melirik Rina, yang duduk menyilangkan kakinya. Kulihat wajahnya menegang seperti tegangnya tongkolku. Aku tersenyum-senyum kearahnya, sambil memainkan dan mengocok-ngocok tongkolku, seolah hendak memamerkan kejantananku.
“Ayo, ndreee…cepetan deh…udah gak tahan, honey…” Lina merintih. “Biarin aja si Rina…paling dia juga udah basah.”
“Enak aja kamu bilang.” sergah Rina. “Udah buruan, aku pengen liat kayak apa sih kalian kalo ML.”

Aku menatap mata Lina yang mulai sayu dan tersenyum. Setelah melepas seluruh pakaiannya, sempurnalah ketelanjang bulatan kami berdua. Tak sabar, segera kusosor memek Lina yang sangat becek oleh lendir birahinya.
“Achhhh….sshhhh….ooouufffffggg…Andreeeee….” Lina menjerit dan mengerang menerima serangan lidahku. Pantatnya tersentak keatas, mengikuti irama permainan lidahku.
Hmmm...nikmat sekali. memek nya berbau segar, tanda bahwa memek ini sangat terawat. Dan yang membutku girang adalah lendir memek nya yang meleleh deras, seiring dengan makin kuatnya goyangan pinggulnya.
“Hmmmppppppff…Andreee…Andreeeeeeee…sayaaaanngg.. akh…akh…akkkkkuu…” Lina terus merintih. Nafasnya tersengal-sengal, seolah ada sesuatu yang mendesaknya.
‘Akku……mmmhhhhh…ssshhh….”
“Keluarin sayang….keluarin yang banyak…..” aku berbisik sambil jari tengahku terus mengocok memek nya, dan jempolku menggesek itilnya yang sudah sangat keras. Baik itil maupun memek Linaa sudah benar-benar berwarna merah, sangat basah akibat lendirnya yang meleleh, hingga membasahi belahan pantat dan sofa.

Segera aktivitas tanganku kuganti dengan jilatan lidahku lagi. Hal ini membuat paha Lina menegang, tangannya menjambak rambutku, sekaligus membenamkan kepalaku ditengah jepitan pahanya yang menegang. Aku merasakan memek nya berdenyut, dan ada lelehan cairan hangat menerpa bibirku.
“ANDREEEEEE…..AAAAACCCCHHHHHHHHH……” Lina menjerit keras sekali, menjepit kepalaku dengan pahanya, menekan kepalaku di selangkangannya dan berguncang hebat sekali.
Tak kusia-siakan lendir yang meleleh itu. Kusedot semuanya, kutelan semuanya. Ya, aku tidak mau membuang lendir kenikmatan Lina. Sedotanku pada memek nya membuat guncangan Lina makin keras…dan akhirnya Lina terdiam seperti orang kejang. Tubuhnya kaku dan gemetaran.
“Oooohhhh…Ndreee…aaachhh…..” Lina meracau sambil gemetaran.
“Enn..en….Nik…mat…bangeth….sssse….dothan…sama jhiilatan kkk…kamu…”

Kulihat Lina tersenyum dengan wajah puas. Segera kuarahkan bibirku melumat putingnya yang keras dan kemerahan. Meskipun sudah melahirkan dan menyusui dua anak, payudara Lina sangat terawat, kencang. Dan putingnya masih berwwarna kemerahan. Siapa lelaki yang tahan melihat warna puting seperti itu, apalgi sekarang puting merah itu benar-benar masih keras dan mengacung meski pemiliknya barusan menggapai orgasme.
“Shhh…Dreee…iihhhh…geli….” Lina menggelinjang saat kuserbu putingnya. Aku tidak mempedulikan rintihannya. Kulumat putingnya dengan ganas sehingga badan Lina mulai mengejang lagi.
“Acchhh….Andreeee….sayaaaannggg…” Lina merintih. “Terus sayang…iss…ssseeeppp…pen….til…kuhh…ooofffffhhhhhhhhh……”

Tanpa aba-aba, segera kusorongkan tongkolku yang memang sudah mengeras seperti kayu ke memek Lina. Blessss…….
“Ahhhhkkk…..mmmmppppfff…..ooooooggggghhhh….” pantat Lina tersentak kedepan, seiring dengan menancapnya tongkolku di mekinya. Kutekan tongkolku makin dalam dan kuhentikan sejenak disana. Terasa sekali memek Lina berkedut-kedut, walaupun tergolong super becek.
“Ayo, Ndree.....gocek tongkol kamuh....akk....kkuuuu....udah mau...keluarrrrr...laggiiiihhh...” Lina merintih memohon.

Segera kugocek tongkolku dengan ganas. “crep.crep...cplakkk....cplaakkkk...cplaakkkk....” suar gesekan tongkolku dengan memek Lina yang sudah basah kuyup nyaring terdengar. Tak lupa kulumat bibirnya yang ranum, dan tanganku menggerayang memilin menikmati payudara dan putingnya.
Sesaat kemudian kulihat mata Lina terbalik, cuma terlihat putihnya. Kakinya dilipat mengapit pinggul dan pantatku. Tangannya memeluk ubuhku erat.
“AN...DREEEEEE.......OOOOGGGHHHH... AAAKKKKKKKKKKKK....” Lina menjerit keras dan sekejap terdiam. Tubuhnya bergetar hebat. Terasa di tongkolku denyutan memek Lina...sangat kuat. Berdenyut-denyut, seolah hendak memijit dan memaksa spermaku untuk segera mengguyur menyiram memek nya yang luar biasa becek.

Makin kuat kocokan tongkolku didalam memek Lina, makin kencang pula pelukannya. Nafas Lina tertahan, seolah tidak ingin kehilangan moment-moment indah menggapai puncak kenikmatan.
Karena denyutan memek Lina yang membuatku nikmat, ditambah rasa hangat karena guyuran lendir memeknya, aku pun tak tahan. Ditambah ekspresi wajahnya yang memandang wajahku dengan mata sayu namun tersirat kepuasan yang maat sangat.
“Ayo Ndree...keluarin pejuh kamu...keluarin dimemek ku....” Lina memohon.
“Kamu gak papa aku tumpahin pejuh di rahim kamu?” tanyaku sambil terengah-engah.
“No problem honey...aku safe kok....” sahut Lina. “C’mon honey..shot your sperm inside…c’mon honey….”

LIN……LINAAAA…..LINAAAAAAAA….ARGGGGGGHHHHH…” aku merasakan pejuhku mendesak. Kupercepat kocokanku, dan Lina juga mengencangkan otot memeknya, berharap agar aku cepet muncrat.
AAACCHHHHHHH………..” Jrrrrrooooooooootttt…..jrrrrooooooooottttt..jrrrroooooottttt…..tak kurang dari tujuh kali semprotan pejuhku. Banyak sekali pejuh yang kusemprotkan ke rahim Lina, sampai-sampai ia tersentak. Kubenamkan dalam-dalam tongkolku, hingga terasa kepalaku speerti memasuki liang kedua. Ah….ternyata tongkolku bisa menembus mulut rahimnya. Berarti pejuhku langsung menggempur rahimnya.
Ohhh…Ndrreee…enak sayang….nikmat, sayaaannggg…offffffghhhh……” Lina merintih lagi. “Uggghhh…hangat sekali pejuh kamu, Ndre…” ucap Lina.
Setelah beristirahat sejenak dengan menancapkan tongkolku dalam-dalam, secara mendadak kucabut tongkolku.
“Plllookkkkk….”

Kupandangi memek Lina yang masih membengkak dan merah dengan lubang menganga. Lina segera mengubah posisi duduknya dan…ceeerrrrrr……pejuhku meleleh. Segera saja jemari Lina meraih dan mengorek bibir memek nya, menjaga agar pejuhku tidak tumpah kesofa. Akibatnya, telapak tangan Linda belepotan penuh dengan pejuhku yang telah bercampur lendir memeknya. Dengan pejuh di telapak tangan kanannya, Lina menggunakan jari tangan kirinya, mengorek memek nya untuk membersihkan memek nya dari sisa pejuhku.
“Brani kamu telen lagi?” tantangku.
“Idih...siapa takut....” Lina balas menantangku. “Nih liat ya….”
Clep…dijilatnya telapak tangan yang penuh pejuhku…
“MMmmmm….slrrpppp….glek….aachhhh….” Lina nampak puas menikmati pejuh ditangannya.
“Hari ini kenyang sekali aku…sarapan pejuh kamu dua kali..hihihihi…” Lina tertawa geli.
“Tuh…masih ada sisanya ditangan. belum bersih.” Sahutku.
“Tenang, Ndre..sisanya buat...ini.” Sambil berkata begitu, Lina mengambil sebagian pejuhku dan mengusapkannya diwajahnya.
“Bagus lho buat wajah...biar tetep mulus...” sahut Lina sambil mengerling genit.
“Astagaaaa….kamu tuh, Lin…diem-diem ternyata…” kataku terkejut.
“Kenapa…? Kaget ya?”
“Diem-diem, muka alim..tapi kalo urusan birahi liar juga ya..”
“Ya iyalaaahhh..hare gene Ndre…orang enak kok ditolak.”
”Tau gitu tadi aku semprot di muka kamu aja ya..” sesalku
“Iya juga sih..sebenernya aku pengen kamu semprot. cuman aku dah gak bisa ngomong lagi...nahan enak sih..lagian aku pengen ngerasain semprotan pejuh kamu di memek ku.” Lina tersenyum
“Eh, Ndree...ssstttt...coba liat tuh...jailin yuk.....” ajak Lina

6100game

Ya ampuuunnnn...aku lupa bahwa aktivitasku tengah diamati Rina. Segera kulirik Rina, yang ternyata tanpa kami sadari tengah beraktivitas sendiri. Tangannya menggosok-nggosok sapndexnya, yang mulai membasah. Kulihat lekukan cameltoenya makin besar, lebih besar dari yang kulihat diruang tamu. Pertanda bahwa Rina juga telah dilanda birahi.

Lina mencolek tanganku, rupanya ia ingin mengerjai Rina. Aku setuju. Sambil berjingkat, aku dan Lina menghampiri Rina. Segera tangan Lina yang masih ada sisa pejuhku dioleskan kemuka dan bibir Rina.
“MMppphhhh…..fffggghhh…..” Rina sontak terkejut dan menghentikan aktivitasnya. “apaan nih…kok kayak bau pejuh…?”
“Udahlah Rin….aku tau kamu juga ikutan horny, ngeliat aku dientot sama mas Andree.” Lina tersenyum-senyum genit.
“AH…aku…eeehh….anuu….” Rina gelagapan kehabisan kata-kata.
“Rin…kalo kamu juga horny, gak papa kok…aku masih kuat.” Tantangku. “Tuh, kamu liat. Kontolku masih bisa bangun.”
Ya, walaupun sudah menyemprotkan amunisinya dua kali permainan, kontolku masih berdiri walaupun tak sekeras waktu ngentotin Lina. Malahan sekarang kontolku berdenyut dan mengangguk-angguk, seolah menyetujui usulku dan Lina.
“Tuhhh, Rin. Kontolku manggut manggut.” sahutku.
“Tapi nanti kalo Winda pulang gimana?” tanya Rina.
“Don’t worry, honey. Kalo memang kepergok, nanti aku bantu jelasin ke Winda.” Hibur Lina. “Soalnya, dulu-dulu aku pernah becandain Winda, gimana kalo sekali-sekali aku minjem tongkol suaminya.”
“Trus, Winda bilang apa?” Rina penasaran.
“Mmmm. dia sih gak bilang iya tapi juga gak bilang enggak.” jawab Lina. “Dia cuman ngomong, ya kalo kamu gak malu sama Andre, terserah kamu. Tapi kalo Andre ketagihan, resiko tanggung sendiri lho. Gitu kata Winda.”
“Oooo.....” Rina terbengong mendengar penjelasan Lina. Aku pun terperangah. Jadi......ternyata.....???? jangan-jangan mereka berdua memang sengaja kesini...atas suruhan Winda....

Gak pake lama segera kulumat bibir Rina yang mungil.
“Mmmpphhh…mmppfff……..aaahhhh…”Rina mendesah….”Andreee…puasin aku sayang……guyur aku dengan pejuhmu kayak Lina tadi….oooccchhhhh…..”
Aku terus melumat bibirnya..lehernya yang jenjang dan mulus…kujilat pula telinganya yang membuat Rina merinding dan tersengal-sengal. Ternyata salah satu titik rangsangannya ada di telinga.
Lina membantu melepaskan spandex Rina. Dan…oouuuwww…pantesan di selangkangan Rina terlihat seperti terbelah. Rupanya dia memakai G-String yang segitiganya hanya mampu menutupi itilnya. Selebihnya...terlihat bibir me meknya sudah membengkak kemerahan dan basah kuyup oleh lendirnya. Kulihat memek Rina sama dengan Lina…bersih dari bulu jembut, sehingga membuat kontolku langsung tegak mengeras lagi.
Lina turut membantu Rina melepaskan G-String, kaos dan Bhnya. Seolah Lina tak ingin Rina direpotkan oleh aktivitas lain yang mengurangi kenikmatan bercinta.
“Ohhh…Ndree,,,,sssshhhhh….hhhaaaaaarrrggghhh….mmmppphhhhh…..” Rina merintih-rintih sambil mennggelengkan kepalanya saat bibirku turun ke putingnya. Payudara Rina lebih kecil dari Lina, mungkin hanya 34B, dibandingkan milik Lina yang 36C. Putingnya berwarna coklat muda, tegak keras mengacung, seolah menantangku untuk segera melahapnya.
Dan…hap….kusedot putting kiri, sementara tangan kananku meremas payudara sebelah kanan dan memilin putingnya.
“Auuuccchhhh..Anddreeee…ampunnnn…amppuuuuuunnnnn…..” Rina berteriak menahan nikmat saat jari tangan kiriku menyusuri memeknya. Kumasukkan jari tengahku sambil jempolku menggosok itil Rina yang sangat keras.
“Rin…kontol Andre diusap dong…biar cepet keras…” ujar Lina. Segera tanpa diperintah dua kali, Rina segera meraih kontolku, mengusap dan mengocok bergantian.
“Uffff...Rina sayaaanng...akhirnya kontolku kena kamu yaaa...” aku merintih menahan nikmat. Ternyata Rina sangat terampil dalam urusan kocok mengocok, sehingga tak perlu waktu lama kontolku sudah sekeras kayu lagi, mengkilat kemerahan.
Tak sabar segera kubalikkan tubuh Rina, sehingga posisinya sekarang nungging didepanku. Lututnya bertumpu pada sofa panjang, sehingga punggungnya meliuk, menambah sexy posisinya saat itu. Dengan pantat membulat, tampak bibir memek Rina merekah merah dan berkilat licin oleh cairan birahinya. Tak tahan, kuserbu memek Rina, kujilat itilnya dan kukorek liangnya dengan jari-jariku.
“Arggghhh…Andreee….oohhhh….nik..mat…sss…sseekkk..kali……say….yaannnghhh….” Rina menjerit sambil tersengal. Napasnya memburu.
“Akk..kku…hammm..ppir sampai, honey…” Rina terus merintih. Ah…ternyata Rina tak sanggup bertahan lebih lama lagi. Terasa sekali dibibirku, suhu memek Rina makin panas, dan lendir cintanya bertambah banyak mengalir.
Segera saja kuarahkan batang kontolku yang menunggu giliran, merogok memek Rina.
“Ugghhhh……aaacccgghhhhhh…Andreeee………” pantat Rina tersentak menerima hunjaman kontolku yang begitu tiba-tiba. Nikmat sekali memek Rina. Meskipun sama-sama becek dan mampu berdenyut, aku merasakan sensasi lain dibandingkan memek Lina.
Makin lama makin terasa memek Rina berdenyut-denyut. Tak ada suara yang keluar dari bibir Rina, kecuali erangan dan rintihan. Kurasakan otot disekitar pantat dan selangkangannya mengejang dan tiba-tia Rina menekan pantatku sambil melolong....
“OOOOUUUWWWWWW….ANDREEEEEEE…..UUUUUUUFFFFGGGGHHHHHH…..”
Nafas Rina tertahan, dan kupercepat hujaman kontolku, seolah menyerbu memek Rina bertubi-tubi. Ahh…..betapa hangat lendir birahi yang mengalir, bahkan sampai meleleh membasahi pahaku dan paha Rina.
Rina tetap menggoyang-goyangkan pantatnya, sehingga membuatku makin bernafsu menggocek kontolku dalam memeknya yang becek namun sempit.
“C’mon honey...shot your sperm inside my mouth....,” Rina menoleh dan menatapku dengan mata sayu seolah memohon agar kusemprotkan spermaku dimulutnya.
“Ohhhhh....aaaawwwgghhh....Rinaaaaa...memek kamu kok ennnnaaakk bangethhh sssssiiiccchhh....,” aku meracau sambil terus memaju mundurkan pantatku. “Ngeliat pantat kamu yang bulet ..dddaannn...putih...eeegghhhh....bikinnhh....aakkk.....kkkuuuu....pengennnnhhhh
....ngecreettthhh.......aaarrrrggghhh....RIIINNAAAAAAAAAA......,” aku berteriak keras sambil mencabut tongkolku. Serta merta Rina meraih kontolku, mengocoknya sambil mengisap kepala dan batangnya.
“C’mon...ayo Ndreeee...keluarin pejuhmu.....”
“Aku pengen ngerasain pejuh kamu....”
Lina pun tak tinggal diam. Ia berbaring telentang dibawahku dan menjilat biji ku, seolah tau bahwa itu adalah daerah “mati” ku. Ya, aku paling gak tahan kalo biji ku dijilat.
AAAARRRGGGHHHH....LINAAAAAA....gila kamu....aaarrrghhhh.....nnnniiikk...mathhh..bangetttt.....”
“Aku gak tahan, Rinaaa...Linaaa....sayangku cintaku.....”
Dan.....crrroooooottt....crroooootttt.....
“Haeeppphh...eeelllppphhhhh....hhhmmmppphhhhh.....” suara dari mulut Rina. Tampak dia gelagapan menerima semburan spermaku, tak kurang dari 5 semburan kencang dan banyak...

“Aaaahhh.....ooouuffhh....auuww...ooouuww...udah Rin...udah...udah...jangan diisep teruss...gelllliiii.....” aku meringis kegelian karena Rina tetep mengisap tongkolku, seolah tak rela kalo pejuhku tak keluar tuntas. Seolah ingin menikmati pejuhku hingga tetes terakhir.

“Hmmm...udah puas kamu Rin?” tanya Lina sambil bibirnya mengecap-ngecap pejuhku yang menetes ke mukanya.
“Ahh...gila juga si Andre ya...” sahut Rina. “ memek ku rasanya penuh banget. Mana kontol dia panjang lagi. Berasa mentok di rahimku kayaknya.”
“Liang kamu gak dalem sih Rin,” timpalku. “Tapi asyik kok rasanya. Ternyata memek kalian sama2 gak dalem ya...”
“Thanks banget ya buat kamu berdua, udah mau bantuin aku,” ucapku.
“No problem, dear Andre,” sahut Rina dan Lina hampir bersamaan.
“Gimanapun, kamu kan suami sahabatku, boleh dong kalo saling bantu...” sahut Rina.
Kami pun bercanda sejenak sekedar melepaskan lelah. Dan sambil masih tetap bertelanjang, kupersilakan Rina dan Lina ke ruang makan untuk sekedar minum minuman segar. Kulirik, jam menunjukkan waktu pukul 11.37 siang, pertanda tak lama lagi istriku dan anak-anak akan segera datang. Mereka berdua pun segera membersihkan diri dari sisa-sisa lendir dan sperma yang membasahi memek maupun wajah mereka.

"Ok Ndree...aku pamit dulu ya...," Rina pamit sambil mengecup bibirku. "Daaa, sayang..."
"Mmmuuaachh...," Lina memagut bibirku lama, seolah tak mau kehilangan momen yang sangat dahsyat. "Bye, Ndre...," Lina juga berpamitan. "Salam buat Winda ya...tapi jangan bilang lho, kalo kamu habis bagi-bagi pejuh...xixixi.." Rina dan Lina cekikikan sambil berjalan keluar.
"Ok, hon...don't worry...thanks ya..." sahutku sambil melambaikan tangan dan mengantar mereka ke pagar.

Ah, betapa bahagianya aku, ternyata dua sahabat istriku tak keberatan olah sex denganku, yang selama ini hanya khayalanku, kini telah menjadi kenyataan.
Thanks buat Rina dan Lina...kuharap kalian gak bosen, karena akupun tak akan pernah bosan menikmati tubuhmu....



Tamat.



BACA JUGA !!!


6100game

SUHU DOMINO

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment

Petting Dengan Kakak

SUHU DOMINO SUHU DOMINO 6100game - Nama aku Dendi 18 tahun, aku dua bersaudara, aku anak kedua dimana kakakku perempuan berusia 4 tahun...