Service Full Dari Om dan Tanteku

Posted by SP on

SUHU DOMINO

6100game - Dina dan Ricky menyiapkan jamuan makan mewah, sebab masakan yang dipesan dari salah satu restoran mahal di bilangan Jakarta ini. Dengan mengenakan celana panjang coklat tua dan kaos berleher berwarna coklat muda, aku tiba di rumah mereka pukul 18 dan melihat Sita telah ada di sana. Ricky mengenakan celana panjang hitam dan hem biru muda bertangan pendek. Dina mengenakan gaun warna biru muda, seperti warna hem suaminya, agak ketat membungkus tubuhnya yang seksi, gaun itu tergantung di pundaknya pada dua utas tali, sehingga memperlihatkan sebagian payudaranya. Sita tak ubahnya seorang putri, memakai gaun berwarna merah muda, ketat menampilkan lekuk-lekuk tubuhnya yang menggairahkan, juga dengan belahan dada agak rendah dengan potongan setengah lingkaran. Keduanya seolah-olah ingin menunjukkan keindahan payudaranya di depanku dan Ricky untuk menyatakan payudara siapa yang paling indah. Payudara kedua perempuan itu memang tidak terlalu besar, tetapi cukup merangsang buatku. Milik Dina lebih kecil sedikit daripada milik Sita. Hal itu sudah kubuktikan sendiri ketika mencoba menelan payudara keduanya. Payudara Sita masih tersisa lebih banyak daripada payudara Dina, waktu kuisap sebanyak-banyaknya ke dalam mulutku.

Kami berempat duduk di ruang makan menikmati jamuan yang disediakan tuan rumah. Hidangan penutup dan buah-buahan segar membuat kami sangat menikmati jamuan tersebut.

Dari ruang makan, kami beranjak ke ruang keluarga. Dina menyetel musik klasik, sedangkan Ricky mengambil minuman bagi kami, ia menuangkan tequila buat Dina dan Sita, sedangkan untuknya dan aku, masing-masing segelas anggur Prancis, agak keras kurasa alkoholnya. Rona merah membayang pada wajah mereka bertiga, dan kupikir demikian juga denganku, akibat pengaruh minuman yang kami teguk. Percakapan kami yang semula ringan-ringan di seputar kerja dan kuliah Sita makin beralih pada hal-hal erotis, apalagi waktu Dina melihat ke arahku dan berkata, “Wah, pengaruh anggur Prancis sudah membangunkan makhluk hidup di paha Bagus. Lihat nggak tuh Sit?” Sita menengok ke bagian bawah tubuhku dan membandingkan dengan Ricky, “Lho, yang satu ini pun sudah mulai bangkit dari kubur, hi… hi….hi…”

Sita yang duduk di dekatku menyenderkan kepalanya pada bahu kananku. Dina mengajak suaminya berdiri dan berdansa mengikuti irama lagu The Blue Danube-nya Strauss. Entah pernah kursus atau karena pernah di luar negeri, mereka berdua benar-benar ahli melakukan dansa. Setelah lagu tersebut berlalu, terdengar alunan Liebestraum. Ricky melepaskan pelukannya pada pinggang Dina dan mendekati Sita, lalu dengan gaya seorang pangeran, meminta kesediaan Sita menggantikan Dina menemaninya melantai, sementara Dina mendekatiku.

Aku yang tak begitu pandai berdansa menolak dan menarik tangan Dina agar duduk di sampingku memandang suaminya berdansa dengan keponakannya. Rupanya Sita pun tidak jelek berdansa, meskipun tak sebagus Tantenya, ia mampu mengimbangi gerakan Ricky. Saat alunan lagu begitu syahdu, mereka berdua saling merapatkan tubuh, sehingga dada Ricky menekan payudara Sita. Di tengah-tengah alunan lagu, wajah Ricky mendekati telinga Sita dan dengan bibirnya, ia mengelus-elus rambut di samping telinga Sita dan dengan kedua bibirnya sesekali cuping telinga Sita ia belai. Tatapan Sita semakin sayu mendapati dirinya dipeluk Ricky sambil dimesrai begitu. Lalu bibir Ricky turun ke dagu Sita, menciumi lehernya. Kami dengar desahan Sita keluar dari bibirnya yang separuh terbuka. Lalu ia dengan masih berada pada pelukan Ricky di pinggangnya, mengarahkan ciuman pada bibir Ricky. Mereka berpagutan sambil berpelukan erat, kedua tangan Ricky melingkari pinggul Sita, sedangkan kedua tangan Sita memeluk leher Ricky. Permainan lidah mereka pun turut mewarnai ciuman panas itu.

Ricky lalu membuka gaun Sita hingga terbuka dan melewati kedua pundaknya jatuh ke lantai. Kini Sita hanya mengenakan kutang dan celana dalam berwarna merah muda. Tangan Sita ikut membalas gerakan Ricky dan membuka hemnya, kemudian kulihat jari-jarinya bergerak ke pinggang Ricky membuka ikat pinggang dan resleting celana Ricky. Maka terlepaslah celana Ricky, ia hanya tinggal memakai celana dalam. Lalu jari-jari Sita bergerak ke belakang tubuhnya, membuka tali kutangnya, hingga menyembullah keluar kedua payudaranya yang sintal. Keduanya masih saling berpelukan, melantai dengan terus berciuman. Namun tangan keduanya tidak lagi tinggal diam, melainkan saling meraba, mengelus; bahkan tangan Ricky mulai mengelus-elus bagian depan celana dalam Sita. Sita mendesah mendapat perlakuan Ricky dan mengelus-elus penis Ricky dari luar celana dalamnya, lalu dengan suatu tarikan, ia melepaskan pembungkus penis tersebut sehingga penis Ricky terpampang jelas memperlihatkan kondisinya yang sudah terangsang. Ricky mengarahkan penisnya ke vagina Sita dan melakukan tekanan berulang-ulang hingga Sita semakin liar menggeliatkan pinggulnya, apalagi ciuman Ricky pada payudaranya semakin ganas, dengan isapan, remasan tangan dan pilinan lidahnya pada putingnya. Sita terduduk ke karpet diikuti oleh Ricky yang kemudian meraih tubuh Sita dan membaringkannya di sofa panjang. Dengan jari-jari membuka celah-celah celana dalam Sita, mulutnya kemudian menciumi vagina Sita. Erangan Sita semakin meninggi berganti dengan rintihan. “Rick, ayo sayang ….. ooooohhhh …. Yahhh, gitu sayang, adddduhhhh … nikmat sekali ….. aaakkkhhhh …. ”

GAME POKER

6100game

Setelah beberapa saat mengerjai vagina Sita, Ricky berlutut dekat Sita dengan kaki kanan bertelekan di lantai, sedangkan kaki kirinya naik ke atas sofa, ia arahkan penisnya ke vagina Sita dari celah-celah celana dalam Sita. Lalu perlahan-lahan ia masukkan penisnya ke vagina Sita dan mulai melakukan tekanan, maju mundur, sehingga penisnya masuk keluar vagina Sita.

Dina yang duduk di sebelah kiriku terangsang melihat Ricky dan Sita, lalu mencium bibirku. Kubalas ciumannya dengan tak kalah hebat sambil mengusap-usap punggungnya yang terbuka. Dina memegangi kedua rahangku sambil menciumi seluruh wajahku, lidahnya bermain di sana-sini, membuat birahiku semakin naik, apalagi ketika lidahnya turun ke leherku dan dibantu tangannya berusaha membuka kaosku. Kuhentikan gerakannya meskipun ia membantah, “Ayo dong Gus?”

“Tenang sayang …. ” kucium bibirnya sambil menunduk dan dengan tangan kiri menahan lehernya, tangan kananku mengangkat kakinya hingga ia jatuh ke dalam boponganku dan kugendong menuju kamar tidur mereka. Kami tak pedulikan lagi Ricky dan Sita yang semakin jauh saling merangsang. Kurebahkan tubuhnya di ranjang dan kubuka seluruh pakaianku.

“Cepet banget Gus, udah sampai ke ubun-ubun ya sayang?” tanya menggoda sambil berbaring.

“Udah berapa minggu nich, kangen pada tubuhmu …” jawabku sambil mendekati dirinya.

Kembali kulabuhkan ciuman pada bibirnya sambil jari-jariku mengelus pundaknya yang terbuka sambil membukai kedua tali di pundaknya. Lidahku mencari payudaranya dan mengisap putingnya. Isapan mulutku pada putingnya membuat Dina mengerang dan menggelinjang, apalagi ketika sesekali kugigit lembut daging payudaranya dan putingnya yang indah, yang sudah tegang. Mungkin karena pengaruh minuman keras dan tontonan yang disajikan Sita dan Ricky barusan, kami berdua pun semakin liar saling mencium tubuh yang lain satu sama lain. Pakaian kami sudah terlempar kesana kemari. Ciuman bibir, elusan jari-jari dan bibir, remasan tangan, jilatan lidah menyertai erangan Dina dan aku. Kami berdua seolah-olah berlomba untuk saling memberikan kepuasan kepada yang lain. Apalagi ketika Dina menindih tubuhku dari atas dengan posisi kepala tepat pada pahaku dan mengerjai penisku dengan ganasnya. Vaginanya yang tepat ada di atas wajahku kuciumi dan kujilati, klitorisnya kukait dengan lidah dan kugunakan bibirku untuk mengisap klitoris yang semakin tegang itu. Setelah tak tahan lagi, Dina segera bangkit lalu menungging di depanku. Rupanya ia mau minta aku melakukan doggy style posisi yang sangat ia sukai. Dari ruang keluarga, kudengar rintihan Sita dan erangan Ricky. Mungkin mereka sudah semakin hebat melakukan persetubuhan.

Kuarahkan penisku ke vagina Dina. Kugesek-gesekkan kepala penis hingga ia kembali merintih, “Guuussss, jangan permainkan aku! Ayo masukin dong, aku nggak tahan lagi, sayaaaanngg!” pintanya.

Penisku mulai masuk sedikit demi sedikit ke dalam vaginanya. Kupegang pinggulnya dan memaju-mundurkan tubuhnya mengikuti alunan penis masuk keluar vaginanya. Sekitar lima menit kulakukan gerakan begitu, ia belum juga orgasme, begitu pula aku. Kemudian kuraba kedua payudaranya yang menggantung indah dari belakang. Kuremas-remas sambil merapatkan dadaku ke punggungnya. Ia mengerang, mendesah dan merintih. “Ahhhh ….. sshsshh, ouuughhhh, nikmatnyaaaa …… sayangkuuuuu. ….” Mendengar suaranya dan merasakan geliat tubuhnya di bawah tubuhku, membuatku makin terangsang. Lalu kutarik kedua tangannya ke belakang tubuhnya. Kupegang lengannya dengan sentakan kuat ke arah tubuhku hingga ia mendongakkan kepalanya. Kedua tangannya berusaha menggapai payudaranya dan meremas-remas payudaranya sendiri. Kami berdua kini dalam posisi bertumpu pada lutut masing-masing, agak berlutut, ia tidak lagi menungging, penisku membenam dalam-dalam ke vaginanya. Rintihan Dina semakin tinggi dan saat kuhentakkan beberapa kali penisku ke dalam vaginanya, ia menjerit, “Aaaaahhhhhh ….. oooooggghhh …..” Penisku terasa diguyur cairan di dalam. Aku tak kuat lagi menahan nafsuku dan menyusul dirinya mencapai puncak kenikmatan. Ia lalu menelungkup dengan aku menindih punggungnya yang sesekali masih memaju-mundurkan penisku di dalam vaginanya. Keringat bercucuran di tubuh kami, meskipun pendingan kamar itu cukup dingin ketika kami baru masuk tadi.

Kemudian kami berbaring berpelukan, aku terlentang sedangkan Dina merebahkan tubuhnya di atasku. Di ruang sana tak terdengar lagi suara Ricky dan Sita, mungkin mereka juga sudah orgasme. Tanpa sadar, aku tertidur, juga Dina. Aku terjaga ketika merasakan ciuman pada bibirku. Kubalas ciuman itu, tetapi aromanya berbeda dengan mulut Dina. Kubuka kelopak mataku, kulihat Sita masih telanjang membungkuk di atas tubuhku sambil menciumi aku. Mataku terbuka lebar sambil memagut bibirnya memainkan lidahku di dalam mulutnya, ia membalas perlakuanku hingga lidah kami saling berkaitan. Sedangkan Ricky kulihat mendekati Dina dan menciumi payudara istrinya. Dina menggeliat dan membalas ciuman dan pelukan suaminya. Tangannya mengarah ke bagian bawah tubuh Ricky meraih penis suaminya yang sudah melembek. Ia rabai dan kocok penis itu, hingga kuperhatikan mulai bangun kembali. Sita yang semula hanya menciumi bibirku dan memainkan lidahnya, menurunkan ciumannya dan mencari dadaku, di sana putingku diciumi dan digigitnya lembut. Lama-lama gigitannya berubah semakin buas, hingga membuatku merintih sakit bercampur nikmat, “Kenapa, sayang? Sakit ya?” tanyanya menghentikan permainannya sambil menatapku. Aku menggelengkan kepala dan memegang kepalanya agar kembali meneruskan ulahnya. Lidahnya kembali terjulur dan bermain di putingku bergantian kiri dan kanan. Setelah itu, ia turunkan ciumannya ke penisku yang masih ada sisa-sisa sperma dan cairan vagina Dina. Ia lumat dan masukkan penisku ke dalam mulutnya. Penis yang sudah lembek itu kembali tegang mendapat perlakuan mulutnya. Tangannya memegang pangkal penisku melakukan gerakan mengocok. Bibirnya dan lidahnya juga bermain di testisku dan “Uuuuhhhh ….” aku mendesah, sebab kini lidahnya menjilati analku tanpa rasa jijik sedikit pun. Setelah itu kembali mulutnya bermain di testisku dan memasukkan kedua testis itu bergantian ke dalam mulutnya. Sedotan mulutnya membuat birahiku kembali muncul. Sementara rintihan Dina kembali terdengar. Kuintip mereka, Ricky kini menciumi paha istrinya, sama seperti perbuatan Sita padaku.

Sita melihat penisku makin tegang, tetapi kemudian ia melangkah ke bufet kecil di samping ranjang. Tak lama kemudian ia kembali ke ranjang sambil memegang dildo berwarna merah di tangannya. Penis buatan itu memiliki tali yang kemudian ia ikatkan ke pinggangnya sehingga kini Sita terlihat seperti seorang laki-laki, tetapi memiliki payudara.

Ricky masih terus menciumi paha isterinya ketika Sita memegang rambut Ricky dan meminta Ricky menciumi payudara isterinya, sedangkan penis buatan sudah ia arahkan ke vagina Dina. Ricky menoleh sekilas ke arah Sita, tetapi ia tidak menolak dan meremas-remas payudara istrinya sambil menciumi dan memilin putingnya. Desahan Dina semakin kuat disertai geliat tubuhnya, apalagi saat dildo Sita mulai memasuki vaginanya yang kembali basah. Sita kemudian memaju-mundurkan tubuhnya hingga dildo itu masuk keluar vagina Dina. Dina mengerang dan meracau dengan tatapan mata sayu. Kudekati wajahnya dan kupagut bibirnya sambil turut membelai payudaranya membantu suaminya yang masih terus meremas dan menciumi payudaranya.

Beberapa saat dengan posisi itu, membuat Dina kembali naik birahi. Sita kemudian membalikkan tubuhnya ke samping sambil memegangi pinggang Dina agar mengikuti gerakannya. Aku membantu gerakannya dan menggeser tubuh Dina hingga kini berada di atas tubuh Sita dengan dildo Sita yang tetap menancap pada vagina Dina. Dina yang ada di atas Sita kini, menduduki perut Sita sambil melakukan gerakan seakan-akan sedang menunggang kuda. Desahan Dina semakin kuat sebab dildo itu benar-benar masuk hingga pangkalnya ke dalam vaginanya. Sita tidak banyak bergerak, hanya pasif, tetapi jari-jarinya bermain di sela-sela vagina Dina merangsang klitoris Dina. Aku memeluk Dina dari belakang punggungnya, sedangkan Ricky dari arah depan tubuh Dina meremas-remas dan sesekali menciumi dan menjilati payudara Dina.

“Gus, masih ada lubangku yang nganggur, ayo sayangg….. oooohhhh, nikmatnya” desahnya memohon.

Aku menyorong tubuh Dina agar rebah di atas tubuh Sita, lalu kusentuh lubang analnya. Kubasahi dengan sedikit ludah bercampur cairan vaginanya sendiri. Lalu setelah cukup pelumas, kumasukkan penisku ke dalam analnya. Kugerakkan penisku maju mundur, sedangkan Dina dan Sita saling berciuman, dan Ricky meremas-remas payudara kedua perempuan itu bergantian. Rintihan kedua perempuan itu semakin kuat terdengar.

Mungkin karena merasa tindihan dua tubuh di atasnya agak berat, Sita agak megap-megap kulihat, sehingga kuajak mereka berdua melakukan gerakan ke samping. Aku kini berbaring terlentang. Penisku yang tegang dipegangi tangan Dina dan diarahkannya masuk ke dalam analnya sambil merebahkan tubuhnya terlentang di atasku. Lalu Sita kembali berada di atas tubuh Dina memasukkan dildo pada pangkal pahanya ke dalam vagina Dina. Gerakan Sita kini aktif, berganti dengan aku yang pasif pada anal Dina. Tak lama kemudian Dina orgasme disertai rintihan panjangnya. Kupeluk ia dari bawah, sedangkan bibirnya diciumi oleh Sita dengan ganasnya. Ricky masih terus meremas-remas payudara kedua perempuan itu. Lalu Sita mencabut penis buatan dari vagina Dina dan berbaring di sampingku, sementara Ricky meletakkan tubuhnya di samping Sita sambil memeluk tubuh Sita dan mencium bibirnya.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Dina bangun dari atas tubuhku dan membuka tali yang mengikat dildo pada pinggang Sita.

Diperlakukan seperti tadi, rupanya membuat Dina juga ingin mencoba apa yang dilakukan oleh Sita terhadap dirinya. “Mas, Gus, pegangi tangan dan kaki Sita. Yuk buruan, jangan berikan kesempatan buat dia!” katanya memerintah kami berdua. Sita yang masih kecapekan karena mengerjai Dina tadi mencoba meronta-ronta ketika tanganku memegangi kedua tangannya dan membentangkan lebar-lebar, sedangkan Ricky memegangi kedua telapak kakinya sehingga kedua paha dan kakinya terbentang lebar. “Ah, Tante curang, masak pake pasukan mengeroyok ponakannya …” katanya protes.

“Biarin, abis ponakan nakal kayak gini. Masak Tantenya dihabisi kayak tadi?” gurau Dina sambil berlutut di antara kedua paha Sita. Ia lalu menundukkan wajahnya menciumi dan menjilati vagina Sita. Sita benar-benar tidak bisa berkutik, meskipun ia menggeliat-geliat, apalah artinya, sebab tangan dan kakinya dipegangi oleh dua lelaki dengan kuatnya. Puas menciumi vagina Sita, Dina mengangkangkan pahanya di luar paha Sita, lalu menujukan dildo pada pahanya ke dalam vagina Sita. Setelah dildo tersebut masuk, kedua pahanya bergerak ke arah dalam ke bawah kedua paha Sita, sehingga kedua paha Sita semakin rapat mengunci dildo yang sudah masuk dengan mantap ke dalam vaginanya. Sedangkan di bawah, kedua tungkainya mengunci kedua tungkai Sita. Kini tanpa dipegangi oleh tangan Ricky pun, kaki Dina sudah mengunci paha dan kaki Sita dengan ketatnya. Mulut Dina mengarah pada payudara Sita dan melumat habis kedua payudara keponakannya. Sedangkan aku, sambil membentangkan kedua tangan Sita, mencium bibirnya dan memasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Sesekali kuangkat wajahku dan berciuman dengan Dina.

Erangan Sita yang tak menduga serangan Tantenya semakin dahsyat, terdengar semakin berubah menjadi rintihan. Apalagi Tantenya semakin cepat menggerakkan dildo ke dalam vaginanya. Beberapa kali ia malah menghentakkan dalam-dalam dildo tersebut ke vagina Sita. Mungkin karena sudah sering melihat bagaimana gerakan penis suaminya atau penisku masuk keluar vaginanya, ia pun tergoda untuk melakukan aksi serupa. Cuma sekitar lima menit diserang begitu, Sita tak kuasa lagi bertahan, ia merintih lirih, “Tante Dinnnnaaaaa, aku dapet ….. aaahhhhhh …… nikmattt …… sssshhhhh .…… ooouuugghhh ….. aaaakkkhhh.”

Dina masih terus merojok vagina Sita, hingga Sita memaksaku melepaskan kedua tangannya dan menolakkan tubuh Tantenya, “Tante, udah dong, bisa pecah ntar memek ku!! Ahhh … sadis deh Tante!!” katanya. Kami tertawa mendengar kalimatnya, sebab tahu mana mungkin pecah vaginanya dengan alat yang mirip penisku dan penis Ricky. Dina merebahkan tubuh di samping Sita seraya mencium bibir Sita dengan lembut. Keduanya berciuman agak lama dan kembali berbaring terlentang berdampingan. Aku dan Ricky mengambil tempat di samping mereka berdua.

Setelah itu, Dina memintaku menyetubuhinya dengan posisi ia di atas dan aku berbaring di bawah, kemudian ia minta lagi Sita untuk memakai penis buatan tadi ke dalam analnya lalu meminta penis suaminya untuk ia lumat habis-habisan. Sita yang ingin membalas perbuatan Tantenya, tidak menolak. Dengan cepat diikatkannya tali dildo itu dan menyerang anal Tantenya. Rintihan Dina kembali terdengar di sela-sela lumatan bibir dan mulutnya pada penis suaminya. Ricky masih mau diperlakukan demikian beberapa kali, tetapi mungkin karena tak tahan melihat ada vagina menganggur, ia kemudian mendekati bagian bawah tubuh kami dan kulihat mengusap-usap pantat Sita. Lalu ia memasukkan penisnya ke dalam vagina Sita. Empat tubuh telanjang berkeringat kini saling bertindihan. Ricky paling atas menyetubuhi Sita, sementara Sita dengan dildo-nya mengerjai vagina Dina, dan aku paling bawah mengerjai anal Dina dengan penisku yang tegang terus. Sprey ranjang sudah acak-acakan oleh tingkah kami berempat, tapi kami tak peduli lagi pada kerapihan.

6100game

Masih dengan napas tersengal-sengal, Sita membisikkan sesuatu ke telinga Ricky. Ricky yang sudah melepaskan dirinya dari tubuh Sita, memeluk tubuh istrinya melepaskan analnya dari hunjaman penisku. Sita kemudian mendekati aku dan berbisik, “Gus, kita kerjai Tante lagi yuk? Sekarang coba masukin penis kalian berdua ke memek nya, ntar aku bantu dengan dildo pada analnya.”

Wah ide yang unik, pikirku sambil mengangguk. Kemudian kuraih tubuh Dina, “Ada apa sich Gus, aku masih capek sayang!” Tapi penolakannya tak kuhiraukan. Kutarik tubuhnya rebah menelungkup di atas tubuhku sambil menggenggam penis yang kuarahkan pada vaginanya. Dasar vaginanya masih merekah, dengan mudahnya penisku melesak ke dalam, membuatnya kembali mendesah. Tak lama kemudian, Dicky mendekati kami dan mengarahkan penisnya ke dalam vagina Dina. Penisku yang masih berada di dalam vagina Dina, bergesekan dengan penis Ricky yang mulai menyeruak masuk keluar ke dalam. Mata Dina yang tadinya sayu mendapat seranganku, membeliak merasakan nikmat akibat dimuati dua penis pada vaginanya. Ia tak kuasa melawan walaupun semula merasa vaginanya begitu padat dimasuki dua penis sekaligus.

Kemudian kulihat Sita memperbaiki letak dildo yang masih ia kenakan. Lalu dengan hati-hati ia menempatkan dirinya di antar tubuh Ricky dan pantat Dina. Ricky memberikan ruang gerak padanya dengan mencondongkan tubuhnya ke arah belakang dan menahan berat badannya dengan kedua tangannya, sehingga Sita bebas memasukkan dildo ke dalam anal Dina. Aku dan Ricky menghentikan gerakan dengan tetap membiarkan kedua penis kami berada di dalam vagina Dina. Begitu dildo Sita masuk ke dalam analnya, Ricky mulai menggerakkan penisnya lagi, merasakan gerakan itu, aku mengikuti irama mereka berdua. Rintihan DIna meninggi saat dildo Sita memasuki analnya bersamaan dengan kedua penis kami. Kututup rintihannya dengan mencium bibir Dina. Ia memagut bibirku dengan kuat, bahkan sempat menggigit bibirku dan mengisap lidahku kuat-kuat. Mungkin pengaruh desakan dua penis sekaligus pada vaginanya dan penis buatan pada analnya, membuat Dina melayang-layang mencapai puncak kenikmatan yang lain dari biasanya.

Ia tidak lagi mengerang atau mendesah, melainkan merintih-rintih dan bahkan sesekali menjerit kuat. “Auuuhhh …. Ooooohhhhh …. gila ….. kalian bertiga benar-benar gila! Uuuukhhhh ….. sssshhhhh ….. aakkkkhhhh …..” rintihnya sambil menggeliat-geliatkan tubuhnya menerima serangkan kami bertiga. Pagutan bibirku menutup rintihannya dengan lilitan lidah yang menjulur memasuki rongga mulutnya. Sita merapatkan tubuhnya ke punggung Tantenya dan kedua tangannya bergerak meremas-remas kedua payudara Tantenya. Dina merintih menikmati serangan di sekujur tubuhnya terutama pada bagian-bagian vitalnya. Entah sudah berapa puluh kali penisku dan penis Ricky bergerak masuk keluar vagina Dina dan analnya dirojok dildo Sita. Sementara kedua tangan Ricky masih menyangga tubuhnya, ia tak bisa berbuat apa-apa walaupun kulihat beberapa kali mencoba meraih punggung Sita untuk meremas-remas kedua payudaranya dari belakang, tapi posisinya tidak menguntungkan. Ia kemudian memusatkan pikiran pada gerakan penisnya yang semakin cepat kurasakan bergesekan dengan penisku di dalam vagina Dina yang sudah semakin becek.

Rintihan Dina semakin tinggi berubah menjadi jeritan. Ia memekik-mekik nikmat, ketika mencapai orgasme. Ricky menyusul menghentakkan penisnya kuat-kuat ke dalam vagina istrinya, tapi kedua tangan Dina menahan pantat suaminya, agar tetap melabuhkan penisnya di dalam vaginanya. Ia seakan tidak rela penis kami keluar dari vaginanya, meskipun ia sudah orgasme. Tak lama kemudian, suaminya menyerah, mencabut penisnya.

Aku masih bertahan dan meminta Sita berbaring dengan Tantenya terlentang di atas tubuhnya dan dildo yang dipakainya ia masukkan ke anal Dina, sementara aku menancapkan penisku ke vagina Dina. Meskipun Sita berada di bawah tubuh Tantenya, tubuh Dina kupegangi agar tidak membebani Sita. Kuraih pundaknya agar merapat ke tubuhku. Tangan Dina bermain di kedua payudara Sita sambil menikmati hunjaman dildo Sita pada analnya dan penisku pada vaginanya yang barusan sudah mencapai kenikmatan. Ricky berbaring di sisi Sinta sambil membantu Dina membelai dan meremas-remas payudara Sita dan sesekali mencium bibir Sita. Tangan Ricky bermain di bagian bawah tubuh Sita, rupanya ia mengorek-ngorek vagina Sita, hingga gadis itu tidak hanya menancapkan dildo ke vagina Tantenya, tetapi juga menaiki anak tangga kepuasan oleh permainan tangan Ricky.

Sita menggeliat-geliat di bawah dengan dildo­-nya menancap dengan dalam pada vagina Dina, sambil menikmati ulah jari-jari Ricky pada vaginanya. Rintihan Sita semakin kuat bercampur dengan jeritan Dina yang kuserang habis-habisan dengan gerakan sekuat-kuatnya dan sedalam-dalamnya membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Ia menjerit-jerit seperti waktu penis suaminya bersama penisku masih berada di vaginanya. Penisku kupegangi dan kutekan kanan kiri merambah, mengeksplorasi dinding vaginanya dan menarik tanganku hingga penisku masuk hingga pangkalnya. Jari-jariku mencari klitorisnya dan membelai-belainya sedemikian rupa hingga ia tak berhenti memekik.

Sekujur tubuh Dina bersimbah peluh dan kuperhatikan ada tetesan air keluar dari matanya turun ke pipi. Rupanya saking nikmatnya multiorgasme yang ia rasakan, tanpa terasa air matanya menetes. Tentu saja air mata bahagia. Kukecup kelopak matanya menciumi air matanya dan bibirku turun ke bibirnya, melakukan kecupan yang liar dan panas.

“Ooooooooogggghhhhhhhh ….. Gussssss ……. Uuuhhh ……. Ssssshhhhh …. Sitaaaaa …… nikmatnyaaaaaahhhhhhh …… Aaaahhhhhh!!!” teriakannya terdengar begitu kuat sambil menekankan vaginanya kuat-kuat ke penisku.

Seperti biasanya kalau ia mencapai orgasme yang luar biasa, air seninya ikut muncrat bersamaan dengan cairan vaginanya. Semprotan cairannya membasahi penisku, sela-sela paha Sita dan sprey di bawah kami. Mulutnya menolak mulutku dan menggigit pundakku hingga terasa giginya menghunjam agak perih di kulitku.

Dari bawah kulihat Sita juga semakin kuat menekan dildo ke anal Dina. Sita pun merintih, “Tanteeeee ….. aku …. juga dapeetttt nicchhhh ….. oooohhh, jari-jarimu lincah benar Oooommmm …..” pujiannya keluar memuji perbuatan Ricky terhadap dirinya. Ricky mencium bibir Sita dan mengelus-elus payudaranya.

Terakhir, aku menghentakkan penisku sedalam-dalamnya dan sambil mengerang nikmat, muncratlah spermaku memasuki vagina Dina. Kutarik tubuh Dina berbaring di atas tubuhku yang berbaring terlentang, sedangkan Sita memeluk Ricky yang menindih tubuhnya sambil terus berciuman dan memasukkan jari-jarinya sedalam-dalamnya ke dalam vagina Sita yang pahanya sudah merapat satu sama lain dan menjepit jari-jari dan tangan Ricky dengan kuatnya.

Napas Dina, Sita dan aku yang terengah-engah semakin mereda sambil mencari posisi yang enak untuk berbaring. Kuamati payudara kedua perempuan itu sudah merah di sana-sini, akibat ciuman dan gigitan Ricky, aku dan mereka berdua satu sama lain. Pundakku yang perih akibat gigitan Dina tadi, diciuminya dengan lembut seraya minta maaf, “Gus, maaf ya, jadi kejam gini sama kamu, abis nggak tau lagi sih mau ngapain. Yah udah, pundakmu jadi sasaran mulut dan gigiku.” Kuelus-elus rambutnya sambil berkata, “Tak apa, sayang. Ntar juga cepat sembuh koq, apalagi sudah kau obati dengan ludahmu.”

Setelah itu, kami berempat terbaring nyenyak setelah beberapa jam main tak henti-hentinya. Kami baru bangun ketika matahari sudah naik tinggi dan jarum jam dinding menunjuk pukul 11.00 WIB. Kami mandi berempat di kamar mandi. Bathtub yang biasanya hanya dimuati satu atau dua tubuh orang dewasa, kini menampung tubuh kami berempat yang sambil berciuman, menggosok, meraba dan meremas satu sama lain, tetapi karena tenaga kami sudah terkuras habis, kami tak main lagi pagi itu. Namun siangnya, usai makan, Sita sempat memintaku untuk main lagi dengannya. Ricky dan Dina, sambil tertawa-tawa dan memberi komentar, hanya menonton keponakan mereka main denganku di karpet ruang keluarga mereka. Sita seolah tak kenal lelah, tidak cukup hanya meminta vaginanya kukerjai, tetapi juga analnya, baik dengan posisi terlentang dengan kedua kakinya kubentang lebar maupun dengan posisi ia menungging dan kutusuk dari belakang. Jika kuhitung, ada sekitar tiga kali lagi ia orgasme, sementara aku hanya sekali, tetapi untungnya penisku tetap bisa diajak kompromi untuk terus main melayani permintaannya. Tepukan tangan Ricky dan Dina memuji kekuatan kami berdua mengakhiri persetubuhan kami berdua, lalu Dina membersihkan penisku yang dilelehi cairan vagina dan anal Sita serta spermaku, sedangkan Ricky membaringkan tubuh Sita di sofa panjang dan membersikan vaginanya dengan bibir dan lidahnya. Pelayanan kedua suami istri itu benar-benar luar biasa terhadap keponakannya, Sinta dan aku.



Tamat.




BACA JUGA !!!

6100game

SUHU DOMINO

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment

Petting Dengan Kakak

SUHU DOMINO SUHU DOMINO 6100game - Nama aku Dendi 18 tahun, aku dua bersaudara, aku anak kedua dimana kakakku perempuan berusia 4 tahun...