Pembantu Plus-Plus

Posted by SP on

SUHU DOMINO

6100game - Bermula dari ditinggal istri kabur karena aku ketahuan mencari daun muda, akhirnya terjadilah cerita ini, antara aku dengan Nengsih, pembantu baruku yang lugu..

Namaku Maul. Aku bekerja di sebuah instansi pemerintahan di kota, selain itu juga aku memiliki sebuah usaha wiraswasta. Sebetulnya aku sudah menikah, bahkan rasanya istriku tahu akan hobiku mencari daun-daun muda untuk “obat awet muda”. Dan memang pekerjaanku menunjang untuk itu, baik dari segi koneksi maupun dari segi finansial. Namun semenjak istriku tahu aku memiliki banyak sekali simpanan, suatu hari ia meninggalkanku tanpa pamit. Biarlah, malah aku bisa lebih bebas menyalurkan hasrat.

Karena pembantu yang lama keluar untuk kawin di desanya, aku terpaksa mencari penggantinya di agen penyalur pembantu. Bukan saja karena berbagai pekerjaan rumah terbengkalai, juga rasanya kehilangan “obat stress”. Salah seorang calon yang menarik perhatianku bernama Nengsih, baru berusia (hampir) 16 tahun, berwajah cukup manis, dengan lesung pipi. Matanya sedikit sayu dan bibirnya kecil seksi. Seandainya kulitnya tidak sawo matang (meskipun bersih dan mulus juga), dia sudah mirip-mirip artis sinetron. Meskipun mungil, bodinya padat, dan yang terpenting, dari sikapnya aku yakin pengalaman gadis itu tidak sepolos wajahnya. Tanpa banyak tanya, langsung dia kuterima.

Dan setelah beberapa hari, terbukti Nengsih memang cukup cekatan mengurus rumah. Namun beberapa kali pula aku memergokinya sedang sibuk di dapur dengan mengenakan kaos ketat dan rok yang sangat mini. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, aku mendekat dari belakang dan kucubit paha gadis itu. Nengsih terpekik kaget, namun setelah sadar majikannya yang berdiri di belakangnya, ia hanya merengut manja dan disinilah awal cerita kami dimulai.

Sore itu sepulang kerja aku kembali dibuat melotot disuguhi pemandangan yang ‘menegangkan’ saat Nengsih yang hanya berdaster tipis menungging sedang mengepel lantai, pantatnya yang montok bergoyang kiri-kanan. Tampak garis celana dalamnya membayang di balik dasternya. Tidak tahan membiarkan pantat seseksi itu, kutepuk pantat Nengsih keras-keras.

“Ngepel atau nyanyi dangdut sih? Goyangnya kok merangsang sekali!” Nengsih terkikik geli mendengar komentarku, dan kembali meneruskan pekerjaannya. Dengan sengaja pantatnya malah digoyang semakin keras.

Geli melihat tingkah Nengsih, kupegang pantat gadis itu kuat-kuat untuk menahan goyangannya. Saat Nengsih tertawa cekikikan, jempolku sengaja mengelus selangkangan gadis itu, menghentikan tawanya. Karena diam saja, perlahan kuelus paha Nengsih ke atas, menyingkapkan ujung dasternya. ”Eh… Ndoro… jangan..!” cegah Nengsih lirih.
“Nggak pa-pa, nggak usah takut, Nduk..!”
“Jangan, Ndoro… malu… jangan sekarang..!”
Dengan tergesa Nengsih bangkit membereskan ember dan kain pel, lalu bergegas menuju ke dapur.

Malam harinya lewat intercom aku memanggil Nengsih untuk memijat punggungku yang pegal. Seharian penuh bersidang memang membutuhkan stamina yang prima. Agar tenagaku pulih untuk keperluan besok, tidak ada salahnya memberi pengalaman pada orang baru.

Gadis itu muncul masih dengan daster merah tipisnya sambil membawa minyak gosok. Nengsih duduk di atas ranjang di sebelah tubuhku.
Sementara jemari lentik Nengsih memijati punggung, kutanya, “Nduk, kamu sudah punya pacar belum..?”
“Disini belum Ndoro…” jawab gadis itu.
“Disini belum..? Berarti di luar sini sudah..?”
Sambil tertawa malu-malu gadis itu menjawab lagi, “Dulu di desa saya pernah, tapi sudah saya putus.”
“Lho, kenapa..?”
“Habis mau enaknya saja dia.”
“Mau enaknya saja gimana..?” kejarku.
“Eh… itu, ya… maunya ngajak gituan terus, tapi kalau diajak kawin nggak mau.”

Aku membalikkan badan agar dadaku juga turut dipijat.
“Gituan gimana? Memangnya kamu nggak suka..?”
Wajah Nengsih memerah, “Ya… itu… ngajak kelonan… tidur telanjang bareng…”
“Kamu mau aja..?”
“Ih, enggak! Kalau cuma disuruh ngemut burungnya saja sih nggak pa-pa. Mau sampai selesai juga boleh. Tapi yang lain Nengsih nggak mau..!”
Aku tertawa, “Lha apa nggak belepotan..?”
“Ah, enggak. Yang penting Nengsih juga puas tapi tetep perawan.”

Aku semakin terbahak, “Kalau kamu juga puas, terus kenapa diputus..?”
“Abis lama-lama Nengsih kesel! Nengsih kalau diajak macem-macem mau, tapi dia diajak kawin malah main mata sama cewek lain! Untung Nengsih cuma kasih emut aja, jadi sampai sekarang Nengsih masih perawan.”
“Main emut terus gitu apa kamu nggak pengin nyoba yang beneran..?” godaku.
Wajah Nengsih kembali memerah, “Eh… katanya sakit ya Ndoro..? Terus bisa hamil..?”

Kini Nengsih berlutut mengangkangi tubuhku sambil menggosokkan minyak ke perutku. Saat gadis itu sedikit membungkuk, dari balik dasternya yang longgar tampak belahan buah dadanya yang montok alami tanpa penopang apapun.
Sambil tanganku mengelus-elus kedua paha Nengsih yang terkangkang, aku menggoda, “Kalau sama Ndoro, Nengsih ngasih yang beneran atau cuma diemut..?”
Pipi Nengsih kini merah padam, “Mmm… memangnya Ndoro mau sama Nengsih? Nengsih kan cuma pembantu? Cuma pelayan?”
“Nah ini namanya juga melayani. Iya nggak?”
Nengsih hanya tersenyum malu.

“Aaah! Itu kan cuma jabatan. Yang penting kan orangnya..!”
“Ehm.., kalau hamil gimana..?”
“Jangan takut Nduk, kalau cuma sekali nggak bakalan hamil. Nanti Ndoro yang tanggung jawab..”
Meskipun sedikit ragu dan malu, Nengsih menuruti dan menanggalkan dasternya.

Sambil meletakkan pantatnya di atas pahaku, gadis itu dengan tersipu menyilangkan tangannya untuk menutupi kemontokan kedua payudaranya. Untuk beberapa saat aku memuaskan mata memandangi tubuh montok yang nyaris telanjang, sementara Nengsih dengan jengah membuang wajah. Dengan tidak sabaran kutarik pinggang Nengsih yang meliuk mulus agar ia berbaring di sisiku.

Seumur hidup mungkin baru sekali ini Nengsih merasakan berbaring di atas kasur seempuk ini. Langsung saja kusergap gadis itu, kuciumi bibirnya yang tersenyum malu, pipinya yang lesung pipi, menggerayangi sekujur tubuhnya dan meremas-remas kedua payudaranya yang kenyal menggiurkan. Puting susunya yang kemerahan terasa keras mengacung. Kedua payudara gadis itu tidak terlalu besar, namun montok pas segenggaman tangan. Dan kedua bukit itu berdiri tegak menantang, tidak menggantung. Gadis desa ini memang sedang ranum-ranumnya, siap untuk dipetik dan dinikmati.

“Mmmhh… Oh! Ahhh! Oh… Ndorooo… eh.. mmm… burungnya… mau Nengsih emut dulu nggak..?” tanya gadis itu diantara nafasnya yang terengah-engah.
“Lepas dulu celana dalam kamu Nduk, baru kamu boleh emut.”
Tersipu Nengsih bangkit, lalu memelorotkan celana dalamnya hingga kini gadis itu telanjang bulat. Perlahan Nengsih berlutut di sisiku, meraih kejantananku dan mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Sambil menyibakkan rambutnya, gadis itu sedikit terbelalak melihat besarnya kejantananku. Mungkin ia membayangkan bagaimana benda berotot sebesar itu dapat masuk di tubuhnya.

Aku segera merasakan sensasi yang luar biasa ketika Nengsih mulai mengulum kejantananku, memainkan lidahnya dan menghisap dengan mulut mungilnya sampai pipinya ‘kempot’. Gadis ini ternyata pintar membuat kejantananku cepat gagah.
“Ehm… srrrp… mmm… crup! Ahmm… mmm… mmmh..! Nggolo (ndoro)..! Hangang keyas-keyas (jangan keras-keras)..! Srrrp..!”
Gadis itu tergeliat dan memprotes ketika aku meraih payudaranya yang montok dan meremasinya. Namun aku tak perduli, bahkan tangan kananku kini mengelus belahan pantat Nengsih yang bulat penuh, terus turun sampai ke bibir kemaluannya yang masih jarang-jarang rambutnya. Maklum, masih perawan.

SUHU DOMINO

6100game

Gadis itu tergelinjang tanpa berani bersuara ketika jemariku menyibakkan bibir kemaluannya dan menelusup dalam kemaluannya yang masih perawan. Merasa kejantananku sudah cukup gagah, kusuruh Nengsih mengambil pisau cukur di atas meja, lalu kembali ke atas ranjang. Tersipu-sipu gadis perawan itu mengambil bantal berusaha untuk menutupi ketelanjangannya.

Malu-malu gadis itu menuruti perintah majikannya berbaring telentang menekuk lutut dan merenggangkan pahanya, mempertontonkan rambut kemaluannya yang hanya sedikit. Tanpa menggunakan foam, langsung kucukur habis rambut di selangkangan gadis itu, membuat Nengsih tergelinjang karena perih tanpa berani menolak. Kini bibir kemaluan Nengsih mulus kemerahmerahan seperti kemaluan seorang gadis yang belum cukup umur, namun dengan payudara yang kencang.

Dengan sigap aku menindih tubuh montok menggiurkan yang telanjang bulat tanpa sehelai benang pun itu. Tersipu-sipu Nengsih membuang wajah dan menutupi payudaranya dengan telapak tangan. Namun segera kutarik kedua tangan Nengsih ke atas kepalanya, lalu menyibakkan paha gadis itu yang sudah mengangkang. Pasrah Nengsih memejamkan mata menantikan saatnya mempersembahkan keperawanannya.

Gadis itu menahan nafas dan menggigit bibir saat jemariku mempermainkan bibir kemaluannya yang basah terangsang. Perlahan kedua paha mulus Nengsih terkangkang semakin lebar. Aku menyapukan ujung kejantananku pada bibir kemaluan gadis itu, membuat nafasnya semakin memburu. Perlahan tapi pasti, kejantananku menerobos masuk ke dalam kehangatan tubuh perawan Nengsih. Ketika selaput dara gadis manis itu sedikit menghalangi, dengan perkasa kudorong terus, sampai ujung kejantananku menyodok dasar liang kemaluan Nengsih. Ternyata kemaluan gadis ini kecil dan sangat dangkal masih perawan. Kejantananku hanya dapat masuk seluruhnya dalam kehangatan keperawanannya bila didorong cukup kuat sampai menekan dasar kemaluannya. Itu pun segera terdesak keluar lagi.

Nengsih terpekik sambil tergeliat merasakan pedih menyengat di selangkangannya saat kurenggutkan keperawanan yang selama ini telah dijaganya baik-baik. Tapi gadis itu hanya berani meremas-remas bantal di kepalanya sambil menggigit bibir menahan sakit. Air mata gadis itu tak terasa menitik dari sudut mata, mengaburkan pandangannya. Nengsih merintih kesakitan ketika aku mulai bergerak menikmati kehangatan kemaluannya yang serasa ‘megap-megap’ dijejali benda sebesar itu. Namun rasa sakit dan pedih di selangkangannya perlahan tertutup oleh sensasi geli-geli nikmat yang luar biasa.

Tiap kali kejantananku menekan dasar kemaluannya, gadis itu tergelinjang oleh ngilu bercampur nikmat yang belum pernah dirasakannya. Kejantananku bagai diremas-remas dalam liang kemaluan Nengsih yang begitu ‘peret’ dan legit. Dengan perkasa kudorong kejantananku sampai masuk seluruhnya dalam selangkangan gadis itu, membuat Nengsih tergelinjang-gelinjang sambil merintih nikmat tiap kali dasar kemaluannya disodok.

“Ahh… Ndoro..! Aa… ah..! Aaa… ahk..! Oooh..! Ndorooo… Nengsih pengen… pih… pipiiis..!
Aaa… aahh..!”
Sensasi nikmat luar biasa membuat Nengsih dengan cepat terorgasme.
“Tahan Nduk! Kamu nggak boleh pipis dulu..! Tunggu Ndoro pipisin kamu, baru kamu boleh pipis..!”
Dengan patuh Nengsih mengencangkan otot selangkangannya sekuat tenaga berusaha menahan pipis, kepalanya menggeleng-geleng dengan mata terpejam, membuat rambutnya berantakan, namun beberapa saat kemudian…
“Nggak tahan Ndorooo..! Ngh…! Ngh…! Ngggh! Aaaiii… iik..! Aaa… aaahk..!” Tanpa dapat ditahan-tahan, Nengsih tergelinjang-gelinjang di bawah tindihanku sambil memekik dengan nafas tersengal-sengal.
Payudaranya yang bulat dan kenyal berguncang menekan dadaku saat gadis itu memeluk erat tubuh majikannya, dan kemaluannya yang begitu rapat bergerak mencucup-cucup.

Berpura-pura marah, aku menghentikan genjotannya dan menarik kejantananku keluar dari tubuh Nengsih.
“Dibilang jangan pipis dulu kok bandel..! Awas kalau berani pipis lagi..!” Tampak kejantananku bersimbah cairan bening bercampur kemerahan, tanda gadis itu betul-betul masih perawan. Gadis itu mengira majikannya sudah selesai, memejamkan mata sambil tersenyum puas dan mengatur nafasnya yang ‘senen-kamis’. Di pangkal paha gadis itu tampak juga darah perawan menitik dari bibir kemaluannya yang perlahan menutup.

Aku menarik pinggang Nengsih ke atas, lalu mendorong sebuah bantal empuk ke bawah pantat Nengsih, membuat tubuh telanjang gadis itu agak melengkung karena pantatnya diganjal bantal. Tanpa basa-basi kembali kutindih tubuh montok Nengsih, dan kembali kutancapkan kejantananku dalam liang kemaluan gadis itu. Dengan posisi pantat terganjal, klentit Nengsih yang peka menjadi sedikit mendongak. Sehingga ketika aku kembali melanjutkan tusukanku, gadis itu tergelinjang dan terpekik merasakan sensasi yang bahkan lebih nikmat lagi dari yang barusan.

“Mau terus apa brenti, Nduk..?” godaku.
“Aii… iih..! He.. eh..! Terus Ndorooo..! Enak..! Enak..! Aahh… Aiii… iik..!”
Tubuh Nengsih yang montok menggiurkan tergelinjang-gelinjang dengan nikmat dengan nafas tersengal-sengal diantara pekikan-pekikan manjanya.
“Ooo… ohh..! Ndoroo.., Nengsih pengen pipis.. lagiii… iih..!”
“Yang ini ditahan dulu..! Tahan Nduk..!”
“Aa.. aak..! Ampuuu… unnhh..! Nengsih nggak kuat… Ndorooo..!”
Seiring pekikan manjanya, tubuh gadis itu tergeliat-geliat di atas ranjang empuk.

Pekikan manja Nengsih semakin keras setiap kali tubuh telanjangnya tergerinjal saat kusodok dasar liang kegadisannya, membuat kedua pahanya tersentak mengangkang semakin lebar, semakin mempermudah aku menikmati tubuh perawannya. Dengan gemas sekuat tenaga kuremas-remas kedua payudara Nengsih hingga tampak berbekas kemerah-merahan. Begitu kuatnya remasanku hingga cairan putih susu menitik keluar dari putingnya yang kecoklatan.
“Ahhhk..! Aaa.. aah! Aduu.. uhh! Sakit Ndorooo..! Nengsih mau pipiiiiss..!”

Dengan maksud menggoda gadis itu, aku menghentikan sodokannya dan mencabut kejantanannya justru disaat Nengsih mulai orgasme.
“Mau pipis Nduk..?” tanyaku pura-pura kesal.
“Oohh… Ndorooo… terusin dong..! Cuma ‘dikit, nggak pa-pa kok..!” rengek gadis itu manja.
“Kamu itu nggak boleh pipis sebelum Ndoro pipisin kamu, tahu..?” aku terus berpura-pura marah.
Tampak bibir kemaluan Nengsih yang gundul kini kemerah-merahan dan bergerak berdenyut.
“Enggak! Enggak kok! Nengsih enggak berani Ndoro..!”

Nengsih memeluk dan berusaha menarik tubuhku agar kembali menindih tubuhnya. Rasanya sebentar lagi gadis itu mau pipis untuk ketiga kalinya.
“Kalau sampai pipis lagi, Ndoro bakal marah, lho Nduk..?” kuremas kedua buah dada montok Nengsih.
“Engh… Enggak. Nggak berani.” Wajah gadis itu berkerut menahan pipis.
“Awas kalau berani..!” kukeraskan cengkeraman tangannya hingga payudara gadis itu seperti balon melotot dan cairan putih susu kembali menetes dari putingnya.

“Ahk! Aah..! Nggak berani, Ndoro..!”
Nengsih menggigit bibir menahan sakitnya remasan-remasanku yang bukannya dilepas malah semakin kuat dan cepat. Namun gadis itu segera merasakan ganjarannya saat kejantananku kembali menghajar kemaluannya. Tak ayal lagi, Nengsih kembali tergiur tanpa ampun begitu dasar liang kemaluannya ditekan kuat.
“Ngh..! Ngh..! Nggghhh..! Ahk… Aaa… aahhh..! Ndorooo… ampuuu… uun..!”
Tubuh montok gadis itu tergerinjal seiring pekikan manjanya.

Begitu cepatnya Nengsih mencapai puncak membuat aku semakin gemas menggeluti tubuh perawannya. Tanpa ampun kucengkeram kedua bukit montok yang berdiri menantang di hadapanku dan meremasinya dengan kuat, meninggalkan bekas kemerahan di kulit payudara Nengsih. Sementara genjotan demi genjotan kejantananku menyodok kemaluan gadis itu yang hangat mencucup-cucup menggiurkan, bagai memohon semburan puncak.

Gadis itu sendiri sudah tak tahu lagi mana atas mana bawah, kenikmatan luar biasa tidak henti-hentinya memancar dari selangkangannya. Rasanya seperti ingin pipis tapi nikmat luar biasa membuat Nengsih tidak sadar memekik-mekik manja. Kedua pahanya yang sehari-hari biasanya disilangkan rapat-rapat, kini terkangkang lebar, sementara liang kemaluannya tanpa dapat ditahan-tahan berdenyut mencucup kejantananku yang begitu perkasa menggagahinya. Sekujur tubuh gadis itu basah bersimbah keringat.

“Hih! Rasain! Dibilang jangan pipis! Mau ngelawan ya..!” Gemas kucengkeram kedua buah dada Nengsih erat-erat sambil menghentakkan kejantananku sejauh mungkin dalam kemaluan dangkal gadis itu.
Nengsih tergelinjang-gelinjang tidak berdaya tiap kali dasar kemaluannya disodok. Pantat gadis itu yang terganjal bantal empuk berulangkali tersentak naik menahan nikmat.
“Oooh… Ndorooo..! Ahk..! Ampun..! Ampun Ndoroo..! Sudah..! Ampuuu.. unn..!” Nengsih merintih memohon ampun tidak sanggup lagi merasakan kegiuran yang tidak kunjung reda.

6100game

Begitu lama majikannya menggagahinya, seolah tidak akan pernah selesai. Tidak terasa air matanya kembali berlinang membasahi pipinya. Kedua tangan gadis itu menggapai-gapai tanpa daya, paha mulusnya tersentak terkangkang tiap kali kemaluannya dijejali kejantananku, nafasnya tersengal dan terputus-putus. Bagian dalam tubuhnya terasa ngilu disodok tanpa henti. Putus asa Nengsih merengek memohon ampun, majikannya bagai tak kenal lelah terus menggagahi kegadisannya. Bagi gadis itu seperti bertahun-tahun ia telah melayani majikannya dengan pasrah.

Menyadari kini Nengsih sedang terorgasme berkepanjangan, aku tarik paha Nengsih ke atas hingga menyentuh payudaranya dan merapatkannya. Akibatnya kemaluan gadis itu menjadi semakin sempit menjepit kejantananku yang terus menghentak keluar masuk. Nengsih berusaha kembali mengangkang, namun dengan perkasa semakin kurapatkan kedua paha mulusnya. Mata Nengsih yang bulat terbeliak dan berputar-putar, sedangkan bibirnya merah merekah membentuk huruf ‘O’ tanpa ada suara yang keluar. Sensasi antara pedih dan nikmat yang luar biasa di selangkangannya kini semakin menjadi-jadi.

Aku semakin bersemangat menggenjotkan kejantananku dalam hangatnya cengkeraman pangkal paha Nengsih, membuat gadis itu terpekik-pekik nikmat dengan tubuh terdorong menyentak ke atas tiap kali kemaluannya disodok keras.
“Hih! Rasain! Rasain! Nih! Nih! Nihh..!” aku semakin geram merasakan kemaluan Nengsih yang begitu sempit dan dangkal seperti mencucup-cucup kejantananku.
“Ahh..! Ampuuu…uun… ampun… Ndoro! Aduh… sakiit… ampuuu… un..!”

Begitu merasakan kenikmatan mulai memuncak, dengan gemas kuremas kedua payudara Nengsih yang kemerah-merahan berkilat bersimbah keringat dan cairan putih dari putingnya, menumpukan seluruh berat tubuhku pada tubuh gadis itu dengan kedua paha gadis itu terjepit di antara tubuh kami, membuat tubuh Nengsih melesak dalam empuknya ranjang.

Pekikan tertahan gadis itu, gelinjangan tubuhnya yang padat telanjang dan ‘peret’-nya kemaluannya yang masih perawan membuatku semakin hebat menggeluti gadis itu.
“Aduh! Aduu… uuhh… sakit Ndoro! Aaah… aaamm… aaammpuuun… ampuuu… uun Ndoro..
Nengsih… pipiiii… iiis! Aaammm… puuun..!”
Dan akhirnya kuhujamkan kejantananku sedalam-dalamnya memenuhi kemaluan Nengsih, membuat tubuh telanjang gadis itu terlonjak dalam tindihanku, namun tertahan oleh cengkeraman tanganku pada kedua buah dada Nengsih yang halus mulus.

Tanpa dapat kutahan, kusemburkan sperma dalam cucupan kemaluan Nengsih yang hangat menggiurkan sambil dengan sekuat tenaga meremas-remas kedua buah dada gadis itu, membuat Nengsih tergerinjal antara sakit dan nikmat.
“Ahk! Auh..! Aaa… aauuhh! Oh… ampuuu…uun Ndoro! Terus Ndoro..! Ampuuun! Amm… mmh..! Aaa… aaakh..!”

Dengan puas aku menjatuhkan tubuh di sisi tubuh Nengsih yang sintal, membuat gadis itu turut terguling ke samping, namun kemudian gadis itu memeluk tubuhku. Sambil terisak-isak bahagia, Nengsih memeluk tubuhku dan mengelus-elus punggungku.

Sambil mengatur nafas, aku berpikir untuk menaikkan gaji Nengsih beberapa kali lipat, agar gadis itu betah bekerja di sini, dan dapat melayaniku setiap saat. Dengan tubuh yang masih gemetar dan lemas, Nengsih perlahan turun dari ranjang dan mulai melompat-lompat di samping ranjang.
Keheranan aku bertanya, “Ngapain kamu, Nduk..?”
“Katanya… biar nggak hamil harus lompat.. lompat, Ndoro..” jawab gadis itu polos.
Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya, melihat cairan kental meleleh dari pangkal paha gadis itu yang mulus tanpa sehelai rambut pun.

Tamat.


BACA JUGA !!!

6100game

SUHU DOMINO

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment

Petting Dengan Kakak

SUHU DOMINO SUHU DOMINO 6100game - Nama aku Dendi 18 tahun, aku dua bersaudara, aku anak kedua dimana kakakku perempuan berusia 4 tahun...