Kisah Cinta Remaja SMA

Posted by SP on

SUHU DOMINO

6100game - Namaku adalah Aris, siswa salah satu SMA negeri ternama di kotaku di provinsi. Aku sudah lama naksir sama cewek SMA tetangga, yah sebut saja Ita. Anaknya cantik, banyak yang naksir sama dia, cukup populer juga disekolahnya. Sebenarnya, aku belum berani ngungkapin perasaanku ke Ita, boro-boro nembak, mau sms aja aku sudah gemetaran. Hahaha…maklum bro, aku ada masa lalu yang pahit, jadi trauma mau deketin cewek.

Lalu, aku punya sahabat namanya Angga dan Rama, merekalah yang selalu menjadi tempatku berkeluh kesah kalau menyangkut masalah Ita.

Suatu hari, saat disekolah sedang tidak ada pelajaran, aku keluar kelas, mendengarkan lagu menggunakan headset sambil melamun tentang Ita. Aku begitu terbawa dengan lamunanku sehingga tanpa sadar, Angga dan Rama sudah berdiri di sebelahku.

”Woy, kamu lagi ngapain heh! Kesambet ntar loh!”, Angga memukul punggungku menggunakan buku ekonomi yang tebalnya 200 halaman. Sontak aku loncat berdiri.

”Heh setan, kamu pengen aku mati jantungan?!” semprotku.

”Kenapa Ris? Pasti lagi mikirin komandan yah? Hahahahaha” Rama ngikut percakapan kami. Aku dan Rama biasa menyebut Ita dengan call-sign “komandan”.

“Alaaaa….Ita mulu dipikirin. Kafe Blatag yuk! Laper neh coy!”, Angga menyahut.

”Gak! Ogah! Gak ada duit!”, jawabku sinis.

”Hah? Ram, kamu percaya?”, tanya Angga ke Rama dengan logat Jawa-nya yang kental.

”Ora..ora..bocah kaya iki kokk.” ,jawab Rama dengan aksen yang tak kalah kental

Angga dan Rama adalah anak pindahan dari daerah apa lah namanya itu. Mereka sering bicara dengan bahasa ibu mereka.

”Laaah…pada ngomong apa sih? Gunakanlah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar! Aku ga paham nih!”, potongku dengan ekspresi datar.

”Hahahahaha…makanya kalo guru ngajar bahasa Jawa dengerin dong!”, tawa Angga sinis.

”Udah lah, ikut aja yuk! Cepetan…ntar kita traktir deh! Mumpung pak Edi gak ngajar! Bentar lagi juga bel pulang kan?”, kata Rama sambil menarik tanganku.

Sebenarnya aku malas, tapi daripada didepan kelas kaya orang bego, lebih baik ikut mereka, maka aku masuk ke kelas dan keluar sambil membawakan tas Angga dan Rama dan juga tasku sendiri. Kafe Blatag terletak di persimpangan dekat sekolahku, Cuma butuh 5 menit jalan kaki. Aku menggendong ranselku dengan malas. Memang, hari ini perasaanku tidak enak.
Setelah berjalan beberapa menit, tampaklah kafe Blatag dengan motor-motor pengunjung yang berderet rapi. Aku melihat ada satu motor yang sangat kukenal, darahku berdesir. Sekilas kulirik Rama dan Angga, mereka seperti menahan senyum. Perasaanku semakin tidak enak. Kami pun masuk kafe, kulihat di bagian pojok kafe, ada beberapa cowok dan cewek. Semuanya masih memakai seragam SMA. Tidak ada seorangpun yang kukenal.

”Yo!”, sapa Angga kepada salah satu temannya.

”Yo! Kabur Ngga? Hahahahaha ”, sahut temannya. Kalau nggak salah, namanya Dityo, anaknya tinggi besar, khas preman terminal.

”Hei Yuna. Udah lama nunggu?”, tanya Rama kepada salah satu cewek yang (setahuku) ditaksir berat sama Rama. Kemudian mereka ngobrol berdua.

Sejenak kemudian mereka semua sudah ramai ngobrol ngalor ngidul gak karuan. Aku cuma duduk manis mendengarkan dan sesekali tertawa kalau ada hal-hal lucu (gak ada yang kenal coy!). Aku melamun, prasaanku masih tidak enak sewaktu lihat motor yang diparkir didepan tadi. Aku yang tidak tahu apa-apa dengan polosnya memasang headset, menunduk dan sibuk memilah-milah lagu dari HP ku. Setelah kutemukan lagu yang pas, aku menyetelnya dan telingaku dipenuhi alunan musik favoritku, aku tersenyum dan menengadahkan kepala.

Aku tercekat. Seakan-akan ada seorang kuli bangunan veteran yang mencekikku. Di hadapanku Ita berdiri, kedua tangannya dimasukan saku jaket. Dia menatapku sambil tersenyum, manis sekali. Aku semakin megap-megap.
“Headsetan aja! Ntar budek loh!”, kata Ita sambil menyambar headsetku.

”Laporan dulu gih sama komandanmu!”, Rama menyikut lenganku.

Entah kenapa, mungkin karena terkesima dan kaget, aku hanya mampu berbicara dengan tidak jelas, “Haah? Koman….dan? Haaaaahh?”, ucapku tak jelas.

Semuanya tertawa keras sekali, Angga tertawa sampai mengeluarkan air mata, dan Dityo memukul-mukul meja sambil tertawa. Entah seperti hewan apa mukaku saat itu, setolol apa, aku tidak tau, tapi yang jelas aku malu sekali. Aku tidak menyangka kalau Ita adalah salah satu dari kelompok kami ini.

Kemudian aku ikut aktif ngobrol bareng, ternyata mereka semua anak-anak yg baik & supel, ramah pula. Segera saja aku mendapatkan tempat dalam kelompok ini.

Sejak saat itu, kami sering main bersama dan aku mulai hafal anggota geng kami satu persatu. Aku jadi dekat dengan mereka, dan karena mereka juga, aku jadi bisa mendekati Ita lebih jauh.

Kami semua semakin akrab. Waktu itu kebetulan kami main bersama-sama. Kami memutuskan untuk berjalan-jalan di mall. Anak-anak cewek yaitu Angela, Ita, Yuna dan Diana berencana melihat-lihat pakaian sementara aku, Rama, Dityo, dan Angga akan melihat pameran gadget yang diadakan di lantai 5 mall tersebut. Kami berangkat menggunakan mobil Angga yang cukup besar.

Seperti kebanyakan cewek-cewek kota, Angela, Yuna dan Diana mengenakan kaos dan hotpants, namun Ita mengenakan kaos dan celana jeans panjang. Memang Ita memakai kaos yang cukup tertutup namun ketat dan dibagian dadanya agak longgar sehingga memperlihatkan bentuk tubuhnya yang seksi dan belahan dadanya yang menantang.

Aku duduk disebelah Angga yang menyetir, sementara Angela, Yuna, Diana dan Ita duduk berdesakan di bangku tengah dan Dityo serta Rama duduk dibangku paling belakang.

Di mobil, anak-anak cewek sibuk berkicau
”Eh Ita, kamu seksi banget deh…” celoteh Angela

”Iyaa…kesannya gimana gitu…hahahaha” kata Diana dilanjutkan dengan tawa cewek-cewek lain.

Ita kelihatan salah tingkah dan berusaha menutupi bagian dadanya yang agak terbuka.
”Ah masa sih…kaosku lagi di cuci semua…aku nggak tau kalo kaos ini kekecilan”

Kemudian mereka meributkan masalah lain, seputar kosmetik, trend fashion dan banyak hal tetek bengek lain yang tidak penting bagi para cowok. Rama dan Dityo sedang sibuk membicarakan salah satu handphone di majalah gadget yang dibawa Angga. Aku pura-pura memainkan handphone, walaupun aku sesekali melirik belahan dada Ita yang duduk di bangku tengah namun berseberangan dengan aku. Aku menelan ludah.

Ketika hampir sampai di mall, tiba-tiba hujan deras turun.

”Waaah…ujan nih, mana tempat parkiran basement penuh lagi. Guys, cari tempat lain yuk…” ujar Angga

”Wuuuu….nggak mau! Kan disana ada pinjaman payung!” jawab anak-anak cewek kompak

”Oke…oke…whatever…hehehe” Angga tertawa ringan dan mengarahkan mobilnya masuk ke parkiran mobil yang ada di tempat terbuka.

Setelah mobil kami diparkir, kami turun dan berlari ke sebuah kanopi. Kebetulan saat itu ada 3 tukang parkir yang akan kembali ke pintu masuk mall, mereka membawa 4 payung. Maka semuanya meminjam payung dari ketiga tukang parkir tersebut. Aku dan Ita tertinggal dibelakang. Aku melihat mereka semua menembus hujan menggunakan payung sementara aku dan Ita hanya menatap mereka.

Sudah 5 menit berlalu, namun belum ada orang yang menjemput kami.

”Lari aja yuk? Nggak sampai 100 meter inih” ucapku kepada Ita

Ita hanya mengangguk. Kami berlari menembus hujan yang ternyata cukup lebat itu.
Ketika kami sampai di pintu masuk mall, kami sudah basah kuyup, tetapi aku tidak terlalu basah karena jaketku yang water-proof.

”Waduh…maaf ya…tadi tukang parkirnya malah pergi nggak tau kemana” kata Angga

”Iya. Kita mau minjemin payung buat kalian malah mereka pergi. Mana payungnya dibawa semua lagi” Angela menggerutu

Aku mengangguk. Kulirik Ita, ia kedinginan, tubuhnya basah kuyup. Gilanya lagi, karena kaosnya basah, maka setiap lekuk tubuhnya yang indah tercetak jelas dan belahan dadanya kini lebih terekspos. Aku menelan ludah melihatnya.

Kami melangkah masuk ke mall. Kuperhatikan, setiap pasang mata disana memperhatikan belahan dada Ita yang terlihat sangat mengesankan. Teman-teman yang lain tidak tahu karena mereka berjalan di depan.

Ita mati-matian berusaha menutupi dadanya, ia terlihat malu sekali dan tidak berani menatap orang-orang di sekeliling kami, lebih parahnya lagi, ia menggigil. Aku kasihan melihatnya, maka aku segera berlari ke counter minuman terdekat dan membeli segelas teh hangat kemudian kembali kesampingnya.

”Nih…” aku menyodorkan teh itu padanya

“Makasih Ris” jawabnya pendek. Ita langsung meminum teh hangat tersebut, namun agak canggung karena ia juga harus menutupi tubuhnya yang menjadi tontonan setiap orang di mall itu. Ketika ia mengangkat lengan untuk meminum dari gelas tadi, lekuk buah dadanya sangat jelas terlihat. Aku melotot melihatnya dan tiba-tiba ‘adik’ ku menjadi tegang, namun cepat-cepat kusingkirkan pikiran kotor itu.

Aku merasa iba, maka kulepas jaketku dan kupakaikan kepadanya lalu kurangkul tubuhnya. Terdengar seruan kecewa dari berbagai penjuru ketika tubuh Ita yang eksotis itu tertutupi jaketku. Aku menatap tajam kepada sekelompok cowok yang dari tadi tertawa-tawa sambil menunjuk Ita, ketika mereka sadar bahwa aku sedang memelototi mereka, mereka segera bubar.

Ita kaget melihat perlakuanku namun tidak menolak. Ia menatapku, tatapan yang tidak akan pernah kulupakan. Tatapannya menghujam begitu dalam, aku goyah.

Aku tidak kuasa menatap matanya lebih lama, maka aku melepaskan pelukanku dari bahunya dan memperlambat langkahku sehingga kini aku berada paling belakang. Aku malu, canggung dan merasa tidak enak dengan perlakuanku.

Awalnya aku merasa bahwa Ita akan marah besar kepadaku. Tetapi ternyata tidak, ia tetap bercanda denganku seperti biasa, namun kadang-kadang kupergoki dia sedang melirik ke arahku. Deg-degan juga, apa ini berarti ia ada perasaan kepadaku?

Suatu ketika, di kotaku ada acara besar…perayaan apa gitu, aku tidak ingat. Teman-teman satu geng ku mengajakku nonton pawai yang diadakan di alun-alun kota. Tetapi aku menolak, berhubung hari ini aku ingin cepat pulang. Kebetulan rumahku jauh dari alun-alun dan pusat kota. Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya papasan dengan beberapa orang, itu saja mereka sedang menuju ke alun-alun. Selebihnya, kota ini seperti kota mati. Aku sangat heran, sebegitu meriahnya kah perayaan itu? Aku mengendarai motorku dengan santai, ketika sampai di perempatan, kulirik lampu lalu lintas; “Hijau, tancep cuy!”, pikirku. Di tengah-tengah persimpangan tiba-tiba ada sebuah motor (Tiger kalo nggak salah) melaju ke arahku dengan kecepatan tinggi, kelihatannya pengemudinya mabuk, tanpa helm, matanya merah dan mukanya kusut, aku menginjak rem, tapi sepertinya dia sengaja membelokkan motornya mengikuti gerakan motorku. Aku tercengang. Jarak kami tinggal 1 meter.

“Anjrit! Salahku apa sih?!”, umpatku dalam hati.

BRUAAKK!!! Sempat kulihat aspal yang menjauhi pandanganku dan…..PET! Semuanya gelap.
———————————————————————————

Hal pertama yang kurasakan adalah nyeri dan dingin di lengan kanan.

”Ah…aku dimana? Perasaan tadi aku tabrakan deh…apa aku udah mati?”,tanya ku dalam hati.

Kuberanikan diri membuka mata. Aku sedang berbaring di sofa. Langit-langit yang putih, aroma parfum yang manis, samar-samar kuingat bau parfum ini. Aku menoleh ke kanan dan kiri, kulihat teman-temanku duduk didekatku satu persatu, Adi, Feny dan….Ita!! Nafasku tertahan.

”Masih idup Ris? Hahahaha…”, canda Feny kepadaku

”Mujur banget loh kamu, Cuma memar di lengan doang! Motormu jadi rongsokan tuh dihalaman. Ga ada orang yang nolongin, pas ketemu Ita. Tapi…masa cowok pingsan sih?”, Adi menimpali sambil tertawa.

”Aduh! Loh kok pada disini?”, tanyaku sambil meringis menyentuh lengan kananku.

”Tadi aku dijalan pulang liat kamu lagi tidur di jalan, motormu ancur noh…jadi aku SMS Adi sama Feny, soalnya yang lain pada kejebak macet…alun-alun macet total, pas banget si Feny sama Adi belom berangkat, jadi mereka kusuruh kesini nolongin kamu”, jelas Ita panjang lebar sambil mengompres memar di lengan kananku.

Oooh….jadi ini sensasi dingin yang tadi kurasakan? Darahku berdesir…

”An angel speak to me…”, gumamku lirih.

”Hah? Apa Ris? Kamu ngomong apa? Pasti ngomong yang nggak-nggak nih! Dia ngomongin kamu loh Ta!”, cerocos Adi dengan cepat sambil nyengir.

”Apa? Apa iya? Kamu ngomong apa hah barusan?”, tanya Ita kepadaku.

”Ah nggak kok…nggak papa…gausah dipikir…hahahahaha”, jawabku.

Feny melirik jam tangannya, kemudian berkata, “Eh..eh…aku sama Adi pergi dulu yah? Uda di tungguin gebetan neh..hehehe…malem minggu cuy…hahaha”.

”Ehem…tau lah…tau…yang masih jomblo….”, sahut Ita sambil tertawa

”Cus yah men! Ris, nyetir yang bener dong! Hahahaha…yuk Ta, duluan yah!”,ujar Adi sambil mengambil helmnya.

”Okeh men? Duluan ya!!”, kata Feny sambil tersenyum. Entah kenapa aku merasa ada maksud lain dari senyuman Feny.

Ita mengantar Feny dan Adi keluar. Kulihat HP Ita tergeletak di atas meja, aku tidak mengerti kenapa, tapi aku langsung mengambil HP itu dan membuka inbox nya. Aku kaget…ternyata sangat banyak SMS yang isinya mengajak kenalan Ita, bahkan ketika aku sedang membaca SMS itu, masih ada saja SMS yang masuk. Lalu kulihat sent messages nya…aku tidak percaya dengan apa yang kulihat…Ita hanya membalas SMS ku dan teman-teman se geng ku…dan yang paling banyak adalah balasan SMS untukku. Memang sejak kejadian di kafe, aku dan Ita jadi sering SMS-an.

”Wawawawawawa……!!”, teriakku dalam hati karena senang.

Beberapa detik kemudian, pintu terbuka dan Ita masuk.

”Eh, Ris, kamu udah makan apa bel………”, ucapan Ita tiba-tiba terpotong begitu melihatku tengah asyik memainkan HP nya.

DEG!
Aku kaget setengah mati.
”Aduuhh…..****! ****!! Ntar bisa-bisa dia marah nih! Duuh..gimana yah?”, batinku panik.

”Udah makan belum kamu? Aku mau bikin mie, kamu mau nggak?”, ucap Ita seraya merebut HP nya dari tanganku lalu duduk di lantai di sebelahku. Kulihat dia mencoba menahan emosinya.

”Eh…euh….udah…aku udah makan kok…..hehehe”, jawabku salah tingkah.

Keheningan yang tidak enak menyelimuti kami. Aku dan Ita sama-sama panik dan salah tingkah. Akhirnya kuputuskan untuk membuka percakapan.

”Eh…aku sekarang dimana nih? Dari tadi aku mau tanya lupa-lupa terus”, tanyaku sekenanya

”Ini rumahku…kamu kecelakaan dekat sini. Karena ga ada orang lain, jalan juga bener-bener sepi, makanya kamu kubawa kerumah aja.”, Ita tersenyum canggung.

”Serius nih? Aku di rumahmu? Aku ga enak woi sama keluargamu, aku kan cowok!”, ujarku dengan cepat.

”Gak apa-apa kok…semua lagi di toko, jadi ga ada orang disini”, jawabnya lirih.

“Jadi…kita…cu..cuma..ber…berdu a di sini?”, tanyaku terbata-bata.

Ita hanya mengangguk pelan, dia menunduk kemudian menatap HP nya. Sekilas kulihat rona merah di wajahnya. Aku mencoba duduk dan tidak mempedulikan lenganku yang memar.

”Eh, jangan duduk dulu!”, cegahnya sambil memegangi tanganku.

Aku kaget, otomatis aku tatap matanya. Kami berdua bertatap-tatapan lama. Matanya yang teduh menunjukkan kedewasaan dan kasih sayang. Aku benar-benar speechless.
Memar di lenganku benar-benar tidak terasa. Beberapa detik kemudian Ita yang sadar duluan, dia tersipu.

”Oh iya. Aku bikin mie dulu ya…”, katanya mengalihkan keadaan.

Aku hanya diam…
Ketika dia berdiri, kutarik tangannya dengan cepat hingga wajah kami saling berdekatan.

SUHU DOMINO

6100game

Tubuhnya lebih tinggi sedikit dariku, mungkin sekitar 170 cm, kulitnya putih, langsing, dan buah dadanya tidak besar-besar amat namun menantang dan kelihatan sangat merangsang. Proporsional, lah. Rambutnya yang panjang lurus sebahu hitam dan terawat.

Ita menatap mataku dalam-dalam…sejenak aku ragu…”Haruskah?”, pikirku.

Kudekatkan bibirku, sepertinya Ita tidak merespon, maka aku melanjutkannya.
Kukecup bibirnya dengan penuh kasih sayang…dengan sepenuh hati. Tidak ada protes darinya, bahkan Ita malah memejamkan mata.

Kutarik dia dengan lembut dan kududukkan di sebelahku. Aku masih mencium bibirnya.
Sensasi yang kurasakan luar biasa, bibirnya hangat dan lembut. Kami berciuman kira-kira 3 menit. Dalam jangka waktu segitu, siapa sih yang gak terbakar nafsunya? Hehe…

Kulingkarkan tanganku di pinggangnya. Ita sudah membuka matanya dan matanya menerawang ke langit-langit. Aku tidak tau apa yang dia pikirkan. Kusibak rambutnya, kemudian kulihat lehernya yang jenjang dan bersih, serta tercium wangi parfumnya.
Kucium leher kirinya.

”Mmmmmhh….”, Ira agak mendesah, dia meremas kedua tanganku.

Kubalikkan badannya, sekarang dia duduk membelakangiku. Kemudian kembali ku cium lehernya. Nafasku membuatnya geli.

”Uuuuuh…”, desahnya mulai tak terkendali

Tanganku membuka kancing seragamnya satu persatu. Ita memegangi tanganku, tetapi tidak melakukan perlawanan. Yaa otomatis kupikir ini lampu hijau. Heehehehe…
Setelah setengah seragamnya terbuka, kulihat bra nya yang berwarna krem, yang langsung kuturunkan. Kini dapat kulihat payudaranya, yang ternyata cukup besar dengan puting berwarna pink. Kulitnya luar biasa mulus.

”Ehm….ehm…!!”, Ita berdehem menyindir perlakuanku.

”Apaaaa? Kenapaaa??”, jawabku sambil nyengir.

Kuraba kedua payudaranya dengan tiba-tiba. Tubuhnya mengejang sekali, kaget kali yaa?
Langsung saja kuremas kedua payudaranya dengan lembut dan kupagut bibirnya.

”Nnnggggghh……mmmhh…!”, desahnya diantara ciuman kami.

Kupilin kedua putingnya. Kumainkan jari-jariku di kedua payudaranya.

”Nngg….aaaaahh….aaaahh…!”, Ita melepaskan bibirku dan lebih berkonsentrasi mendesah.

Aku tidak keberatan, biar dia merasakan rasanya jadi cewek.
Punggungku mulai kesemutan, maka kurebahkan Ita di sofa, namun dia menolak.

”Jangan….jangan…aku nggak mau…!”, ujarnya dengan nafas yang mulai memburu.

Aku memandangnya dengan bingung. Ita mengelus pipiku, matanya sayu khas cewek terangsang.

”Maksudku….jangan…disini…pinda h ke kamarku aja yuk”, katanya sambil tersenyum.

Waduh….bisa berabeh ni kalo di kamar, ntar kebablasan bisa repot! Tapi, instingku mengabaikan logika. Hehehehe….segera saja kuangkat tubuhnya dan kugendong, kalau sudah seperti ini, tangan patah pun tetap akan kugendong, hehehehe.

”Yang mana nih?”,  aku tersenyum

”Itu”,  jawabnya singkat sambil menunjuk sebuah pintu.

Tanpa buang waktu, kubuka pintu kamarnya, kubaringkan Ita di kasur dan cepat-cepat kututup pintu dari dalam. Langsung saja kulanjutkan permainan yang tadi sempat berhenti. Aku berbaring di sebelah kanannya dan mulai menciumi lehernya.

”Uuuh….uuuhh….”, Ita mendesah sambil mengrenyitkan alisnya.

Tanganku perlahan-lahan masuk ke dalam roknya. Kususuri dari perut dengan penuh penghayatan. Ketika akhirnya tanganku meraba celana dalamnya, aku menahan nafas.
Kuselipkan tanganku masuk celana dalamnya. Ternyata Ita sudah mencukur habis rambut kemaluannya. Segera saja ku gesek-gesekkan jari tengahku ke vaginanya.

”Hmmmff…..uuuaaaaaaahh…..aaaah h…aaaahh…!”, nafasnya tersengal-sengal dan desahannya berirama sesuai dengan gesekan jariku.

Ita mencengkeram tanganku dengan kuat, hingga buku-buku jarinya memutih.
Ekspresinya begitu merangsang, penisku yang sedari tadi sudah tegang menjadi sangat tegang sampai-sampai celana dalamku terasa bagai belenggu, menyiksa ‘adik’ku.

”Gimana rasanya Ta? Enak?”, tanyaku

”Aaaahh…..e…uuuhhh…enaaakk….en aaaakk…..aaaahh…!!”, jawabnya setengah menjerit.

Melihatnya sangat mudah terangsang, aku berinisiatif mengulum putingnya. Kuremas buah dadanya dan kujilat-jilat.

”Ngggghh…..aaaaahh….aaaahh….ii yaaa….eee…eeenaaakk… .tee..teruusss..”
Ita mulai meracau, sepertinya dia sudah amat terangsang.

Kumainkan lidahku di putingnya dengan liar. Ita semakin kelojotan.

”Aaahh…aaa..ada yang…aaauuhh….mau….uuhh…keluaa aarrrhh!” , katanya dengan nafas yang tidak beraturan.

”Eh? Oh…keluarin aja nggak apa-apa!”, jawabku sambil terus menjilati putingnya.

Sesaat kemudian tubuhnya bergetar hebat dan menegang. Ita mencengkeram tangan kananku kuat sekali, hingga kuku-kukunya menancap dan melukai tanganku. Luka-luka itu berdarah, tapi hal itu tak kupikirkan. Aku menikmati saat-saat Ita orgasme sambil tersenyum.

”A..apa yang barusan itu?”, tanyanya dengan nafas tersengal-sengal.

”Loh? Kamu belom tau?”, aku balik bertanya.

”Nggak…nggak tau…emang apaan?”, ujarnya lemas, kehabisan tenaga.

”Itu yang namanya orgasme…masa sih kamu gak tau?”, tanyaku heran.

”Ooh…sori..aku ga tau masalah begituan…tapi..rasanya enak banget…gak bisa dijelasin pake kata-kata”, Ita tersenyum.

Aku heran dan berpikir, “Berarti dia polos banget sampe gak tau yang namanya orgasme. Lagian, gampang banget dirangsang…coba ah yang lebih.”

Aku meringis saat tanganku yang luka bergesekkan dengan seragam yang kukenakan. Ada sepuluh bekas kuku, semuanya meneteskan darah segar. Aku berdiri dan mengambil sekotak tissue di meja belajar Ita dan mulai mengelap darah yang bercucuran.

”Itu…maaf…sakit ya?” , tanyanya dengan wajah bersalah ketika melihat tanganku berdarah.

”Nggak…nggak apa-apa kok…hehehe…santai aja!”, jawabku sambil tertawa.

”Aku jadi nggak enak…kamu abis kecelakaan malah jadi tambah luka gara-gara aku”, desah Ita.

”Udah…gak apa-apa…sekarang kamu diem yaa?” aku berjalan ke arahnya.

Aku duduk disampingnya, tanganku menyelinap ke dalam roknya dan melepas celana dalamnya yang sudah basah. Ita tidak dapat berbuat apa-apa, kelihatannya dia masih sangat lemas karena orgasme barusan.

”Kamu mau ngapain Ris?” tanya Ita, kelihatannya dia khawatir.

Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya. Saat sudah kulepas, celana dalamnya kulempar entah kemana, maklum, nafsu udah di puncak, kaga bisa nahan.
Kusingkap roknya hingga dekat pangkal paha, memperlihatkan pahanya yang suangat mulus, liurku menetes melihatnya. Ku elus-elus pahanya.

”Aaaawwwhhh……”, Ita kembali mendesah karena perlakuanku.

Kudekatkan wajahku kearah vaginanya. Vagina yang begitu bersih, berwarna pink, tanpa ada bulu sedikitpun dan aromanya enak. Wangi parfum yang biasa dipakai Ita samar-samar tercium, “Apa dia nyemprotin parfum ke sini juga ya? Ah bodo amat!”

Ketika hembusan nafasku mengenai daerah sensitifnya, dia berkata;

”Ris, mau ngapain kamu? Ntar…ntar dulu…aku belum siap kalo sampai kayak gini…stop…stoopp…aaaaahhhhh!!! ”, Ita menjerit ketika kubenamkan lidahku kedalam vaginanya.

Segera saja vaginanya kulumat, kujilat dengan liar, kucium dan kugigit-gigit kecil.
Benar saja, kakinya mengejang setiap kali kugigit klitorisnya.

”Aaaaaaaaaaaaahhhh…..aaaaahhhh h….uuuuhhh….sssshh…s sshhh…..!!”, desahannya semakin menggila, membuat ‘adik’ku ingin cepat memproklamasikan kemerdekaan dari belenggu penjajahan celana dalam.

Rasa nyeri menyerang ‘adik’ku ketika celana dalam ini rasanya sudah kelewatan menyiksa, tapi tetap kutahan. Di luar dugaan, Ita mulai menangis, air matanya mulai mengalir disela-sela desahan penuh kenikmatannya. Aku jadi bingung, kuhentikan jilatanku.

”Ta, kamu kenapa nangis?”, tanyaku berdebar-debar.

”Aku…udah capek Ris…aku udah nggak kuat kalo kamu terus-terusan ngeginiin aku…”, katanya dengan polos sambil terisak-isak.

Aku diam saja.

”Bukannya aku nggak mau, tapi aku udah capek banget…dari tadi, badanku rasanya lemes…tangan sama kakiku udah mati rasa. Aku udah gak kuat.”, jelasnya.

Demi mendengar pengakuannya, ‘my little brother’ yang sudah berkibar dengan gagahnya seperti kehilangan tenaga, sontak ‘adik’ku lemas lagi, bak nasionalis dibedil kompeni. Aku merasa bersalah.

Tanpa berkata apa-apa, aku berjalan ke lemari pakaian Ita, mengambil satu celana dalam dan memakaikannya pada Ita. Kubereskan sprei yang acak-acakan akibat pertempuran tadi, kurapikan bra-nya yang lepas dan kukancingkan seragamnya. Kuangakat Ita dan kurebahkan kepalanya di bantal kemudian kuselimuti dengan selimut tebal. Ita menatapku dengan pandangan heran.

”Ris? Kamu marah ya? Please, ngertiin aku…aku capek banget…gak kuat”, ucapnya memelas. Namun aku masih juga tidak berkata apapun.

”Ta, aku….sebenernya udah dari dulu mendam perasaan ke kamu. Aku…aku…sayang sama kamu…”, ucapku, aku tidak menyangka bakal mengutarakan perasaanku di saat seperti ini.

Dia tertegun mendengar pernyataanku.

”Mmm…Ris…aku…”, sepertinya Ita mau mengatakan sesuatu, tapi buru-buru kucium bibirnya dan aku berlari keluar kamar.

Aku berjalan ke ruang tamu, memakai ranselku dan mengambil helm. Saat aku keluar halaman rumah Ita, kulihat motorku yang ringsek seperti gelandangan digebuki Satpol PP. Aku nyengir; “Hahahaha…shiit…aku pulang pake apaan nih?”, kataku pada diri sendiri. Akhirnya aku pulang jalan kaki sekitar 4,5 km ditemani hujan yang sangat lebat.

Sesesampainya dirumah, ada secarik kertas ditempel di pintu yang bertuliskan :

”Mama dan Papa pergi seminar di luar kota, kira-kira satu minggu. Urus diri sendiri ya? Kalau ada apa-apa, telpon Mama atau Papa.”

“Gila…aku idup pake apaan nih 1 minggu? Makan kerikil?”, umpatku.

Malamnya badanku terasa tidak enak. Benar saja, esok paginya aku demam tinggi, maka kuputuskan untuk tidak masuk sekolah. Siang harinya aku bangun kemudian mandi, tak lama setelah itu, ada orang menggedor-gedor pintu rumah dengan kasar.

Dengan sempoyongan aku membukakan pintu, dihadapanku berdiri sesosok makhluk dengan ukuran tidak manusiawi, tinggi besar dan hitam. Tetapi setelah kuperhatikan, ternyata dia adalah Dityo.

”Kok gak masuk tadi coy?”, tanya Dityo ceria.

”Loh? Tau darimana? Perasaan kita beda SMA deh…”, aku kebingungan.

”Itu, Angga tadi SMS, dia mau jenguk bareng Rama, tapi ada tugas mendadak, jadi nggak jadi.”, ujarnya sambil meringis-meringis.

“Ni orang otaknya kenapa sih?”, tanyaku dalam hati.

”Oh, yaudah masuk dulu…aku demam coy…kepalaku sakit banget…”, kataku sambil mempersilahkan Dityo masuk.

”Nggak ah, makasih, aku mau langsungan..hehehe”, jawab Dityo cengar-cengir.

”Ini orang kenapa sih? Aku bener-bener nggak ngerti”, pikirku.

“Aku pulang dulu ya Ris, cepet sembuh coy!” kata Dityo sambil berjalan keluar gerbang

”Iyaa…makasih ya Dit!”, sahutku ceria.

Ketika Dityo telah pergi, ternyata tepat di belakang tempat Dityo berdiri tadi ada sesosok makhluk lain yang memperhatikanku, dia mengenakan pakaian putih dan menyeringai. Rasa dingin merayapiku.

6100game

”Woi! Kaya liat setan aja! Kenapa sih?”, tanya Ita membuyarkan lamunan horrorku.

”Eh? Loh?”, tanyaku kebingungan.

“Emang mukaku kaya setan yaa?”, tanyanya lagi dengan bibir manyun.

”Ah, bukan..bukan…tadi aku halusinasi…maaf.”, jawabku.

“Jadiiii…..?” , tanya Ita, dia tersenyum.

”Jadi apaan?” , aku semakin kebingungan.

”Aku gak disuruh masuk atau gimana gitu?” , sindirnya sambil tertawa.

”Oh iya….maaf…ayo masuk…maaf berantakan…” , aku mempersilahkannya masuk.

Begitu aku membalikkan badan setelah mengunci pintu, Ita tidak ada di ruang tamu. Aku kebingungan…apakah yang kulihat tadi hantu? Perasaanku jadi tidak enak, maka kuputuskan untuk tidur lagi. Mungkin aku terlalu lelah. Ketika aku masuk kamar, tiba-tiba pintu kamarku tertutup sendiri. Aku mematung ketakutan. Pelan-pelan aku menoleh ke belakang dan melihat Ita sedang nyengir melihat reaksiku dengan gayanya yang khas, kedua tangannya dimasukkan saku jaketnya yang berwarna putih.

”Eh kunyuk, udah tau aku lagi sakit, masih aja jail.” , aku duduk di tepian tempat tidur sambil menghela nafas.

”Iya maaf…hehehe…gimana sakitnya?” , Ita duduk disebelahku.

”Udah ada kamu, jadi aku udah gak apa-apa.” , aku menatap matanya sambil tersenyum.

Ita tampak terkejut mendengar jawabanku. Sejenak kami saling berpandangan. Perasaan hangat memancar dari dalam hatiku…aku cinta mati kepada cewek di hadapanku ini.
Matanya yang paling kusuka, mata yang teduh itu, mata yang memancarkan ketenangan dan kedewasaan yang begitu dalam.

”Ah iya. Aku bawa makanan nih. Tadi aku beli di kantin.” , katanya mengalihkan pembicaraan.

”Aku kan udah bilang. Kamu ada disini aja udah cukup.” , kataku sambil memeluknya dari belakang, kulingkarkan tanganku di pinggangnya, berharap Ita bisa merasakan kehangatan yang mengalir dari hatiku.

Dia terdiam sesaat, sepertinya ia merasa canggung. Tetapi tidak mengubah posisinya dan melanjutkan menawari aku berbagai macam makanan.

”Aku juga bawa buah loh. Mau nggak? Ada macem-macem, ada apel, jeruk, pear. Mau yang mana?” , tanyanya dengan terburu-buru. Ita mengeluarkan sebuah apel dari dalam tasnya.

“Kamu sekolah apa kondangan sih?” aku mengejeknya

“Hehehhe…sekolah, tapi buku pelajaran udah aku taruh dirumah tadi” Ita tertawa

Aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Menikmati tiap detik yang kulalui, aku merasa tenang mencium wangi tubuhnya. Aku…ingin begini selamanya…

”Aku mau dong buahnya.” , jawabku.

”Oh? Mau yang mana?” , tangannya masih menggenggam sebuah apel.

”Aku maauuu….” , rengekku dengan manja.

”Iyaaa….mau yang mana ? Apel? Jeruk? Pear?” , jawabnya sambil tersenyum.

”Gaak….aku gamau semuanya….” , bantahku.

”Loh? Katanya mau buah? Yang mana nih?” , Ita tampak kebingungan.

”Aku mau buah yang ini…” , tanganku dengan sigap melepas kancing seragam dan menyelinap ke balik bh yang dipakainya. Kuremas-remas buah dadanya dengan lembut.

”Aaaaaahh…..Ris jangan…!!” , desah Ita, apel yang ada ditangannya jatuh ke lantai.
Langsung saja kulumat bibirnya.

”Mmmmmhh…..mmmhh….!” , Ita berusaha mendesah, tetapi terhalang oleh bibirku.

Tangan kiriku menyusuri buah dadanya, kemudian turun ke perut, masuk ke rok lalu kuselipkan kedalam celana dalamnya. “Belum basah.” , pikirku. Kutarik tangan kiriku dan kujilat jari tengahku, kemudian kuselipkan lagi masuk celana dalamnya. Langsung saja kugesek-gesekkan jariku ke vaginanya.

”Iyaaaaaaaahh….aaaaaaahhh….aaa aahhhhh….aawwh…mmmhh …!!” , Ita mendorong bibirku menjauh agar bisa mendesah, nafasnya sudah tidak beraturan.

Mulutku kini bebas. Langsung saja kupakai untuk menciumi leher jenjangnya yang menggairahkan. Beberapa menit aku mengerjai Ita dengan menambah intens gesekan dan remasan di tubuhnya tiap menit yang berlalu. Kamarku kini dipenuhi suara desahan dan lenguhan nikmat Ita.

”Aaakuu….aaaahhnn….aaaahh….ngg ghh….maauu….aaahh…aa ahh….keluaaarr….uaaaaahh….!” , pekiknya tertahan.

Pahanya mengapit erat tangan kiriku, sementara kedua tangannya mencengkeram tangan kiriku juga. Kini kuku-kuku kedua tangannya kembali menancap di tanganku, kali ini tangan kiri. Tubuhnya mengejang hebat, sesaat kemudian Ita jatuh terduduk di lantai kamarku. Nafasnya tersengal-sengal, karpet lantai kamarku basah oleh cairan orgasmenya.

”Ihiiy…ciyee…ciyeee…yang habis orgasme…hahaha” , candaku.

”Berisik! Diem lah kamu…! Haahaha” , jawab Ita, bibirnya bergetar hebat.

”Iya..iya…nambah juga nih koleksi tattoo di tanganku. Kemarin yang kanan, sekarang yang kiri…hahaha…” , sindirku

“Ma…maaf…aku nggak sengaja…sungguh…”

”Iya, nggak apa-apa kok…” , jawabku singkat

Kubantu dia berdiri, sesaat kami berpelukan, kutatap matanya…mata yang indah yang selalu kudambakan…kemudian kucium bibirnya dengan lembut…
Kulepas sepatunya yang dari tadi masih dipakainya dan kutidurkan dikasur. Aku berbaring di sampingnya. Setelah nafasnya teratur, tiba-tiba dia berdiri dan melepas rok beserta celana dalamnya.

”Eh…eeh…mau ngapain kamu? Mabok yah?” , tanyaku terkejut sekaligus heran.

”Hehehehe…” , Ita hanya terkekeh.

Sekarang dia hanya mengenakan seragam yang sudah kusut dan kancingnya terbuka setengah, tanpa rok maupun celana dalam. Sontak ‘adik’ku menegang dengan hebatnya, jadi keras kayak mayat siap dikubur.
Dengan cepat, Ita menidurkanku, sekarang posisi kami 69, favoritku. Hehehehe…
Vaginanya tepat berada didepan wajahku.

”Ih…wooww…” , gumamku takjub.

”Kenapa?” , tanya Ita

”Unyuuuuuu…..hahaha” , langsung saja kugesek-gesek vaginanya dengan jari.

”Aaaaahh….na…nakal…!” , desahnya dengan manja

Ita mengelus-elus penisku dari luar celana yang kukenakan. Geli gimana gitu. Jadi tambah tegang.

”Eh, Ta, kamu serius nih? Udah pernah kaya ginian belum?” , tanyaku tidak yakin

”He eh…santai aja. Belom…ini yang pertama. Hehehe” , dia membuka celanaku

”Apa gapapa nih? Yakin kamu?” , aku masih belum yakin.

”Iiih…gak percaya amat. Coba aku praktekin kayak tadi malem waktu aku liat bo…….kep?” , kata-katanya sempat terhenti ketika celana dalamku sudah terlepas dan ‘adik’ku dengan gagah berdiri, dengan bentuk evolusi akhir.

Aku pun agak kaget; “Woi! Itu kamu ‘dik’? Kamu kenapa hah bisa sampe kaya gitu?” , tanyaku kepada sang ‘adik’ dalam hati.

“Hehehe…jadi malu…” , aku tersenyum

”Wow…ternyata gini toh…anunya cowok…” , tatapnya penasaran sambil memegang batang penisku. Rasanya aneh, tapi enak.

”Eh, apa tadi malem kamu nonton bokep?” , tanyaku

”Iya…yaa walopun aku sempat muntah ngeliatnya…baru pertama aku liat bokep..” , jawab Ita tersipu.

Tanpa ba bi bu, Ita langsung memasukkan penisku ke mulutnya dengan agak canggung. Dia jilati dari ujung ke pangkal. Rasa dingin sekaligus hangat menyelimuti penisku. Tiap gesekan dengan lidahnya membawa sensasi nikmat, membuatku merinding.

”Oooohh…..” , aku mengerang, seluruh tubuhku gemetar karena nikmat

”Coba aku praktekin kayak yang di bokep ya?”

Dia memaju-mundurkan kepalanya, penisku keluar masuk mulutnya dengan bebas.
Ketika aku menyentakkan pinggulku, penisku masuk terlalu dalam ke tenggorokannya.

”Hmph…” , Ita memejamkan matanya rapat-rapat saat penisku masuk sampai tenggorokannya

”Uups…sori…gimana rasanya?” , kataku.

“Mmm…ga terlalu buruk kok…tapi aneh sih…” ia melepaskan penisku dari mulutnya supaya bisa berbicara.

Ku belai-belai dan kubuka sedikit bibir vaginanya. Dari sini, aku bisa melihat jelas klitorisnya yang waktu itu belum sempat dieksploitasi besar-besaran oleh lidahku. Kuhisap klitorisnya, kugigit kecil dan kubelit dengan lidahku. Responnya diluar dugaan.

”Mmmmmmuaaaahhh…..aaaaarrrghhh ….!! Disitu…aaaaagghh….aaaahh…aaahh h…” , teriak Ita. Dia melepaskan penisku dari mulutnya, ia menjerit dan kepalanya mendongak keatas.

Kemudian kepalanya terkulai lemas disamping penisku yang masih dengan angkuh berdiri. Sesekali dia menjilat batang penisku dengan lemah. Wajahnya sayu, kelelahan. Melihatnya dalam kondisi seperti ini, nafsuku semakin meledak. Serangan lidahku semakin gencar di klitorisnya.

”Ngggghhh…..aaahhh…aaaahhh….uu uuhhh…..mmmhhh…..ter us Rissss…terusin…ooohh….iyaaaahh…” , matanya terpejam dan nafasnya pendek-pendek.

Beberapa detik kemudian, Ita menekan vaginanya ke mulutku dengan kuat, aku megap-megap. Tubuhnya bergetar hebat.

”Riiiiiiiiissssssss……aku….keluaaaaa aaaaaarrr….!!” ,jeritnya.

Dia mengalami orgasme yang kedua kalinya. Cairan orgasmenya membasahi mulutku. Euh…baunya aku tidak tahan. Segera setelah itu, dia terkulai lemas diatas tubuhku.

”Makasiih Ta…mulutku basah semua!” , ujarku kepadanya dengan nada sinis.

”Mmmmhh…?” , matanya terpejam dan kelihatan sangat lemas

Aku duduk dan mengangkat pinggulnya dari belakang. Dari posisi ini, aku dapat melihat punggungnya yang basah oleh keringat dan wajahnya yang kelelahan.

“Sekarang, gantian yaa” , ucapku santai. Dari belakang, kulucuti semua pakaiannya hingga dia telanjang bulat.

“Jangan…Ris…aku masih virgin…” ujarnya lirih, nafasnya berat dan pendek

Ita masih tersengal-sengal ketika kutempelkan penisku di vaginanya. Aku tahu kalau dia tidak akan melawan, pasti sudah kelelahan akibat dua kali orgasme. Dengan bantuan tangan, kujejalkan penisku yang sudah basah masuk ke dalam vaginanya.

Separuh kepala penisku ditelan vaginanya.

“Aaaargh! S-sakit Ris! Sakiit!! Cabut! Jangan diterusin! Aaaarrggghh!!” , Ita berteriak keras sekali. Matanya terbelalak, tangannya menggapai-gapai meraih penisku, mencoba mencabutnya.

Dengan kedua tanganku yang masih bebas, kutekan bagian sikunya sehingga dia tidak dapat menjangkau penisku. Dengan satu hentakan keras, kujejalkan penisku seluruhnya. Kini seluruh penisku telah masuk. Darah segar mengalir pelan dari bibir vaginanya.

”Aaaaaaaahhhh!!” , Ita berteriak pilu dan mulai menangis.

Rasanya enak sekali, walaupun sempit, tapi vaginanya hangat dan meremas-remas penisku. Uuuh….nikmatnya. Pelan-pelan kupompa penisku keluar masuk vaginanya.
Kugenjot Ita beberapa menit sampai kemudian kudengar desahan disela isak tangisnya.

”Lama-lama enak kan?” , tanyaku sambil tersenyum

”Sakit…” , air matanya mengalir

Beberapa saat kemudian, ketika sudah mulai terbiasa, Ita sudah tidak lagi menangis namun mendesah tidak karuan. Aku tersenyum. Kupompa lagi vaginanya dengan kekuatan penuh.

”Auh…uuh…teruss Ris…cepetin…aaahh…iyaa…disitu… mmhh…teruss..” , Ita meracau.

Kubalikkan badannya sehingga kini dia telentang dihadapanku. Kugenjot vaginanya dari depan.

”Uuuhh…..enak Ta…aahh…aahh…” , aku sudah tidak mampu menahan desahan.

”Iyaa…aaahhh…aku juga….uuuhh…enaakk….teruss Riiiss…ooohhh…” , sahutnya.

Aku tidak merubah posisiku. Aku dan Ita terus bermain pada posisi ini sampai kira-kira 20 menit, hingga mendekati klimaks.

”Kkamu…selesai dapet kapan Ta…?” , tanyaku sambil menahan nafas

”Tiga…aaaahh…hari yang lalu…aahh…ngghhh…” , lenguhnya

”Hmff…aku…hampir…sampai….aaahh …ahhh….” , ujarku

”Aku….uuh…juga…aaahh…”

Penisku berdenyut-denyut.

SUHU DOMINO

”Kita…keluar…bareng yaa…” , kataku

Beberapa detik kemudian, aku rebah dan memeluk tubuhnya dengan erat

”Akuu…..keluaarr…incoming……!!” , aku mengerang

”Aaaaaaaaahhhhhh…..!” , jawab Ita dengan jeritan

”Aaaaaarrrrrgggghhhh!!!” , kami berdua mengerang pada saat yang bersamaan

Croott…crooottt…crooott…sperma ku mengalir dengan deras didalam vaginanya.
Pada saat bersamaan, Ita juga mengalami orgasme. Vaginanya meremas penisku dengan kuat, tubuhnya mengejang dan melengkung.

Kami berdua memejamkan mata dengan rapat dan saling berpelukan, menikmati tiap detik sensasi yang kami rasakan. Rasa hangat mengalir keseluruh tubuhku. Tubuhku dan Ita sama-sama bersimbah keringat. Aku melepas pelukan dan membaringkan diri disampingnya

Aku menoleh, kutatap wajahnya yang dipenuhi berbagai macam ekspresi, antara lelah, senang, puas, sedih, dan takut. Semua bercampur jadi satu.

“Kamu udah ngambil virginitasku Ris…jangan tinggalin aku…” Ita berkata sambil menahan tangis

”No matter what happen, even when the sky is falling down, I promise you that I will never let you go. Aku sayang banget sama kamu Ta…makasih ya..” , ucapku sambil tersenyum, lalu kukecup keningnya.

Ita hanya tersenyum sedih dan menyandarkan kepalanya di dadaku kemudian terlelap. Kupeluk dia dengan penuh kasih sayang. Kutarik selimut hingga sebatas dadaku dan aku pun tidur.

Malam itu, Ita menelpon rumahnya untuk memberitahu bahwa dia sedang menginap dirumah teman ceweknya, padahal dia sedang tiduran denganku di kamar. Ini malam minggu, jadi aku tidak perlu khawatir.

Minggu pagi…

Aku merasa silau karena sinar matahari pagi tepat mengenai mataku. Aku bangun dengan malas. Ketika kulihat kesamping, Ita masih terlelap tanpa pakaian. Spontan ‘adik’ku kaget setengah mati dan melonjak tegang.

”Auh!” , aku agak berteriak karena merasa ‘adik’ku senut-senut.

”Mmmh…udah pagi ya?” , Ita terbangun mendengar suaraku.

Sejenak dia mengerjap-ngerjapkan matanya. Kemudian ketika matanya sudah terbiasa, dia terbelalak mendapati dirinya tidak memakai pakaian apapun dan melihatku berbaring disampingnya tanpa mengenakan pakaian.

”Halo Ta! Paa–”

PLAKK!!!!
Satu tamparan sukses mendarat di pipi kananku. Dia buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut.

”Apa-apaan sih?! Pagi-pagi aku udah dianiaya!” , kataku sebal sambil mengusap-usap bekas tamparannya dipipiku.

Ita tampak bingung. Kemudian setelah melihat sekelilingnya, dia baru sadar.

”Aduh! Maaf Ris! Aku nggak inget kalo semalem aku tidur sama kamu..!” , ujarnya panik

”Grrrr…!!” , aku menggeram marah

Ita tampak ketakutan melihat reaksiku. Tangannya agak gemetar.
Segera saja kuterjang dia, aku melompat dan mendarat diatas tubuhnya, kedua tangannya kutahan.

“Kamu ini!” , geramku, kemudian kucium lehernya dengan lembut.

”Aaahh…maaf Ris…aku…mmmhh….nggak sengaja…hhh…” , desahnya.

Kugesek-gesekkan penisku di selangkangannya sementara lehernya masih kucium.
Ketika tanganku sudah mulai turun ke buah dadanya, HP ku berbunyi dengan nyaring.
Spontan kuhentikan aktivitas dan kuraih HP ku. Sepintas kulihat raut wajah Ita yang sebal karena merasa terganggu, kemudian ia menarik selimut hingga ke atas kepala..

Cih! Ganggu aja ni orang…
Ada panggilan masuk. Kulihat nama yang tertera di layar HP ku : Angga.

”Yo Ngga! Kenapa?”

”Dasar! Dari tadi malem aku telpon kamu tapi nggak diangkat!”

“Sori…sori men…kagak denger…! Ada apa?”

”Mau tanya keadaanmu gimana. Katanya sakit, kok ceria gitu?”

”Ah…udah sembuh…makasih…”

”Eh, kita-kita mau pada main nih ikut nggak?”

”Motorku ancur Ngga…mau naik apa?”

”Udaah…kumpul dirumahnya Rama, jam 12 yaa. Bawa baju ganti buat 3 hari.”

“Eeh, tunggu Ngga!”

Belum sempat aku menyelesaikan kata-kata, panggilan sudah diputus oleh Angga.
Aku mematikan HP dan berjalan ke arah Ita yang meringkuk dibalik selimut.
Aku masuk ke balik selimut, tanganku meraba-raba.

”Itaaaa…..” , kataku ketika tanganku sudah menemukan apa yang kucari.

”Kenapa? Aaaww…masih pagi udah ngremes-remes susu…geli tau!” , jawab Ita sambil menyingkap selimut dan mencoba menyingkirkan tanganku dari buah dadanya.
Ita tersenyum, senyum yang manis sekali dan aku merasa nge-fly mengetahui bahwa senyum itu ditujukan padaku.

”Biar deh…hehehe…peluk dong!” , ucapku dengan manja

”Iih..manja amat sih…” , ejeknya, tetapi dia tertawa lalu memelukku.

Kami berdua berpelukan dengan mesra. Aku meletakkan kepalaku di dadanya. Terasa kenyal dan hangat. Aku merasa sangat nyaman, kunikmati setiap jengkal kulitnya yang mulus di tubuhku.

”Ssstt…liat sini deh..” , panggilku

”Hmm?” , ia menunduk menatap wajahku

Segera saja kucium bibirnya dengan lembut. Bibir kami bertautan cukup lama. Aku melepaskan bibirku dan kutatap matanya. Mata yang tidak berubah, mata yang selalu membuatku terpesona. Ita membuatku benar-benar jatuh cinta padanya. Kami berpelukan lagi.

Setelah membersihkan diri, aku mengantar Ita pulang naik motorku yang satunya.
Kemudian aku langsung menuju ke rumah Rama. Entah kenapa Angga menelepon tidak jelas seperti itu.

”Hoi! Sori telat!” , kataku kepada teman-teman se geng ku. Mereka sedang duduk diteras.

Aku membuka pagar dan masuk ke halaman rumah Rama

”Aaah ga asik ah! Pacaran mulu!” , ejek Dityo

”Pacaran your head! Punya juga belom” , bantahku sambil tertawa

”Udah udah…gini loh, mobil ayahku nganggur nih. Besok kita libur 1 minggu. Mau main kemana?” , jelas Rama

”Kepantai yuuk!” , usul Angga dengan senyum lebar

”Pantai? Bosen cuy…yang lain coba…” , tolak Dityo

“Gimana kalo kita ke gunung gitu?” usulku

”Yaaa! Boleh! Tapi mau kemana?” jawab Rama semangat

”Ada tempat yang bagus sii…telaga di dataran tinggi, ada camping groundnya juga.” ucapku sambil menyebutkan nama suatu daerah

“Hmm….bagus juga…kapan nih kita berangkat?” tanya Rama lagi

”Mobilmu kosong mulai kapan? Siapa yang mau nyetir?” interupsi Dityo

”Sore ini udah kosong. Nyetir? Angga aja gimana?” jawab Rama

”Okeh!” Angga menyahut

”Bawa anak-anak cewek ga nih?” tanyaku penuh harap

Semuanya hanya memandangku dengan menyunggingkan senyum mesum. Aku sudah tahu jawaban mereka.

Maka esok paginya kami dengan pasangan masing-masing kumpul dirumah Rama. Seakan-akan surga mengijinkan, orang tua Rama pergi keluar kota bersama teman-teman kantor mereka, jadi tidak akan ada yang menanyai kami kenapa membawa cewek-cewek.

Aku dengan Ita, Angga dengan Angela, Dityo dengan Diana, dan Rama dengan Yuna.
Sayangnya mobil penuh, sehingga Adi dan Feny memutuskan untuk tidak ikut.

”Heh! Katanya bawa cewek sendiri. Kok malah ngajak Ita sih?”komen Angga ketika aku dan Ita datang.

”Hayoo…kalian jadian kapan hah?” goda Dityo sambil meraih tangan Diana

Aku dan Ita hanya tersenyum. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

”Uuuuff….panas ya? Ohya, anak cewek yang lain pada dimana?” tanya Ita sambil mengibaskan tangan karena kepanasan

”Noh di dalem…lagi pada ngadem” sahut Rama tanpa memalingkan wajah. Ia sibuk mengecek mesin mobil bersama Angga

”Aku ganti baju dulu yah Ris? Panas nih…” tanya Ita kepadaku. Aku hanya mengangguk.

Ita mengambil tas yang ada di motorku kemudian berlari kecil masuk ke rumah Rama.
Tak lama kemudian terdengar anak-anak cewek pada cekikikan. Tak tau apa yang mereka bicarakan.

Beberapa lama kemudian…

”Oii…mobil dah siap nih…girls, ayo berangkat!” Angga berteriak dengan semangat.

”Ram, aku titip motor ya? Kumasukin garasi ya?” seruku kepada Rama diiringi anggukan kepalanya.

Setelah aku keluar garasi, kulihat semua anak-anak sudah naik mobil semua kecuali Ita. Dia berdiri di depan pintu, menungguku. Rupanya dia telah mengganti pakaian, sekarang dia mengenakan kaos santai dan … … what the hell?! Dia memakai rok mini!
Uuh…adikku menggeliat dari tidurnya merasa terganggu dengan pemandangan dihadapanku. Begitu aku berjalan disebelahnya, Ita mengapit lenganku. Dadanya yang kenyal bersentuhan dengan lengan kananku. Adikku sudah setengah sadar…

”Hoi! Cepetan!!” Dityo berseru tidak sabar

Aku dan Ita pun naik ke mobil. Kami duduk dengan pasangan masing-masing.
Angela duduk disebelah Angga yang sedang mengemudi, Rama dan Yuna duduk dibelakang bersama Dityo dan Diana. Sementara mereka membiarkanku berdua dengan Ita di kursi tengah. Mobilpun melaju dengan mulus.

Rama dan Dityo sibuk dengan cewek mereka masing-masing. Angga menyetir sambil bercakap-cakap dengan Angela. Aku yang duduk disebelah kiri Ita, memilih membaringkan kepalaku di pahanya yang putih mulus.

”Hei…” aku memanggil Ita.

Dia menoleh kearahku. Kutatap matanya yang teduh dan akupun tersenyum. Ita membalas senyumanku, kemudian ia mengelus pipiku. Aaah…aku sangat bahagia. Sejenak, kata-kata gombal yang dilontarkan Rama kepada Yuna, suara khas kuli pelabuhan Dityo, dan obrolan tak jelas Angga dengan Angela mendadak hilang.

Kesunyian ini bertahan hingga Dityo berteriak menawarkan makanan ringan kepada kami. Aku dan Ita sama sama menggeleng.

Aku kembali tiduran dengan menghadap ke arah Ita. Kuberanikan diri mengangkat rok mininya sedikit, mencoba mengintip kedalam roknya.

”Sssstt!!” Ita menghardik dengan risih sambil menyingkirkan tanganku.

Aku tersenyum salah tingkah. Namun Ita juga tersenyum melihat tingkahku.
Sepertinya adikku benar-benar mengamuk, menggedor-gedor hingga celana jeans yang kukenakan menonjol. Sesak sekali. Spontan aku menekuk lutut dengan cepat. Ita yang kaget menoleh, dan ketika melihat tonjolan di celanaku, senyumnya menjadi canggung.

Tiba-tiba….

”Aaaahh….ssshhh…..aaaahhh….” ada suara desahan dari belakang

Otomatis aku melonjak terduduk, aku dan Ita sama-sama menoleh kebelakang.
Kami berdua terhenyak, pemandangan yang kami lihat benar-benar tak dapat dipercaya.

Diana sedang dipangku oleh Dityo, sementara tangan Dityo masuk kedalam kaosnya dan meremas-remas payudaranya.

Rama sedang sibuk menciumi leher Yuna, diiringi desahan-desahan dari kedua pasangan.

Aku dan Ita kembali menoleh kedepan dengan melotot, tak percaya apa yang baru saja kami lihat. Kutatap Ita, dibibirku tersungging senyum nakal. Ia mengerti maksudku.
Segera saja kuangkat kedua kakinya, kemudian aku melepas celana dalamnya. Kali ini Ita tidak melawan. Dengan gerakan tiba-tiba, kusapukan lidahku di vaginanya, kujilat dan kuhisap klitorisnya. Tubuhnya menegang.

”Aaaaahhnnn…..nggghh…..aaaaahh h….aaaasssshhh…..uuu hh..” desah Ita dengan penuh kenikmatan. Tangan kanannya menjambak rambutku sementara tangan kirinya terkulai lemas di leherku. Matanya terpejam, menandakan dia menikmati kehangatan lidahku yang keluar masuk lubang vaginanya.

Tiba-tiba suasana menjadi sunyi. Rama dan Dityo menghentikan aktivitasnya, Yuna dan Diana berhenti mendesah dan memperhatikan Ita dengan rasa ingin tahu. Sepertinya mereka penasaran karena suara desahan Ita yang jelas-jelas penuh dengan kenikmatan.

Ita tersadar, kemudian dia sadar bahwa Rama, Dityo, Yuna dan Diana memandangnya dengan ekspresi heran. Wajahnya langsung memerah karena malu, dia menunduk, mengambil celana dalamnya yang jatuh kemudian langsung mendorong kepalaku dan menutupi roknya dengan kedua tangan.

Mulai saat itu, semua anak diam tak bersuara sampai tujuan kecuali Angela dan Angga yang sibuk ngobrol, sepertinya mereka tidak tahu apa yang terjadi. Aku hanya diam saja.


Tamat.



BACA JUGA !!!

6100game

SUHU DOMINO

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment

Petting Dengan Kakak

SUHU DOMINO SUHU DOMINO 6100game - Nama aku Dendi 18 tahun, aku dua bersaudara, aku anak kedua dimana kakakku perempuan berusia 4 tahun...