Muridku Mencintaiku

Posted by SP on

SUHU DOMINO

6100game - Dheo terkejut ketika membaca dua kalimat singkat pada sepotong kertas yang terselip di antara hasil test murid-muridnya...
"Saya ingin punya cowok yang seperti Bapak, jantan! Apalagi kumis Bapak yang tebal itu, menggemaskan".

Setelah membacanya, ia menarik nafas panjang beberapa kali. Ia menduga bahwa potongan kertas itu terselip di kertas test muridnya yang nakal, Febby. Lalu ia memutuskan untuk merobek kertas itu menjadi beberapa potongan kecil. Ia tak ingin istrinya menemukan dan membaca kertas itu.

Tanpa disadarinya, pikiran Dheo menerawang ke beberapa 'peristiwa menyenangkan' ketika ia mengajarkan matematika di kelas 2B. Kelas itu menjadi berbeda daripada kelas-kelas lainnya karena di kelas itu ada Febby yang cantik, berhidung bangir, berkulit kuning bersih, dan selalu duduk di kursi barisan paling depan. Kursi itu berjarak kira-kira 3 meter dari meja guru dan persis berhadap-hadapan.

Febby menjadi murid yang 'istimewa' karena bila sedang latihan mengerjakan soal, lututnya selalu agak renggang. Dari mejanya, Dheo dapat memandang celah di antara kedua lutut itu. Dan karena murid-murid lainnya sedang sibuk mengerjakan soal masing-masing dengan kepala tertunduk, maka Dheo merasa bebas menatap pemandangan indah di depannya.

Pertama kali, Dheo merasa bahwa hal itu hanya sebuah ketidaksengajaan. Murid yang istimewa itu mungkin terlalu asyik dan serius mengerjakan soal latihan sehingga tidak menyadari posisi duduknya yang menggairahkan birahi lelaki. Sesekali kedua lutut itu dirapatkan, tapi tak lama kemudian terbuka kembali.

Ia jadi terlena menatap keindahan paha dan kecantikan wajah gadis remaja yang duduk di depannya. Dan tak sengaja, ia melihat senyum kecil di sudut bibir gadis itu ketika memergoki arah tatapan matanya. Saat itu, ia langsung mengalihkan pandangan ke sekeliling ruang kelas. Tapi tak lama kemudian, seperti dihipnotis, pandangannya beralih kembali ke tempat semula. Ternyata kedua lutut itu terbuka semakin renggang hingga ia dapat melihat kemulusan paha bagian dalamnya.

Dheo tak mampu mengalihkan matanya ketika muridnya itu kembali mengangkat wajahnya. Sesaat, tatapan mata mereka berbenturan. Lalu keduanya tersenyum. Tak lama kemudian, kedua lutut itu semakin direnggangkan hingga ia terpana menatap segaris celana dalam berwarna putih. Barulah disadarinya bahwa paha itu memang sengaja direnggangkan agar ia dapat memandang keindahan yang tersembunyi di balik rok seragam berwarna abu-abu itu.

Pada kesempatan lain, Dheo hanyut ke dalam fantasinya sendiri. Seandainya mungkin, ia ingin menghampiri dan melihat keindahan itu lebih dekat lagi. Ia ingin mengusap kemulusan paha itu dan mengecup pori-porinya berulang kali. Ia ingin mencicipi kehalusan kulit paha itu dengan ujung lidahnya. Lalu ia akan mengecup dan sesekali menjilat, mulai dari lutut hingga ke pangkal paha. Ia juga ingin menyusupkan telapak tangannya ke bawah rok gadis remaja itu agar dapat meremas bongkah pinggul yang pasti masih kenyal.

Dan yang paling penting, ia ingin menyibak secarik kain tipis penutup pangkal paha gadis itu agar ia dapat menghirup aroma semerbak yang tersembunyi di situ. Aroma seorang gadis belia pasti sangat segar, katanya dalam hati. Aroma yang membius! Aroma yang membuat ia tak berdaya! Lalu ia akan menghirup aroma itu dalam-dalam. Setelah aroma itu memenuhi rongga dadanya, ia akan mencium dan menjilat-jilat kelembutan bibir vagina yang segar itu.
Lidahnya akan menari-nari dengan liar agar kedua belah paha mulus itu 'menggunting' lehernya sehingga lidahnya terperangkap dalam liang vagina yang basah. Setelah melipat lidahnya seperti bentuk sekop, akan dihisapnya semua lendir yang tersembunyi di bibir dalam dan dinding vagina itu. Akhirnya, ia akan meremas-remas bongkahan pinggul kenyal itu sambil membiarkan lidahnya merasakan denyutan-denyutan vagina seorang gadis remaja yang sedang mencapai puncak orgasmenya.

Kira-kira seminggu setelah menyuguhi pemandangan indah di pangkal pahanya, tiba-tiba Febby berjalan menghampiri Dheo. Saat itu bel jam istirahat telah berbunyi. Gadis itu sengaja keluar paling akhir dari ruang kelas.
"Ini untuk Bapak!" katanya sambil meletakkan sepotong kertas di atas meja, lalu melangkah terburu-buru meninggalkan ruang kelas.

Dheo membaca tulisan di kertas itu, 'Coba tebak, besok Febby pakai CD warna apa?'. Dan di bawah tulisan itu ada nomor HP. Setelah merenung sejenak, Dheo memasukkan nomor
HP itu ke dalam memory HP-nya. Sejenak ia ragu mengirimkan SMS untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi ada bisikan di lubuk hatinya, 'Ini hanya sebuah game, tak salah untuk dicoba.' Dan kemudian ia menuliskan satu kata, 'Pink.'

Kira-kira semenit kemudian, HP Dheo berbunyi. Ia membaca SMS yang masuk, 'Salah.' Lalu dibalasnya, 'Biru muda.' Tak lama kemudian, masuk jawaban, 'Salah!'. Dibalasnya lagi dengan, 'Putih!'. Jawabannya, 'Masih salah!'. Setelah merenung sejenak, Dheo membalas, 'Hitam.' Lalu ia menerima balasan, 'Ayo, itu CD siapa? Febby nggak punya CD warna hitam!'.

Dheo tersipu. Lalu ia menulis SMS yang agak panjang, 'Nyerah deh. Yg pernah aku lihat hanya: putih, pink, dan biru muda. 2 hr yang lalu aku nggak bisa melihatnya karena pahamu kurang terbuka!' Dan ia pun menerima jawaban yang agak panjang, 'Jadi Bapak ingin besok Febby pakai warna apa?' Merasa game yang mereka mainkan telah meningkat panas dan mesra, dengan berani Dheo menulis, 'Jangan pakai!!' Dan setelah SMS itu dikirimkan, hingga menjelang tidur malam harinya ia tidak mendapat balasan. Mungkin ia marah dan tersinggung, pikir Dheo.

Keesokan harinya, jantung Dheo berdebar-debar ketika berada di ruang kelas. Setelah menjelaskan beberapa contoh soal, ia melangkah berkeliling di antara kursi murid-muridnya. Ia berbuat demikian agar tak sempat bertatap mata dengan gadis remaja yang nakal itu. Tapi ketika sedang melangkah di sebelah kiri kursi Febby, gadis itu sengaja menjatuhkan pensilnya ke lantai persis di depan kursinya.

SUHU DOMINO

6100game

Tanpa sadar, dengan refleks Dheo berhenti lalu menunduk memungut pensil itu. Dan ketika menengadah, tiba-tiba wajahnya merona merah. Walau hanya sesaat, dilihatnya gadis itu sengaja mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar, lalu dengan cepat dirapatkan kembali. Memang hanya dalam hitungan detik, tetapi ia sempat melihat pangkal paha itu dari jarak yang sangat dekat. Di pangkal paha itu ada setumpuk kecil bulu-bulu ikal berwarna hitam.
Bukan hitam pekat, tetapi hitam kecokelat-cokelatan karena bercampur dengan bulu-bulu halus, lurus, dan masih pendek. Bulu-bulu yang baru tumbuh!

Setelah berdiri kembali dan berhasil menguasai dirinya, Dheo menatap ke sekeliling ruang kelas. Tak terlihat ada tanda-tanda bahwa murid-murid lainnya mengetahui peristiwa itu. Lalu dengan suara tegas berwibawa, ia berkata..
"Kerjakan latihan soal nomor 1 dan 2."

Sore itu, ketika baru saja menutup pintu mobilnya, HP Dheo berbunyi. Ia terpana ketika membaca nama yang muncul, Febby.

"Ya, ada apa Febby?"
"Bapak marah ya?! Kenapa setelah mengambil pensil Febby dari lantai Bapak tidak duduk kembali di kursi Bapak. Padahal hari ini Febby sengaja tidak pakai CD agar Bapak bisa memandanginya!"

Lidah Dheo tiba-tiba terasa kelu. Gila, katanya dalam hati. Si Febby ini bicara to the point. Berkesan vulgar. Menantang. Gadis itu seolah tak peduli, atau memang tak mau peduli efek dari kalimat-kalimat nakal yang diucapkannya.
"Aku tidak marah! Aku sedang memikirkan apakah aku masih akan mendapatkan kesempatan memandang pangkal pahamu dari jarak sedekat itu." kata Dheo setelah memutuskan untuk 'masuk' ke game yang lebih dalam lagi.

Hanya orang bodoh yang menolaknya, katanya dalam hati. Bahkan kamu bisa membuat semua lelaki menjadi bodoh dan tak berani membantah keinginanmu. Lelaki mana yang berani menolak keinginan seorang gadis remaja yang cantik dan seksi seperti kamu? Lelaki mana yang akan membantahmu bila kau janjikan akan mendapatkan hadiah berupa sepasang paha ramping dan panjang yang akan membelit pinggangnya?

"Bapak suka?"
"Suka banget! Apalagi kalau boleh dicium!"
"Bapak mau mencium paha Febby?"
"Mau! Paha dan pangkalnya ya!"
"Ha?!"
"Apa vagina Febby belum pernah dicium?"

Sejenak tak ada jawaban. Dheo pun sempat ragu-ragu untuk melanjutkan. Apakah mungkin si Febby yang vulgar dan nakal itu masih virgin? Belum pernah merasakan lidah lelaki menjilat-jilat bibir vaginanya, mengisap-isap klitorisnya? Apakah mungkin ia belum pernah menggosok-gosokkan dan menghentak-hentakkan celah vagina di bibir dan hidung seorang lelaki? Kalau belum, mengapa ia mengatakan suka pada kumisku?, tanya Dheo dalam hati.

Rasa penasaran membangkitkan gairah kejantanannya. Bagian bawah pusarnya mulai tegang ketika membayangkan keindahan bulu-bulu di sekitar vagina itu. Bulu-bulu yang dapat ia tatap sepuas hatinya. Tidak hanya pandangan sekilas seperti ketika ia memungut pensil dari depan kursi gadis belia itu. Bulu-bulu halus yang masih pendek, yang membuat ia gemas ingin menariknya dengan bibirnya. Menggelitiknya dengan kumisnya yang kasar. Gelitikan yang membuat pinggul itu mengelinjang. Lalu ia akan menjilatnya. Dan karena tak sabar, gadis itu akhirnya menarik kepalanya agar ia mencium dan menjilati bibir vagina yang mungil itu. Ini kesempatan emas yang mungkin terjadi hanya sekali seumur hidup, atau tidak akan pernah terjadi sama sekali! Take it or leave it, katanya dalam hati.

"Hallo Febby!"
"Kalau dicium di situ belum pernah. Kalau dahi dan pipi sering, dicium Papa."
"Terserah Febby deh. Aku akan menurut saja. Kalau hanya boleh memandang saja, aku suka. Kalu diijinkan mencium, aku pun suka. Dilarang, aku pun akan patuh."
"Kalau suka, Febby akan mengijinkan Bapak memandangnya lagi dari jarak dekat!"
"Kapan?"
"Mau sekarang?"
"Hah?!"
"Febby sekarang ada di Mall Arion. Bapak jemput Febby ya. Jangan parkir. Masuk ke halaman mall dan melewati pintu depan. Febby sekarang berdiri di situ, buruan ya!"
"OK!"

Dheo tersenyum sambil melirik Febby yang duduk di sebelahnya. Secara material, walau hanya seorang guru matematika, ia tidak kekurangan. Ia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Ia memiliki rumah dan mobil sedan yang baik pemberian orangtuanya. Ia mencintai matematika dan ingin mengajarkannya kepada orang lain. Cita-citanya hanya ingin membuat matematika menjadi sebuah ilmu yang mudah untuk dimengerti. Sikapnya yang sabar ketika mengajar membuat ia disukai murid-muridnya. Ia memang tidak ingin diarahkan orangtuanya menjadi seorang pengusaha seperti yang dialami adiknya.

"Kita ke mana?" tanya Dheo memecah keheningan.
"Ke rumah Febby saja. Di rumah Febby hanya ada pembantu. Papa dan Mama sedang ke Singapore."
"Karena sekarang tidak sedang di kelas, sebaiknya panggil langsung nama, jangan pakai Pak."
"Benar? Nggak marah?"
"Benar! Walau perbedaan usia di antara kita mencolok, bukan berarti kita harus membuat sekat pemisah. Sekat seperti itu sangat membatasi ruang dan gerak. Secara formal, kadang-kadang sekat seperti itu memang diperlukan untuk menjaga jarak karena kita terikat pada norma dan etika. Kalau informal, sekat-sekat itu tak diperlukan karena akan membatasi seseorang dalam mengekspresikan dirinya. Setuju?" Febby tertawa kecil mendengar uraian Dheo.
"Kayak menjelaskan rumus matematika saja!" komentarnya.

Ternyata gadis remaja itu tinggal di sebuah rumah besar dan mewah. Febby menggandeng tangan Dheo menuju ruang keluarga yang terletak di bagian tengah, lalu menghilang di balik salah satu pintu setelah aku menghempaskan pantat di atas sebuah sofa besar dan empuk. Tak lama kemudian, seorang pembantu datang meletakkan segelas minuman ringan di hadapanku dan kemudian dengan terburu-buru menghilang kembali ke arah belakang.

6100game

Sambil menunggu, Dheo melayangkan pandangan ke sekeliling ruangan. Semua furniture di ruangan itu tertata rapi dan bersih. Pada sebuah dinding, tergantung lukisan berukuran kira-kira 1 x 1 meter. Lukisan seorang anak perempuan kira-kira berumur 7 tahun yang berdiri diapit oleh ayah dan ibunya. Anak itu sedang tersenyum lugu. Rambutnya berponi. Lucu. Itu pasti Febby dan kedua orangtuanya, kata Dheo dalam hati.

Kurang lebih 15 menit kemudian, Dheo terhenyak. Gadis remaja itu berdiri di hadapannya dengan gaun tipis berwarna putih yang ujung bagian bawahnya tergantung kira-kira sejengkal di atas lutut. Gaun tanpa lengan. Hanya dua utas tali di bahu kiri dan kanan yang mengikat gaun itu agar tetap tergantung menutupi tubuh pemiliknya. Cantik. Seksi. Mempesona. Rambutnya lurus sebahu. Tingginya yang kira-kira 165 cm membuat ia tampak anggun. Tonjolan dadanya proporsional. Gaun tipis itu seolah menebarkan sejuta misteri yang memaksa mata lelaki menatap tak berkedip untuk mengungkap rahasia lekuk-lekuk tubuh yang tersembunyi di baliknya. Bagian bawah gaunnya yang lebar dan berenda seolah menjanjikan telaga birahi yang akan menyeret lelaki menyelam dalam sejuta fantasi.

"Febby, kau cantik sekali," kata Dheo memuji. Pujian jujur yang keluar dari lubuk hatinya.
Febby tersenyum. Selama ini belum pernah ada lelaki yang memujinya seperti itu. Ia senang mendengar pujian itu. Ia pun sangat senang karena sebelumnya tak pernah melihat guru matematikanya itu terpesona menatapnya. Ia pun belum pernah melihat tajamnya sorot mata lelaki yang terpesona menatap. Dengan sikap feminin, ia duduk di sebelah kiri Dheo.

"Febby, mengapa kamu memakai gaun seperti itu?"
"Karena Febby suka pada Bapak. Juga karena Bapak tampan dan jan.."
"Ehh, ehh! Tidak pakai sebutan Bapak!"
"Lupa..! Juga karena Dheo tampan dan jantan, itu jawabannya!"
"Alasan lain?"
"Febby nggak punya saudara. Febby anak tunggal. Sering kesepian di rumah karena sering ditinggal Papa dan Mama. Nggak punya sahabat karena banyak teman-teman perempuan yang iri sama Febby. Nggak punya pacar karena cowok yang seusia Febby rata-rata egois. Obsesinya mereka selalu tentang sex. Padahal Febby belum tentu suka. Jelas Bapak guru?"

Dheo tertawa karena kata 'bapak guru' itu diucapkan dengan cara yang lucu. Dan sebelum tawanya berakhir, tangannya meraih bahu gadis itu. Dirangkulnya dengan ketat. Tak ada perlawanan. Sisa sabun beraroma lavender yang memancar dari tubuh gadis itu terasa menyegarkan ketika aromanya menyengat hidung Dheo. Dengan gemas, di kecupnya pipi gadis itu. Kiri dan kanan. "Seperti Papa," kata Febby sambil tertawa kecil.

Lalu ia bangkit dan berjalan ke arah pintu penghubung yang membatasi ruang keluarga dengan bagian belakang rumah. Setelah mendengar 'klik', ia melangkah kembali menghampiri Dheo dan duduk rapat persis di sebelah lelaki itu.

Dheo menggamit dagu gadis itu agar menoleh ke arahnya, kemudian dengan cepat bibirnya memagut bibir mungil gadis itu. Bibir yang terlihat basah walau tanpa lipstik. Sejenak tak ada reaksi. Diulangnya mengulum sambil menjulurkan lidahnya untuk mengait-ngait. Tapi lidah gadis itu masih tetap diam bersembunyi di rongga mulutnya. Sejenak, Dheo melepaskan pagutan bibirnya. Ditatapnya wajah yang cantik itu sambil menggerakkan jari tangannya untuk menyibak beberapa helai rambut yang terjatuh di kening gadis itu. Dan ketika kembali mengulang ciumannya, ia merasakan ujung lidah yang menyusup di antara bibirnya.

Segera dipagutnya lidah itu. Dihisapnya lidah ku dan lidah kami terus bergulat seiring dengan ciuman yang kami lakukan. Febby secara tiba-tiba dan agresif membuka resleting dan celana panjang beserta celana dalam ku dan mengulum penis ku.

Bersambung..



BACA JUGA !!!

6100game

SUHU DOMINO

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment

Petting Dengan Kakak

SUHU DOMINO SUHU DOMINO 6100game - Nama aku Dendi 18 tahun, aku dua bersaudara, aku anak kedua dimana kakakku perempuan berusia 4 tahun...