![]() |
SUHU DOMINO |
6100game - Panggil saja saya Vani, seorang wanita berumur 27 tahun. Tinggal di Jakarta dan masih kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta. Dari luar saya termasuk orang yang biasa saja sama seperti orang lain. Wajah saya tidak cantik, juga tidak jelek. Body proporsional, satu kekurangan saya yaitu sangat takut untuk mengenal cowok apa lagi sampai membayangkan untuk menikah dan urusan seks. Itu semua disebabkan pengalaman kecilku dulu yang berakibat masih membekas sampai sekarang.
Pada waktu balita, saya tidur satu kamar dengan kedua orangtua saya, walaupun tidak satu ranjang. Pada suatu malam, saya terbangun mendengar rintihan Mama diselingi oleh bentakan Papa. Mama seperti sedang disiksa oleh Papa. Mama ditindih dan dipukuli oleh Papa, sehingga Mama terlihat sangat kesakitan dan menderita. Semua kejadian itu kuperhatikan tanpa mereka sadari. Memang tidak terlalu jelas bagaimana dan apa yang Papa perbuat terhadap Mama, karena lampu kamar hanya remang-remang saja. Kejadian itu sering terulang, dan saya tidak pernah berani bertanya kepada Mama atau Papa. Karena kedua orangtua saya termasuk galak, jadi saya agak kurang berkomunikasi juga dengan mereka.
Setelah menginjak remaja, saya baru mengerti bahwa itu adalah hubungan seks. Meskipun itu sudah saya mengerti, akan tetapi alam bawah sadar saya tidak dapat melupakan rintihan dan erangan Mama serta tindakan Papa yang kasar dengan menindih dan menekan-nekan (memompa) Mama. Mama pasti merasa kesakitan ditindih Papa yang berbadan tinggi besar. Seks terlihat begitu menyakitkan dan membuat perempuan menderita. Saya pun tidak bisa mengerti sewaktu teman-teman saya bercerita mengenai kencan dengan cowok mereka. Di mana rasa nikmatnya dari berciuman, diobok-obok, petting, masturbasi dan lain sebagainya. Bagi saya seks adalah sebuah penderitaan. Kalau ada cowok yang sedang melakukan pendekatan, saya selalu menghindar secara halus dengan memberi jawaban bahwa saya ingin berkarier dulu. Sikap seperti ini yang membuat teman menganggap saya kolot dan kampungan. Terkadang itu membuat saya menjadi sedih. Pernah saya mencoba untuk masturbasi dengan memainkan liang kemaluan saya sendiri. Dengan berbaring di ranjang dan hanya mengenakan daster, tanpa BH dan CD, saya mengangkangkan kedua paha saya lebar. Sambil membayangkan seorang cowok ganteng, saya menggosok liang kemaluan dan klitoris saya. Saya membayangkan bahwa yang sedang melakukan itu adalah seorang cowok yang akan menjadi suami saya nanti. Saya remas-remas payudara saya dengan perlahan, sambil terus membayangkan. Tetap tidak ada reaksi apa-apa, tetap saja saya tidak bisa merasakan sensasi terangsang. Kalau bagi gadis lain, dengan memainkan klitoris nya bisa menyebabkan basah, bagi saya tetap saja kering. Akhirnya saya pahami inilah yang dinamakan dengan kondisi frigid.
SUHU DOMINO
![]() |
6100game |
Seiring berjalannya waktu, hubungan saya dengan Rina semakin akrab dan kami sering saling curhat. Setelah Rina mengetahui kondisi saya yang mengalami frigid, dia berusaha juga untuk mencari jalan keluar untuk masalah saya. Dia menanyakan saya, selain melihat hubungan seks yang dilakukan orangtua saya, apa saya juga pernah menonton film porno atau lihat gambar porno? Pernah jawab saya, tapi tetap tidak bisa membuat saya merasakan birahi. Bagaimana kalau untuk check ke psikolog atau psikiater, usulnya. Ah.. pasti hanya membuang waktu dan uamg saja jawab saya. Di sana pasti kita disuruh curhat mengenai keluhan kita, dan akhirnya kita cuma dikuliahin ini itu, hasilnya belum tentu. Malas lah.. .
Pernah sekali, Rina menguji saya. Kalau saya tidak memilki ketertarikan kepada cowok jangan-jangan saya ini lesbi. Maka tanpa banyak omong lagi, suatu malam di kamar saya, Rina tiba-tiba menciumi dan meraba-raba payudara saya. Dengan perasaan kaget saya dorong tubuhnya.
"Apa-apaan ini Ria?" teriak saya.
Sambil tertawa dia menjawab,
"Enggak apa-apa cuma ingin tahu aja koq, siapa tahu kamu tuh lesbian", katanya ringan.
Hasilnya ternyata saya pun bukan lesbi. Betul-betul kondisi saya total frigid 100%. Bayang-bayang ketakutan akan erangan dan rintihan Mama sewaktu dulu memang menghantui saya, biarpun sudah banyak penjelasan bahwa itu bukan kesakitan tapi erangan kenikmatan.
Suatu hari Rina menelpon saya,
"Kamu mau diterapi enggak nih?"
"Terapi apaan ya?" tanya saya.
"Ituu..loohhh.. terapi frigid kamu.."
"Konsultasi dengan psikolog maksud kamu?.. Kan udah tau dari dulu saya sudah sering bilang, kalo itu cuma buang waktu dan memakan biaya besar, tapi hasilnya belum tentu."
"Nihhh kamu coba hubungi, dia Sexolog. Katanya sih manjur lohh, sudah banyak orang yang sembuh ditolongnya. Yang jelas orangnya sih dapat dipercaya, terapinya alami saja tergantung pada keluhannya apa, tapi masalahnya terapis nya ini seorang cowok. Yaa.. berumur kepala 4 gitu deh kira-kira. kamu coba yukk, orang kan harus berusaha kalau mau sembuh."
"Paranormal gitu yaa?" tanya saya ragu.
"Humm..bukan paranormal, tapi Sexolog. Udah nih kamu catet sekarang ambil pulpen dan kertas, catet nih emailnya. Kamu enggak usah langsung ketemu muka, konsul dulu aja jarak jauh."
Konsultasi jarak jauh ya, apa salahnya? kalau tidak berhasil, juga tidak apa-apa dan tidak ada yang perlu disesali, pikir saya.
Kontak pertama, saya mengenalkan diri saya dan menjelaskan dari mana saya mengetahui emailnya sambil basa basi sedikit. Saya ceritakan kalau saya mengalami frigid dan mungkin dia bisa membantu saya. Sama seperti seorang psikolog, Edwin (sexolog) meminta saya untuk bercerita mengenai diri saya sedetail mungkin. Dari beberapa kali konsultasi melalui email, akhirnya Edwin menyarankan bahwa saya harus diterapi untuk menemukan titik rangsang serta memperpeka saraf seks saya. Tentu saja terapi semacam ini tidak bisa melalui email. Saya pun lantas menceritakan ini pada Rina.
"Eh.. Rina.. saya mau diterapi untuk mencari titik rangsang saya oleh Edwin. Saya takut nanti malah diperkosa."
"Ya udah.. kamu bikin janji aja dulu, entar aku temanin deh. kamu itu mau sembuh apa enggak sih, lagian temanku udah bilang kalau orangnya benar-benar sangat bisa dipercaya. Kalau terjadi apa-apa sama kamu, entar kita minta tanggung jawab aja sama temanku itu. Lagian masak sih dia tega mau menjerumuskan kamu.."
Setelah berpikir panjang, saya pun memutuskan untuk coba menjalankan terapi itu, apapun resikonya.
Kami pun lantas bertemu di suatu hotel di Jakarta Barat tanpa ditemani oleh Rina, karena saya malu dia sudah membantuku terlalu banyak. Masa sekarang saya masih minta ditemani dia lagi. Pada pertemuan yang pertama itu, kesan saya adalah, Edwin orangnya cukup ganteng, gentle dan tidak terlalu banyak omong. Hanya seperlunya saja tapi mengena dan mudah di mengerti. Rambutnya sudah sedikit memutih dan dugaan saya dia baru berumur kepala 3. Entahlah saya tak berani menanyakan nya secara langsung.
Sesampai nya di kamar, Edwin menanyakan apakah saya lupa membawa baby oil atau hand body serta handuk? "Komplit", jawab saya dengan sedikit gemetaran. Ini adalah pertama kali nya saya sekamar dengan cowok. Terbayang kembali trauma saya dulu sewaktu masih kecil. Edwin tahu kalau saya sedikit gugup, mencoba mencairkan suasana dengan menyuruh saya mandi dengan air hangat agar segar. Memang setelah mandi, saya merasa segar dan lebih percaya diri.
"Sudah segar banget nih kelihatannya", katanya sambil melemparkan senyum.
"Iya.. lumayan segar", jawab saya.
"Sudah bisa dimulai yahh terapinya?" tanya si Edwin.
"Oke.."
"Kamu mau pake baju lengkap, atau kamu mau lepas sebagian atau kamu lepas semua?. Vani pilih saja yang menurut Vani yang paling bisa membuat diri Vani rileks. Sekali lagi rileks, santai dan tidak tegang ya. Itu lah yang utama", Edwin menjelaskan nya dengan tenang sekali, layaknya seorang terapist yang memang sudah profesional.
"Begini aja deh", jawab saya sambil memandangi tubuh saya sendiri yang mengenakan T-shirt dan celana panjang berbahan tipis.
Terus terang saya tak sanggup melepaskan sebagian dari pakaian saya di hadapan orang yang baru saja saya temui. Karena kalau ada apa-apa saya bisa langsung kabur tanpa harus berpakaian lagi, pikir saya.
"Ya.. sekarang Vani berbaring telungkup ya di ranjang. Kita mulai sekarang."
Dengan tubuh yang telungkup di atas ranjang, Edwin mulai memijat kepala saya dengan lembut. Mungkin sekitar beberapa menit dan itu cukup membuat saya rileks. Edwin yang tahu kalau saya sudah tidak merasa tegang, mulai menggeser tangannya ke leher saya. Tangannya mulai membelai leher saya dengan halus dan lembut diselingi dengan pijatan. Inilah pertama kali kulit saya disentuh dan dibelai oleh seorang cowok. saya merasa nyaman dengan sentuhannya.
"Boleh aku ke atas kamu?" tiba tiba Edwin bertanya.
"Maksudnya di atas gimana..?" tanya saya curiga.
"Biar kamu lebih rileks", jawabnya.
"silakan.."
Dengan dengkulnya di kiri dan kanan pinggulku, Edwin mulai membelai-belai pundak saya, diusapnya dengan perlahan.
"Vani kalau kamu merasa enak dan nyaman jangan kamu tahan ya, tidak usah malu. Terapi ini memang untuk mencari dimana letak titik rangsang kamu. Kamu tidak usah malu kepada ku untuk mengekspresikan kenikmatan itu. Kamu boleh dan bebas mengerang, boleh merintih, boleh teriak, boleh menggelinjang. Tidak ada yang akan melarang. Malah itu suatu keharusan!"
![]() |
SUHU DOMINO |
Edwin terus membelai, mengelus dan terkadang memijat dengan lembut seluruh punggung saya yang masih dibalut dengan kaos T-shirt. Tangannya bekerja sambil mulutnya memberikan arahan-arahan kepada saya, seolah menjelaskan apa yang telah terjadi pada mama saya waktu itu bukanlah suatu penderitaan, tapi kenikmatan. Ketika tangannya memijat dengan lembut sambil sedikit memutar di samping kedua payudara saya, saya menggelinjang merasakan keenakan biarpun masih dihalangi oleh kaos T-shirt dan BH. Sepertinya ada semacam kejutan listrik. Yang membuatku tidak bisa mengerti adalah, selangkangannya tidak pernah menyentuh atau menggesek pinggul saya. Meskipun dia memiliki kesempatan yang sangat besar. Nampaknya Edwin memang tidak mau mengambil kesempatan apa-apa dari saya untuk kesenangan pribadinya. Betul-betul seorang sexolog dan seorang terapist yang profesional dalam hati saya.
Dengan memundurkan pinggulnya ke arah betis saya, Edwin mulai dengan pijatan dan belaian halus pada pinggul saya. Dengan gerakan sedikit memutar, pijatan pada pinggul saya ini lebih menimbulkan rasa yang enak. Di titik inilah saya mulai merasakan badan saya menjadi sedikit hangat, dan ada sedikit rasa gatal di sekitar kemaluan saya. Apakah ini yang biasa disebut orang birahi? Sekarang kedua kaki saya agak mengangkang karena kedua dengkul Edwin berada di antara kakiku. Gerakan jarinya sekarang agak lebih bertenaga dari sebelumnya. Mungkin karena pinggul memang terdiri dari banyak daging, maka harus lebih bertenaga agar terasa. Apalagi pada pas kedua tangannya memijat secara memutar terus kedua ibu jarinya yang sedikit menekan anus. "Enak Win", desis saya tanpa sadar.
Belaian dan pijatan pada paha saya pun menimbulkan rasa yang enak. Sekali-sekali tangannya mencoba untuk menyentuh-nyentuh kemaluan saya. Ini membuatku hampir gila setiap kali tangannya merogoh ke bawah ke arah kemaluan saya, dengan spontan saya mengangkat pinggul dan kesempatan itu semakin dimanfaatkan Edwin untuk meremas dan mengobok-obok. Yaa.. aku mulai merasakan bagaimana nikmatnya alat vital saya disentuh. Pada sesi ini saya banyak merintih dan mengerang serta berulang kali mengatakan "Enak Win, enaakk.." Kalau dilihat, rona muka saya mungkin sudah berubah merah. Ada rasa malu yang menyergap tatkala tubuh saya disentuh laki-laki yang baru saya kenal. Apalagi kemaluan saya tak luput dari sentuhannya, biarpun masih ada yang melapisi. Entah telah berapa lama dia melakukannya, saya betul-betul serasa sudah melayang tinggi tanpa sadar saya berada di mana. Dari situ pijatannya kembali turun ke area betis dan telapak kaki. Tetapi dari bagian betis ke bawah tidak menimbulkan sensasi apapun.
Setelah selesai dengan telapak kaki, Edwin menyuruh saya untuk membalikkan badan dan mengatakan, untuk sesi yang pertama ini sudah selesai. Dengan nada yang serius, Edwin menyuruh saya ke kamar mandi untuk melihat, apakah di sekitar kemaluan saya keluar cairan atau agak lembab. Pada sesi pertama terapi ini, kami diskusikan dimana letak titik nikmat dari tubuh saya. Dan ketika saya katakan, bahwa memang kemaluan saya biarpun tidak banjir, tetapi agak sedikit lembab. Edwin memberi kesimpulan, ada harapan yang besar bagi saya untuk sembuh dari frigid.
Saya diberi kebebasan untuk melanjutkan terapi sesi kedua atau tidak.
"Mau dilanjutkan dengan sesi kedua atau tidak. Kalau Vani mau melanjutkan pada sesi kedua, nanti bisa email Edwin dulu. Sesi kedua nanti, kita akan coba meningkatkan intensitas pada rangsangan itu. Kita coba hilangkan trauma mu."
Sejak menjalani terapi itu, saya masih suka membayangkan pijatan dan belaian Edwin. Saya sudah bisa menikmati belaian tangan lelaki. Edwin memang dapat dipercaya, karena selama berdua di kamar, hanya tangan dan dengkulnya saja yang pernah menyentuh tubuhku. Itupun masih dengan dilapisi pakaian.
Demikian dulu cerita pengalaman saya ini. Terima kasih.
TAMAT.
BACA JUGA !!!
6100game
![]() |
SUHU DOMINO |
Ceritanya seru kakak !!!
ReplyDeleteNah bagi kalian yang mau menambah PENGETAHUAN dan INFORMASI yang menarik
Silahkan kunjungi blog INFO UNIK
Ada juga game online terbaru yang seru
di SUHU DOMINO
Terima kasih !!!
APLIKASI BARU
ReplyDeleteGAME ONLINE
GAME FAVORITE
GAME KEKINIAN
APLIKASI KEKINIAN
SUHU DOMINO