![]() |
SUHU DOMINO |
"Cepat mereka udah lama menunggu" sapanya sambil menggandengku menuju salah satu ruangan VIP.
Ada 5 orang berada di dalam, anehnya tidak ada seorangpun yang menemani mereka.
"Ini dia bidadari kita" celetuk salah seorang dari mereka saat melihatku memasuki ruangan
"Wow sayang sekali aku tak bisa ikutan" sahut lainnya
"Aku setuju" teriak lainnya tanpa aku tahu apa maksudnya
"Setujuu" yang lain mengekor seperti suara di gedung DPR.
"Oke semua telah setuju jadi kamu bisa tinggal dan temani mereka" kata si GM, aku masih tak tahu maksudnya, jadi kuturuti saja seperti kerbau dicocok hidungnya.
Satu persatu aku diperkenalkan, tentu saja tak semua nama bisa kuingat satu persatu tapi untuk saat ini apalah arti sebuah nama, toh aku belum tahu apa maunya mereka. GM itu hanya memberitahu bahwa aku di-booking selama 3 malam, mulai kamis-Sabtu, hanya malam sampai pagi ditambah Minggu siang-sore, akan ada permainan, hanya itulah pesannya, justru itu yang membuat aku penasaran. Mereka saling berceloteh, saling mengolok temannya.
Beberapa lagu telah mereka lantunkan dengan suara yang tak terlalu sedap didengar telinga, satu demi satu mereka mengajakku dance, bergiliran kulayani mereka melantai diiringi lagu slow yang tak karuan iramanya. Bisa ditebak bagaimana mereka melantai denganku, semua hampir sama kelakuannya, memelukku erat sehingga buah dadaku menempel di tubuhnya, mencium pipi dan leherku, meremas pantatku dan sebagainya, semua kulayani dengan senyuman manja karena aku masih tidak tahu siapa yang akan meniduri dan menikmati tubuhku kelak, jadi semua kuperlakukan sama.
Malam semakin larut, masih juga belum ada tanda tanda acara ini berakhir dan aku belum mendapat kepastian siapa yang harus tidur denganku malam ini diantara mereka. Akhirnya Pak Adi yang paling muda memberitahu aturan permainannya, mereka adalah anggota klub golf dari Jakarta yang besok ada turnamen di Finna, Bukit Darmo Golf dan Ciputra. Dari keempat orang yang ada di ruangan ini, siapa yang mendapat score best net di hari itu berhak mendapat piala bergilir semalam, yaitu aku, begitu juga di hari selanjutnya sampai hari minggu.
"Nggak ada masalah kan?" tanya Pak Adi menutup penjelasannya.
Aku diam terkejut tak tahu bagaimana harus bersikap, seharusnya si GM itu memberitahu permainan ini terlebih dahulu, apalagi melibatkan banyak orang seperti ini. Kalau aku menolak tentu akan mengecewakan banyak orang, kalau aku terima, sebenarnya tidak ada masalah cuma agak tersinggung dengan si GM karena mengaturku seenak kemauannya sendiri.
"Kalau kamu keberatan ya nggak apa apa, kita cari yang lain, nggak masalah kok" lanjut Pak Adi melihat diamku.
"Eh enggak, nggak apa kok, aku sih oke oke saja" jawabku
"OK gentlemen, kita akhiri acara ini karena besok tee off jam 6.30 pagi, jadi tidak ada alasan kurang tidur kalau kalah" kata Pak Adi pada rekan rekannya
"Dan Selly menjadi milik sang juara besok malam hingga pagi, terserah mau diapain" lanjutnya dan dijawab "setujuu" serentak seraya berdiri dan meninggalkan kamar VIP itu.
Pukul 11 kami semua meninggalkan Club Deluxe, meskipun malam ini tak ada yang kulayani tapi argo sudah jalan, itulah kesepakatannya.
"Besok jam 7 malam kamu sudah siap di Hotel Mercure (sekarang Sommerset kalau nggak salah)" pesan si GM sebelum taxiku berangkat mengantarku pulang.
Hari Pertama
Keesokan harinya berjalan seperti biasa, aku tak terlalu memikirkan siapa yang akan meniduriku malam ini, toh percuma saja berharap karena bagiku mereka seperti tamuku lainnya.
Siangnya aku masih menerima tamu, bahkan dua, beruntunglah tamuku yang kedua tinggal di Hotel Mercure, jadi dari pada mondar mandir, dia kuberi "bonus" free extra time sambil menunggu jam 7 malam, tentu saja dia tidak keberatan mendapat bonus itu meskipun tidak tahu alasannya, Paling tidak bisa mendapatkan satu babak tambahan setelah 2 babak kami bercinta.
Jam 18:45 kutinggalkan tamuku menuju lobby, aku tak berani menunggu di lobby, disamping memang bukan kebiasaanku juga karena khawatir ketahuan tamu terakhirku tadi, maka kutunggu panggilan mereka di mobil. Belum habis Marlboro putihku, si GM menelpon dan memintaku langsung bergabung dengan mereka di restoran hotel itu, begitu tahu aku udah berada di tempat parkir. Ternyata mereka sudah lengkap mengelilingi makanan yang sudah terhidang di atas meja. Suara celotehan terdengar saat aku bergabung dengan mereka. Untunglah tak banyak tamu di restoran itu, jadi aku tak perlu terlalu khawatir dikenali orang yang pernah mem-bookingku, hanya tamuku terakhir tadi yang kukhawatirkan.
Selama makan, pembicaraan mereka hanyalah seputar permainan golf tadi siang, banyak istilah yang tak kumengerti, seperti birdie, par, boogy, green, rough, best net, gross, handycap dan istilah lain yang sama sekali asing bagiku.
Hingga selesai makan aku masih tidak tahu siapa yang akan meniduriku pertama kali, tapi aku tak peduli siapapun yang akan tidur denganku karena aku tidak dalam posisi untuk memilih. Kucoba menerka siapa laki laki yang "beruntung" itu, tapi terlalu sulit karena antara pemenang dan pecundang semua berwajah ceria, tak ada kesedihan tampak di raut muka mereka.
Akhirnya Pak Yuda berdiri dan mengulurkan tangannya padaku.
"Sorry guys, aku permisi dulu, I have many thing to do" katanya sambil menggandeng tanganku meninggalkan rekan rekannya diiringi celoteh godaan, ternyata dialah pemenang di hari pertama.
Bergandengan tangan kami menuju kamar Pak Yuda, dia bukan yang paling tua diantara rekan rekannya tadi tapi termasuk yang di-tua-kan karena usianya memang diatas 50-an, kutaksir sekitar 55 tahun, hampir 2 kali usiaku. Tak ada yang istimewa pada diri Pak Yuda, kulitnya yang kehitaman karena terbakar matahari akibat sering main golf, kumisnya yang tebal dengan beberapa uban menghiasi kepalanya.
Sesampai di kamar tanpa banyak basa basi dia langsung mendekapku dari belakang dan menciumi tengkukku. Aku menggeliat geli, tangannya sudah berada di dada dengan remasan remasan nakal.
"Bapak nakal deh, sini aku lepasin ."
Belum selesai aku bicara dia langsung menutup mulutku dengan bibirnya dan melumat habis, lidahnya berusaha menembus rongga mulutku, segera kusambut pula dengan lidahku. Kami berciuman sambil saling melucuti pakaian hingga telanjang habis, seperti sudah tidak sabar untuk segera menikmati tubuhku.
"Sejak kemarin aku sudah ingin melakukan ini" katanya sambil merebahkanku ke ranjang
"Kenapa nggak bilang dari kemarin, kan aku bisa menyelinap kemari" jawabku sambil tersengal mendapat kuluman darinya
"Nggak boleh, itu sudah aturan, bisa bisa aku dipecat kalo ketahuan" lanjutnya terus mendaratkan bibirnya di putingku.
Tubuhnya yang agak gendut menindihku sambil menciumi seluruh tubuhku sejauh dia bisa menjangkau dengan bibirnya. Terasa agak berat aku menahan tubuhnya dan semakin berat saat dadanya menggenjet dadaku, sesak napas dibuatnya. Tapi rupanya dia salah menterjemahkan sengalan napasku, dikira aku sudah benar benar terangsang oleh foreplaynya padahal pemanasannya jauh dari cukup bagiku untuk terangsang.
"Gimana? Udah nggak tahan? Kita masukin aja ya" bisiknya lembut sok gentleman.
Aku hanya tersenyum, kubuka kakiku lebar saat dia mulai mengusapkan kejantanannya di liang vaginaku, agak susah, mungkin karena vaginaku belum basah.
"Sini aku basahin dulu" kataku sambil memberi isyarat supaya dia bergeser ke arah kepalaku dan bisa kukulum penisnya, segera tubuhnya mengangkang di atas, kusambut dengan jilatan dan kuluman pada kejantanannya.
Beberapa saat aku mengulumnya, kemudian berganti ke posisi 69, saling menjilat dan mengulum, membuat vaginaku basah dengan cepat. Sudah menjadi kodratku, sebenci dan semuak apapun aku sama seseorang tapi kalau dia berhasil menjilati vaginaku, apalagi ternyata begitu pintar, maka dengan sedikit berimajinasi pastilah cairan kewanitaanku keluar dengan sendirinya.
SUHU DOMINO
![]() |
6100game |
Desahan Pak Yuda mengiringi desahan kenikmatanku, hembusan napasnya yang tersengal mengenai wajahku saat kocokannya mulai berubah cepat, pantatnya turun naik menekan kuat, klitorisku serasa tergesek benda keras kejantanannya. Sodokan demi sodokan begitu dia nikmati, sebentar saja keringat sudah membasahi wajahnya, kuusap lembut dengan tanganku, seperti mengusap wajah Papaku yang sedang berkeringat, beberapa sempat menetes di wajahku. Kudorong tubuhnya menjauh karena terasa semakin berat menindihku, membuat napasku ikutan tersengal, tapi justru dia mencabut penisnya dan telentang disampingku, menarikku ke pelukannya.
Mungkin karena lelah menahan berat badannya sendiri, karena staminanya sudah tak muda lagi, padahal permainan belum 5 menit tapi terasa begitu lama. Kini posisiku di atas, kucium bibirnya sembari menuntun penisnya kembali memasuki vaginaku, kembali aku dalam dekapannya saat kocokannya menghunjam tajam, kuatur posisi pantatku hingga kejantanannya menggeser klitoris, dengan posisi begini akulah yang pegang kendali. Kulawan dengan goyangan pantat setiap kali penisnya meluncur masuk, aku melepaskan diri dari dekapannya, dengan begini lebih bebas bergerak melakukan improvisasi demi kenikmatan tamu dan sedikit bagiku.
Tubuhku mulai turun naik di atasnya, tangan Pak Yuda meremas remas buah dadaku penuh nafsu diiringi desahan kenikmatan kami berdua. Kurobah gerakanku, dari turun naik menjadi berputar di atas penisnya, sesaat kulihat Pak Yuda merem melek menikmati perubahan gerakanku, tangannya makin keras mencengkeram buah dadaku, vaginaku sendiri terasa diaduk aduk penisnya yang tidak terlalu besar, rata rata, tapi sekeras batu. Kupermainkan dengan otot otot vagina yang memeras kejantanannya, dia makin melayang tinggi dan makin cepat mencapai klimaks. Tubuhku ditarik kembali dalam dekapannya tapi aku menolak, aku ingin menikmati wajah wajah tua dalam kenikmatan sexual tertinggi yang tidak mungkin bisa dia dapatkan setiap saat apalagi di rumah.
Beberapa detik kemudian kurasakan semprotan sperma yang kuat menghantam vaginaku, diiringi jeritan kenikmatan dari Pak Yuda, aku teriak kaget tak menyangka begitu kuat denyutannya, lima enam tujuh delapan denyutan yang hebat melandaku disusul denyutan kecil lainnya, mengisi vaginaku dengan cairan hangat sperma. Aku ambruk tak lama kemudian dalam pelukannya, meskipun tidak ikutan orgasme tapi kuatnya semprotan itu begitu nikmat terasa, napasnya menderu kuat ditelingaku, seperti orang yang sehabis lari marathon.
"Ugh, lebih satu minggu aku tak melakukan ini" katanya pelan sambil membelai rambutku setelah dia berhasil mengatur nafasnya normal.
"Emang ibu kemana?" tanyaku lancang.
"Dia lagi ke luar kota, biasa kegiatan kelompok ibu ibu" jawabnya masih mengelus elus rambutku.
"Wah ibu pasti puas dengan permainan Bapak seperti ini, bisa KO dia apalagi lidah Bapak pandai sekali bermain di bawah" aku memuji dan semakin berani bertanya karena beliau juga tidak mengalihkan perhatian ke pembicaraan lain, berarti tidak keberatan.
"Ah enggak, dia membenci permainan oral, tapi masih hebat di ranjang, maklum usia kami cukup jauh, dia kan 44 sedangkan aku sudah 56"
Pembicaraan kami berlangsung cukup lama mengenai keluarganya, terkadang dia memuji kehebatan istrinya bahkan menyanjungnya, aku jadi tambah bingung, dari pembicaraan itu sebenarnya tak ada alasan untuk selingkuh mencari wanita lain tapi tetap saja dilakukannya sebagai selingan hidup, masak makan sayur asem terus, itu alasan klasik yang selalu di ucapkan lelaki, dasar laki laki, dimana saja ternyata sama hanya kemasannya saja yang berbeda.
Handphone-nya berbunyi, rupanya dia memang sudah menunggu makanya ditaruh HP itu di ranjang. Tanpa memintaku turun dari tubuhnya dia terima telepon itu.
"Ya sayang, enggak lho Mama kan ke Bandung sama ibu ibu sekarang Papa ada di Surabaya sayang, nggak bisa, kamu bilang saja sama tantemu ntar Papa akan ganti sampai minggu iya, senin aja deh, malam sayang"
Aku hanya diam saja mendengar pembicaraannya, ternyata dari anak perempuannya yang sedang kuliah di Yogja, berarti hanya sedikit lebih muda dariku. Beberapa saat kami saling membisu, penisnya sudah keluar dari vaginaku, kurasakan cairan sperma menetes keluar. Akhirnya aku turun dari tubuhnya, kubersihkan kejantanannya dengan tisu yang ada di samping ranjang, baunya begitu menyengat, lalu kutinggalkan ke kamar mandi membersihkan sperma yang ada di vaginaku.
Jam menunjukkan pukul 9:35 malam ketika aku keluar kamar mandi selesai mandi, kulihat Pak Yuda sudah duduk di sofa sudah mengenakan celana dalamnya, perutnya kelihatan semakin buncit dengan posisi duduk seperti itu.
Kubuatkan 2 cangkir teh dari mini bar, kuhidangkan ke depan beliau dan aku langsung duduk di pangkuannya dengan sikap manja.
"Besok main dimana lagi Pak?" tanyaku sambil bergelayut di lehernya.
"Bukit Darmo, dekat sini aja, jadi nggak perlu buru buru berangkat jam 5 kayak tadi pagi kalo ke Finna"
"Terus besoknya lagi?"
"Ke Ciputra, tapi cuma 18 hole supaya bisa selesai siang dan sang juara punya waktu untuk menikmati hadiahnya sebelum pulang ke Jakarta flight terakhir"
Aku banyak menanyakan istilah golf yang kudengar tadi, dan dengan penuh kesabaran dia menerangkan aturan aturan dasar permainan golf, termasuk arti istilah itu dan cara penilaiannya diselingi ciuman ringan pada leher dan dadaku. Sebagian kupahami tapi tidak sedikit yang terlupakan, maklum begitu banyak pelajaran yang kuterima dalam waktu singkat, ditambah lagi tangan Pak Yuda yang selalu rajin menjamah tubuhku sambil menerangkan tadi. Tubuhku sudah merosot di antara kakinya setelah dia selesai menjelaskan tentang golf, handuk penutupku telah lama melayang ke ranjang, giliran aku membuktikan one in hole pada permainan lain, bukan hole in one. Pak Yuda melihat sambil mendesis ketika penisnya meluncur keluar masuk mulutku sembari mengelus mesra rambutku.
"Udah udah, ntar aku kebablasan" katanya lalu berdiri menuntunku ke ranjang.
Aku telentang pasrah menanti cumbuannya, tapi dia malah membalik tubuhku dan memintaku pada posisi merangkak. Vaginaku terbuka lebar menghadapnya, mengundang menanti kehangatan penisnya mengisi liang sempitku, dia tidak langsung memasukkan penisnya tapi menciumi pantat dan vaginaku terlebih dahulu. Kembali kurasakan gerakan penuh perasaan saat penisnya masuk menyusuri dinding dinding vaginaku, begitu pelan hingga kurasakan seperti suatu perjalanan panjang menembus lorong lorong kenikmatan. Aku mulai mendesah ketika Pak Yuda mengocokku dengan iramanya yang berkombinasi cepat dan pelan, sesekali diselingi sodokan keras mendadak yang membuatku menggeliat kaget.
Kocokan demi kocokan, remasan demi remasan dan desahan demi desahan mengiringi permainan kami yang sama sama berusaha merengkuh kenikmatan duniawi, terlupakan sudah pembicaraan tentang istrinya saat aku masih dalam pelukannya tadi, terlupakan sudah permintaan anaknya yang ada di Jogja, kami berusaha untuk saling memberi kenikmatan. Tak lebih 5 menit kemudian Pak Yuda kembali menggempur vaginaku dengan denyutan denyutan nikmat, jeritanku beriringan dengan jerit kenikmatannya, dan dia langsung ambruk menindih tubuhku yang sudah tengkurap di ranjang. Desah napasnya menderu hebat ditelingaku, kubiarkan sejenak sebelum kuminta turun karena aku tak bisa bernapas.
Akhirnya kami tertidur berpelukan dalam keadaan telanjang tak lama kemudian, dia tak berani tidur terlalu malam karena besok masih harus mempertahankan piala kemengangannya.
"Aku harus mempertahankan kamu di kamar ini besok, jadi perlu istirahat yang banyak untuk jaga kondisi" pesannya sebelum terlelap.
Hari Kedua
Kami terbangun oleh morning call keesokan paginya, jam masih menunjukkan pukul 5 pagi, terlalu pagi bagiku untuk bangun tapi aku tak bisa menolak. Untuk mempersingkat waktu kami mandi bersama, dia menolak ketika kupancing untuk bercinta di kamar mandi.
"Ntar loyo dan nggak bisa menang, kita lakukan saja ntar sore, janji, makanya doakan aku menang" katanya penuh optimis bisa mempertahankan "pialanya".
Pukul 6:25 kami sudah berada di Coffe shop, ternyata mereka sudah lengkap menunggu kedatangan Pak Yuda.
"Ini dia sang juara bertahan, sudah biasa kalo juara bertahan datang belakangan" goda Pak Adi.
Mereka hanya memesan bubur ayam atau sandwich, sekedar mengisi perut sebelum bertanding. Sering kulihat mereka memandangku dengan pandangan yang aneh seakan menelanjangiku, entah apa yang ada dalam pikirannya, mungkin juga mereka membayangkan apa yang telah Pak Yuda lakukan pada gadis yang seusia anaknya ini, tapi aku tak peduli, toh pandangan seperti itu sudah sering kali kualami.
Akhirnya mereka meninggalkan "Piala Bergilir" sendirian di hotel, untuk diperebutkan kembali pada hari kedua. Pak Yuda sempat mengecup kedua pipiku dihadapan rekan rekannya sebelum masuk ke mobil. Sepeninggal mereka, aku kembali ke tampat kost melanjutkan tidurku yang terpotong. Aku sama sekali tidak memikirkan siapa yang akan memiliku pada hari kedua ini, toh siapa saja dari mereka bagiku sama saja.
Pukul 11 pagi aku sudah keluar dari tempat kost, hari ini aku sudah menerima dua booking-an, pertama di Palm Inn dan nanti jam 2 siang ke Hotel Novotel di daerah Dinoyo. Kupacu mobilku menuju Palm Inn di kawasan Mayjen Sungkono, tempat yang terpencil, ideal bagi laki laki yang selingkuh. Para room boy yang sudah hapal dengan mobilku segera berlarian menyambut kedatanganku, mereka sudah hapal kegemaranku yang selalu mencari kamar yang di pojok karena kamarnya lebih bagus dan luas, soal tarip yang lebih mahal bukanlah urusanku karena tamuku selalu membayar harga kamar tanpa banyak tanya.
Limabelas menit aku menunggu kedatangan tamuku, kuminta salah seorang Room Boy yang sudah cukup akrab kukenal untuk menemaniku sebentar, dari dia aku tahu selama ini banyak tamu yang mencari aku atau GM yang menanyakan nomer HP-ku, tentu saja aku tak mau berhubungan dengan GM kelas teri yang banyak beredar di tempat tempat seperti itu, bukan kelasku. Akhirnya tamuku datang juga setelah rokok ketiga habis kuhisap, kuminta Room Boy tadi memindahkan mobilku ke tempat yang sejuk dan memasukkan mobil tamuku ke garasi yang aman tertutup.
Tamuku ini adalah salah seorang pelanggan tetapku, jadi sudah seperti teman yang sudah lama. Sebenarnya lebih enak melayani pelanggan seperti ini, sudah sama sama tahu irama permainannya, jadi tak perlu menebak kemauannya, semua berjalan alamiah tanpa ada keterpaksaan, bahkan tak segan untuk mencoba sesuatu yang baru, entah berasal dari fantasi atau dari melihat film.
Namun demikian bukan berarti menghadapi tamu baru tidak ada enaknya, justru seninya terletak pada cara membaca gaya permainan mereka, sensasinya jauh lebih tinggi.
Kuhabiskan hampir 1.5 jam untuk 2 babak percintaan dengan tamu pertamaku, seperti sudah menjadi perjanjian tak tertulis bahwa untuk Short Time berlangsung minim 2 babak, jarang yang kurang atau lebih. Tidak terlalu melelahkan karena tiap babak tidak lebih dari 10 menit, itu sudah rata rata, hanya beberapa saja bisa dihitung dengan jari yang bisa bertahan setengah bahkan lebih satu jam nonstop atau bahkan semalaman hingga pagi.
Dengan alasan ingin istirahat, aku tinggal lebih lama di kamar itu setelah tamuku pergi. Kuhubungi GM yang mengatur dengan tamu keduaku untuk ketemu sekarang, lima menit kemudian dia menyatakan persetujuannya. Setelah ganti baju dan pakaian dalam (aku sudah terbiasa membawa 3-4 set baju dan pakaian dalam di mobil), mobilku meninggalkan Palm Inn meliuk liuk disela kemacetan jalanan Surabaya menuju Hotel Novotel.
Jam 1 lebih dikit mobilku sudah memasuki pelataran parkir hotel, kutuju kamar yang disebutkan GM tadi, kulewati kolam renang di depan kamar kamar yang menyerupai cottage, tak ada orang yang berenang di siang hari seperti ini. Tamuku kali ini adalah lagi lagi seorang chinese, usianya sekitar 48 tahun, tubuhnya ceking dengan kacamata minus menghiasi wajahnya, terlihat begitu kolot, aku jadi teringat pada salah satu tamuku pada saat awal awalku di Hilton, saking kolotnya sampai sampai dia mengenakan celana kolor, bukan celana dalam pada umumnya. Tanpa membedakan bentuk fisik yang ada, kulayani dia sama seperti tamuku lainnya, kecuali kalo ganteng dan aku benar benar menyukainya, maka ada pelayanan yang lebih karena aku juga ingin memperoleh kenikmatan darinya.
Mula mula dia menggumuli tubuhku, menciumi seluruh organ intim yang ada, tapi dia selalu menolak setiap kali kucoba memasukkan penisnya ke vaginaku. Aku bingung karena tak tahu maunya, akhirnya kusadari bahwa dia ingin kukulum hingga mencapai klimaks, meskipun tak pernah terucap tapi dari pengalaman aku bisa membaca kemauannya. Tanpa kesulitan yang berarti aku bisa membuatnya orgasme dalam waktu 5 menit permainan oral, kuusapkan penisnya pada kedua buah dadaku dan dia tersenyum puas.
Babak selanjutnya berlangsung 20 menit kemudian, dia hanya bertahan mengocokku pada 3 menit pertama, selanjutnya aku diminta melakukan oral hingga keluar seperti sebelumnya, ternyata perlu waktu lebih lama untuk membikinnya orgasme kedua dengan oral. Sebagai seorang profesional tentu saja aku tak boleh cepat menyerah, berdasar pengalaman, kutambah rangsangan dengan mengelus elus dan menjilati kantong bolanya, dan ternyata effektif, beberapa saat kemudian dia menggapai klimaks dan menyapukan di wajahku saat penisnya berdenyut, memuntahkan sedikit cairan ke mukaku. Kuterima amplop coklat berisi uang pembayaran jasaku dan kumasukkan ke tas Eigner.
Matahari masih bersinar terang saat aku keluar dari Hotel Novotel, masih lama sebelum ke Hotel Mercure, paling tidak ada waktu 4 jam lagi. Kuarahkan mobilku menuju Tunjungan Plaza, sekedar belanja baju, pakaian dalam dan lingerie, aku paling senang koleksi pakaian dalam dan lingerie yang sexy karena akan menunjang langsung penampilanku di mata tamu.
Kuhabiskan uang hasil pembayaranku tadi untuk membeli beberapa potong kebutuhanku dan parfum, ternyata masih tidak cukup, hingga aku harus menggunakan credit card. saat aku memilih pakaian dalam, HP-ku berdering, dari GM yang mengatur acara di Mercure, dia memintaku datang jam 4 langsung ke Shang Palace di Hotel Shangri La, aku iyakan saja, berarti waktu shoppingku berkurang, tinggal kurang dari 2 jam lagi. Lima menit kemudian HP-ku kembali berdering, dari salah seorang tamu langganan lainnya, dia minta aku menemaninya nanti malam, tentu saja kujawab nggak bisa karena sudah ada janjian dengan seseorang. Dia memohon seperti orang yang mau mati kalau tidak tidur denganku, tapi komitmentku harus kujaga apalagi dengan bookingan paket seperti ini, jelas uangnya jauh lebih besar dibandingkan yang hanya semalam, terpaksa kutolak ajakan nginapnya.
"Aku lagi di TP ini kalau mau sekarang aja di HT" jawabku bergurau dengan mengajaknya di Hotel Tunjungan yang hanya bersebelahan dengan TP.
Diluar dugaan dia setuju dan segera meluncur.
"Oke, 15 menit lagi ketemu di Lobby" jawabnya langsung menutup teleponnya.
Giliran aku yang bingung karena tidak menyangka dia akan setuju, segera kubayar semua belanjaanku dan bergegas menuju HT dengan jalan kaki. Sebenarnya waktu yang tersisa masih lebih dari cukup untuk melayaninya, tapi karena aku harus berada di Shangri La jam 4 nanti tentu waktunya sangat mepet, namun aku sudah terlanjur buat janji maka terserahlah apa kata nanti. Kutitipkan barang belanjaanku di Concierge yang sudah aku kenal, karena seringnya berkunjung ke hotel itu, dan kutunggu si Dodi, nama tamuku, di Lobby. Dia datang tak lama kemudian karena memang kantor atau tepatnya tokonya di Kedung doro.
Setelah dia check in dan kuambil barang belanjaanku di concierge, kami menuju kamar hotel.
Kamipun melakukan gerak cepat, tanpa kata kata setibanya di kamar langsung berciuman sambil saling melucuti pakaian. Kami bercinta di atas karpet di depan pintu, hanya beralaskan handuk, aku tak peduli jika desahan nikmatku terdengar dari balik pintu karena kocokan dia memang begitu nikmat, apalagi setelah melayani 2 tamu tanpa orgasme. Karena sudah terbiasa dengan Dodi, akupun tak segan untuk memintanya dalam berbagai posisi, masih tetap di atas karpet. Akhirnya aku mendapatkan orgasme darinya secara bersama sama, jeritanku begitu keras menggema, seakan menumpahkan segala perasaan yang terpendam sejak tadi.
![]() |
6100game |
Babak kedua kami lakukan di atas ranjang 15 menit kemudian, kali ini berlangsung cukup lama, mungkin 30 menit atau lebih tapi terasa begitu cepat karena kami sama sama melakukannya dengan penuh gairah. Tak kuhiraukan dering teleponku yang berbunyi nyaring, aku tahu itu pasti dari si GM. Akhirnya akupun terkapar setelah 2 kali orgasme menyusulnya. Masih sempat kuhabiskan sebatang Marlboro sebelum aku mandi.
Aku terkejut ketika melihat jam, ternyata sudah pukul 4 kurang 10 menit, tak mungkin aku bisa sampai di Shangri La tepat waktu, rupanya aku terlalu terlena dalam ayunan kenikmatan Dodi. Meskipun dia agak kecewa karena harus check out cepat cepat tapi dia bisa memahami keadaanku, setelah berganti kaos dan pakaian dalam yang baru saja kubeli tadi, kamipun keluar kamar dan check out sama sama.
Diperjalanan kuhubungi GM-ku dan minta maaf karena ketiduran, dia sedikit marah dan minta aku segera meluncur. Jam 4.20 aku sudah berada di lobby Shangri La, langsung turun ke Chinese Resto. Mereka sudah mulai makan tanpa menunggu kehadiranku, sepertinya dari Ciputra mereka langsung kemari. Aku minta maaf atas keterlambatanku tapi rupanya mereka tak terlalu mempersoalkan, akupun segera duduk bergabung dengan para golfer itu. Ketika kulirik ke arah Pak Yuda, terlihat raut kekecewaan di wajahnya, sepertinya dia harus merelakan Pialanya jatuh ke pelukan laki laki lain. Siapa? inilah yang aku tidak tahu dan baru kuketahui sesaat sebelum masuk kamar nanti, seperti kemarin. Kali ini sedikit banyak aku bisa mengikuti pembicaraan mereka karena ajaran dari Pak Yuda kemarin, tapi masih saja tak bisa menebak siapa pemenangnya di hari kedua.
Selesai makan kami kembali ke Hotel, Pak Adi ikut di mobilku, sepanjang jalan kucoba memancing siapa pemenangnya tapi dia tidak memberi jawaban pasti, jadi aku masih harus menunggu lebih lama. Pak Adi menggandengku memasuki Lobby hotel, aku yakin dialah pemenangnya, ternyata salah, dia menyerahkanku ke Pak Yuda, berarti dia dapat mempertahankan kemenangannya, berlima kami memasuki Lift.
"Pak Adit, kuserahkan piala bergilir ke anda, tapi mungkin besok akan kurebut kembali" kata Pak Yuda menyerahkanku ke rekannya, Pak Adit, bagitu panggilannya adalah pemenang dihari kedua.
Pak Adit menyalami Pak Yuda dan menerima uluran tanganku, dikecupnya kedua pipiku seperti sang juara yang mencium piala kemenangan. Kami semua tertawa dan tepuk tangan di dalam Lift.
Kamar Pak Adit berseberangan dengan Pak Yuda, selintas kulihat Pak Yuda melihat kami saat masuk ke kamar, seperti tak rela pialanya di ambil alih si juara baru.
"Kamu santai aja dulu aku mau telepon ke Jakarta" katanya dengan dialek batak yang kental
Sepuluh menit dia menelepon ke rumah, sepertinya sebuah keluarga yang "bahagia", aku membuat dua cangkir teh hangat.
"Biar nggak mengganggu lagi nanti" katanya setelah menutup HP-nya.
Pak Adit adalah orang yang paling senior diantara mereka, usianya beberapa tahun lebih tua dari Pak Yuda, mungkin 62-63 tapi wajahnya yang keras terlihat masih segar dan kelihatan lebih muda dari rekannya itu, apalagi postur tubuhnya yang langsing dan terjaga.
Pak Adit melepas kaos dan celananya, meninggalkan celana dalam dan kaos singlet.
"Lho kok belum dilepas, apa perlu aku lepasin" tegurnya sambil menyalakan Dji Sam Soe kreteknya.
Aku jadi malu sendiri.
Dia membantuku melepas kaos yang baru aku beli tadi, begitu juga dengan celana Jeans-ku.
"Wah bagus betul body kamu, apalagi bikini yang kamu pakai, bisa bisa aku tak bisa bangun lagi besok pagi" komentarnya setelah melihat tubuhku yang terbungkus bra merah berenda semi transparan.
Dialek bataknya begitu kental terdengar lucu seperti pelawak yang sedang naik panggung.
Kami duduk bersebelahan di sofa menghadap TV yang kebetulan di channel Star Sportnya menayangkan PGA Tournament, aku belum bisa melihat indahnya permainan itu, tidak seperti sepak bola atau tinju yang begitu menarik. Sembari nonton dan memberi komentar, tangannya tak henti menjelajah seluruh tubuhku, terutama bagian paha selalu dielus elusnya, entah disadari atau tidak. Akupun membalas dengan elusan yang sama.
"Ah kau bikin aku tak bisa konsentrasi melihatnya" katanya saat tanganku meremas remas kejantanannya yang sejak dari tadi tegang.
Dimatikannya TV itu dengan remote control, perhatiannya sekarang tercurah padaku.
Pak Adit merebahkanku di ranjang setelah terlebih dahulu melepas bra dan celana dalamku, seperti kebanyakan laki laki lainnya, dia menjamah seluruh tubuhku tanpa sisa. Bagian payudara adalah bagian yang paling sering mendapat perhatian berlebih, begitu juga dengan vagina. Berulang kali dia meremas dan mengulum buah dadaku yang terus berlanjut pada sedotan kuat di vagina. Aku menggelinjang geli dan nikmat, kembali dikulumnya kedua putingku dan disedot penuh nafsu, sementara itu jari tangannya menyusup ke liang vaginaku, dua jari sudah mengaduk aduk liar. Desahanku semakin keras ketika klitorisku dipermainkan dengan lidahnya sambil masih tetap mengocok dengan kedua jari jarinya, aku menggelinjang nikmat. Kucoba meraih penisnya tapi terlalu jauh dari jangkauan, ingin kuremas kuat penisnya sebagai balasan.
Lima menit lebih dia melakukan oral diselangkanganku, membuatku terbakar birahi dengan cepat, apalagi aku tak bisa berbuat banyak padanya kecuali hanya desah kenikmatan yang makin keras. Puas membikin aku terbakar menggelepar tanpa daya, dia lalu telentang disampingku, sekarang giliranku. Hal pertama yang kulakukan adalah melepas celana dalamnya.
Aku tertegun sejenak menghadapi kenyataan di depanku, panjangnya sih biasa saja tapi besar diameternya melebihi rata rata umumnya, lebih besar dari gengaman jari tanganku, aku sama sekali tak menyangka dia mempunyai kejantanan yang begitu perkasa.
"Gila, gede banget" batinku
Gairah yang sudah membakarku semakin panas menggelora, terbersit harapan semoga dia bisa bertahan lama, seperkasa penampilannya. Sementara kubiarkan penis yang membikin vaginaku berdenyut tanpa sebab, aku ingin mempermainkannya terlebih dahulu seperti yang dia lakukan tadi. Tanpa menyentuh penisnya kucium bibirnya dan kukulum telinga dan putingnya, dia mulai mendesah sambil meremas rambutku. Aku sadar, semakin lama mempermainkannya semakin tersiksa pula aku, apalagi melihat penis yang berdiri tegak begitu menggoda. Kucium paha dan kujilati lututnya, aku tahu sebagian orang terangsang apabila lututnya dijilati penuh gairah, dan Pak Adit termasuk di dalamnya.
Aku sudah tak tahan lagi untuk mempermainkannya lebih lama, kuraih kejantanannya, ternyata benar dugaanku, jari mungil tanganku tak bisa menutup penuh di penisnya, kukocok sebentar lalu kumasukkan ke mulutku yang sudah kelaparan sejak tadi. Kupandangi wajah Pak Adit yang merem melek menerima kulumanku, desahannya lepas terdengar, apalagi ketika lidahku menyusuri seluruh batang hingga pangkal kejantanannya, expresi kenikmatan terpancar jelas di wajahnya yang keras. Capek juga mulutku mengulumnya meski belum terlalu lama, karena besar berarti aku harus membuka mulutku lebih lebar dan ini yang membuatku cepat pegal.
Kuatur posisi tubuhku di atasnya, kusapukan sejenak penisnya di vaginaku dan pelan sekali kucoba memasukkannya. Baru kepala penis yang masuk tapi vaginaku sudah terasa sesak, sedikit nyeri saat kupaksakan memasukkan semuanya, meskipun perlahan lahan. Mungkin bibir vaginaku sedikit tersobek, atau lecet karena permainan dengan si Dodi tadi sore cukup lama, aku tak tahu, yang jelas ada rasa nyeri di vaginaku. Dan ketika semua penis itu sudah berada di dalam, aku tak berani bergerak, begitu penuh dan serasa mengganjal di selangkangan.
"Ooouwww.. sshh.. sshiitt" desahku pelan.
"Sakit?" kata Pak Adit melihatku meringis.
Aku hanya menjawab dengan senyuman, karena kutahu rasa sakit itu hanya di permulaan saja, selanjutnya adalah rasa enak dan enak bercampur nikmat. Kucengkeram lengan Pak Adit yang berada di dadaku saat dia menggerakkan tubuhnya, aku masih mencari posisi yang nyaman sebelum memulai gerakanku.
"Jangan buru buru keluar Pak ya" pintaku sebelum memulai gerakan, dia hanya tersenyum penuh arti.
Perlahan kuangkat naik tubuhku, perlahan pula kuturunkan, begitu seterusnya dan semakin cepat. Penis itu mulai sliding di vaginaku, otot otot vagina sudah bisa menerima. Rasa sakit sedikit demi sedikit berubah menjadi nikmat dan semakin nikmat saat kocokanku makin cepat. Aku sudah bisa menguasai keadaan dan kini sudah berani bergoyang seperti biasa. Meskipun begitu tetap saja terasa sesak di vaginaku.
Pak Adit menarik tubuhku dalam pelukannya, berkurang tekanan penisnya pada vaginaku tapi justru makin nikmat saat klitorisku tergeser gerakan kocokannya. Dia melumat bibirku dengan gemas, desahanku tertahan mulutnya. Napasku menderu hebat menerpa wajahnya, aku tak peduli, malah membuat dia makin mempercepat irama permainannya. Aku sudah tak tahan lagi, puncak kenikmatan tinggal sejengkal lagi kugapai, tapi aku tak mau secepat itu, masih banyak yang ingin kurengkuh darinya.
"Dari belakang Pak" pintaku sambil tersengal sengal untuk mengalihkan perhatian dan menurunkan atmosfir yang ada.
Tanpa menjawab dia menghentikan gerakannya dan mendorongku turun. Aku langsung nungging mengambil posisi doggie tapi Pak Adit malah memintaku telentang, akupun menurut. Kupejamkan mataku rapat rapat saat Pak Adit mendorong masuk penisnya, aku tak berani menantang sorot matanya, terlalu malu untuk mengakui bahwa aku sangat sangat menikmati bercinta dengan orang setua dia dan aku tak inging dia mengetahuinya.
Kembali aku menjerit keras saat penis Pak Adit memasuki vaginaku. Tanpa mempedulikan jeritan kesakitan atau kenikmatan dariku, dia langsung memompa dan menekan sedalam mungkin, klitorisku tertekan gesekannya. kucengkeram lengannya dengan kuat, mungkin kuku kukuku melukainya tapi aku tak peduli, dan ketika mataku terbuka aku begitu malu melihat bagaimana Pak Adit memandangi pancaran kenikmatan yang kuperoleh darinya, secepatnya kupejamkan kembali dengan tersipu malu.
Akhirnya petahananku runtuh juga beberapa menit setelah dia memompa dengan cepat, aku benar benar menjerit histeris mendapatkan orgasme darinya, kututupi mukaku dengan bantal karena malu tapi dia menariknya, justru makin melototi mukaku yang sedang dilanda orgasme hebat sekali, wajahnya menyeringai penuh kemenangan. Tubuhnya semakin keras menghentak disaat aku sedang berada di puncak, aku menggeliat tanpa daya seiring dengan jeritan jeritanku.
BERSAMBUNG..
BACA JUGA !!!
6100game
![]() |
SUHU DOMINO |
No comments:
Post a Comment