![]() |
SUHU DOMINO |
6100game - Kocokannya masih berlangsung beberapa menit kemudian, napasku semakin tersengal mendapat sodokan demi sodokan. Tanpa memberiku kesempatan mengambil napas, dia membalikku. Penisnya langsung menusuk tajam dari belakang dan mengocok dengan cepat, semakin keras aku menjerit atau lebih tepat melolong nikmat, permainannya sudah kasar kearah liar. Begitu keras dia menyodok dan menghentakku sembari menarik rambutku ke belakang. Aku yang terbiasa melayani permainan kasar makin menikmati keliarannya, kulawan gerakannya dengan goyangan pantat. Lima menit lebih dia memompa dari belakang sebelum akhirnya kurasakan tubuhnya menegang dan penisnya terasa membesar disusul denyutan sangat kuat menyemburkan sperma di vaginaku.
"Ooh, sshhiitt.. bitch" teriaknya mengiringi semprotannya.
Aku tak mampu lagi berteriak, kugigit kuat bantal yang ada dibawahku, gempuran itu begitu kuat "menghajar" vaginaku tanpa ampun. Dicabutnya penis itu dengan kasar dari vaginaku hanya sedetik setelah habisnya denyutan itu, tanpa memberiku kesempatan menikmatinya lebih jauh. Tubuhku langsung dibalik, dia mengangkang di atas dada hendak menjepitkan di buah dadaku. Aku ingin memberi melebihi yang dia inginkan, sebagai ungkapan terima kasih, kuraih penis yang masih penuh sperma dan kumasukkan ke mulutku, kukocok sebentar hingga "bersih tanpa noda". Kami berdua menggeletak terkapar kehabisan tenaga, benar benar terkapar seperti orang kalah bertanding.
"Kamu hebat bisa bertahan segitu lamanya" katanya dengan napas masih tersengal.
"Ah bapak yang hebat membuatku menggelepar kayak ikan" aku berkata sejujurnya.
Baru sekarang kurasakan kelelahan yang teramat sangat, mungkin akumulasi sejak tadi pagi setelah melayani bercinta dengan empat orang hari ini dan 2 terakhir benar benar menguras energi dan emosiku. Sendi sendiku serasa terlepas dari tempatnya, aku tak mampu lagi berdiri, hanya napas kami yang menderu terdengar di kamar ini. Aku tak tahu lagi sudah berapa lama kami tadi bercinta, paling tidak lebih dari 30 menit menurut perasaanku. Terus terang aku salut akan stamina Pak Adit yang begitu prima mampu melayani nafsu wanita yang seusia anaknya, bahkan membuatnya terkapar tak berdaya. Ingin rasanya melanjutkan babak kedua segera, aku sudah tak sabar untuk merengkuh kenikmatan lebih banyak lagi.
Dengan langkah tertatih aku ke kamar mandi, rasanya penis itu masih mengganjal di selangkanganku. Vaginaku terasa perih saat kucuci dengan sabun, mungkin lecet atau sobek di bibirnya. Aku langsung mandi air hangat menyegarkan diri supaya bisa bertahan lebih lama di babak kedua.
Ketika aku kembali ke kamar ternyata Pak Adit sudah ngorok, masih dalam keadaan telanjang, padahal belum terlalu malam, masih belum jam sebelas, mungkin terlalu capek, baik karena golf tadi siang maupun dari permainan sex barusan, akupun terpaksa harus memendam hasratku yang aku sendiri tak tahu apakah bisa terlaksana.
Meskipun sudah capek, aku tak bisa begitu saja tertidur, apalagi dengan hasrat yang masih mengganjal. Kucoba meredam gairahku dengan mengalihkan ke layar TV, tapi hingga satu jam berlalu masih juta menggebu hasrat untuk segera bercinta dengan Pak Adit. Seharusnya aku ikut menjaga stamina dia untuk bertanding besok, tapi aku khawatir kejadian seperti Pak Yuda terulang lagi, berarti tertutup sudah kemungkinan untuk meraih nikmat kembali dengan Pak Adit.
Setelah kupikir beribu kali dan mempertimbangkan masak masak untung rugi maupun resikonya, akhirnya kuberanikan diri mendekati Pak Adit yang pulas dalam tidurnya. Kuabaikan segala macam keangkuhan dan rasa malu, aku harus menerima segala resiko yang terjadi akibat perbuatanku ini. Dengan ragu tanganku meraih penis Pak Adit yang lemas lunglai, kukocok dengan pelan dan kumasukkan ke mulutku, perlahan tapi pasti penis itu membesar di dalam mulut. Kudengar desahan halus dari Pak Adit, entah dia sudah bangun atau masih tertidur. Tak lama dalam kulumanku, penis itu segera tegang membesar, siap untuk dipakai. Kulihat Pak Adit masih memejamkan matanya, tapi suara dengkuran sudah hilang berganti desahan.
Peralahan kunaiki tubuhnya dan kutuntun penisnya memasuki vaginaku.
"Kamu memang nakal" kudengar suara pelan mengagetkanku yang sedang "berjuang" mengisi vaginaku dengan penis besar itu.
"Habis enak sih.. sshh.. mm" jawabku singkat sambil menurunkan pantatku mendorong masuk penisnya, Pak Adit ikutan mendesah meski matanya masih terpejam.
Tanpa membuang waktu lebih lama aku langsung menggoyangkan pantatku, bergerak liar di atas tubuhnya dengan kecepatan tinggi. Gerakanku makin liar ketika tangan tangan Pak Adit ikutan mempermainkan buah dada dan putingku. Aku mendesah lepas menikmati kocokan penisnya yang semakin nikmat terasa, tak kuhiraukan rasa nyeri yang sudah berganti menjadi kenikmatan tak terkatakan.
Cukup lama aku "berkuda" di atas Pak Adit. Aku tak mau kenikmatan ini segera berakhir, kuhentikan gerakanku setiap kali kurasakan tubuh Pak Adit mulai menegang hendak orgasme dan kulanjutkan lagi setelah ketegangannya menurun. Dengan cara begini aku bisa memperpanjang permainan, limabelas menit telah berlalu, sudah 2 kali kurengkuh orgasme secara beruntun. Aku memang egois, tapi toh dia tidak protes keberatan atas perlakuanku.
Ketika aku hendak meraih orgasme ketiga, Pak Adit menarikku dalam pelukannya dan langsung mengocok dari bawah, tak dihiraukannya lagi permintaanku untuk berhenti sebentar, berarti dia ingin segera mencapai klimaks, maka akupun berusaha secepatnya mendapatkannya terlebih dahulu. Kami seakan berpacu menuju puncak, seandainya dia berhasil mendahuluiku maka Game Over tapi sebaliknya kalau aku mencapai terlebih dahulu, dia masih bisa mendapatkannya. Tubuh kami sudah menempel rapat, keringat saling bercucuran di sekujur tubuh, kami memacu nafsu berlomba mencapai batas akhir. Rupanya nasib baik masih berpihak padaku, beberapa menit kemudian meledaklah jeritan yang kutahan sejak tadi, otot otot vaginaku berdenyut lebih keras saat kugapai orgasme, tubuhku menegang. Pak Adit makin mempercepat kocokannya dan dia menyusulku beberapa detik kemudian diiringi jeritan kenikmatan kami berdua.
SUHU DOMINO
![]() |
6100game |
Hari Ketiga
Keesokan paginya ketika kubuka mataku, kulihat Pak Adit sudah rapi bersiap untuk berangkat. Tak ada kesan capek dalam raut wajahnya, bahkan sepertinya tampak lebih ceria dibanding kemarin.
"Maaf Pak, aku terlalu lelap tidur" sapaku tergopoh gopoh beranjak ke kamar mandi.
"Kamu nggak usah ikut turun kalo masih ngantuk, ntar siangan aja pulang" katanya, aku tahu dia sudah terlambat menghadiri acara sarapan pagi.
"Nggak kok, aku cuma sikat gigi dan cuci muka"
Akhirnya tanpa mandi dan ber-make up aku mendampingi Pak Adit ke Coffe Shop.
"kamu tetap cantik meski tanpa make up" sapa Pak Yuda ketika aku sudah berada diantara mereka.
Dengan mesra aku melayani Pak Adit selama sarapan, hal yang sama kulakukan pada Pak Yuda kemarin.
"Gimana tidurnya Pak, nyenyak?" tanya Pak Yuda, aku yakin dia sedikit cemburu.
"Tanya aja sama dia" jawab Pak Adit sambil mengunyah sandwich bikinanku, aku hanya menunduk malu.
"Melihat mata Selly yang masih cekung, aku bisa tebak bahwa kalian kurang tidur" goda Pak Adi.
"Jadi kesempatan kita terbuka untuk merebut piala dari Pak Adit" celetuk lainnya yang aku sudah lupa namanya.
Mukaku merah mendengar olokan mereka.
Setelah mencium pipi dan keningku, Pak Adit bergabung dengan rekan rekannya menuju Ciputra Golf Club (dulu masih bernama Citraland). Aku kembali ke tempat kost untuk melanjutkan istirahatku, vaginaku masih terasa sakit dan nyeri, hari ini kuputuskan untuk sementara tidak terima booking-an supaya tidak memperparah luka di vaginaku, apalagi bila ternyata pemenangnya kembali Pak Adit, tentu memerlukan stamina yang lebih prima. Semua itu harga yang harus kubayar atas kenikmaan yang kudapat dari Pak Adit, tapi aku sama sekali tak menyesalinya.
Kuhabiskan waktuku dengan beristirahat, menunggu tiba saatnya. Beberapa telepon masuk mengajak ketemu terpaksa kutolak dengan alasan lagi Mens. Selepas makan siang aku bersiap menuju ke Hotel Mercure, memenuhi sessi terakhir dari kesepakanku di akhir pekan ini. Sengaja kukenakan pakaian yang paling sexy yang baru kubeli kemarin, aku ingin membuat mereka terkesan di hari terakhir kunjungannya ke Surabaya. Ketika kuhubungi GM-ku, ternyata dia juga tidak tahu tentang acara terakhir ini, belum ada informasi lebih lanjut kecuali aku disuruh tunggu di Mercure.
Setiba di Mercure aku langsung cek ke receptionist, ternyata mereka belum datang juga padahal sudah hampir pukul 1 siang, terpaksa aku harus nunggu di lobby untuk waktu yang aku sendiri tak tahu. Menunggu adalah pekerjaan yang paling menjemukan, apalagi menunggu di tempat terbuka seperti lobby hotel ini, suatu pekerjaan yang paling kubenci selama ini. Ingin kutunggu di mobil saja tapi aku takut tidak bisa melihat kedatangan mereka, akhirnya kuputuskan menunggu di Coffe Shop. Kucari tempat yang strategis, tidak terlalu mencolok tapi bisa memandang langsung ke arah Lobby, agak susah karena jam makan siang begini cukup banyak tamu di Coffe Shop itu, untung aku mendapatkannya.
Secangkir teh hangat dan snack menemani penantianku. Sepuluh menit sudah berlalu, si GM ternyata tidak bisa menghubungi mereka karena HP-nya pada OFF, jadi aku harus memperpanjang penantian, menyesal aku tadi buru buru berangkat, mestinya kutunggu saja di tempat Kost menanti panggilan, toh tidak terlalu jauh letaknya.
"Lagi nunggu seseorang ya" suara dari samping mengagetkanku, ternyata si Beni, salah seorang langgananku yang royal memberi tip dan hadiah hadiah kecil.
"Eh kamu Ben, ngapain disini, pasti juga sedang nunggu seseorang" jawabku menutupi kekagetanku.
"Sok tahu, aku lagi jemput temanku, dia baru datang dari Medan minta di antar ke Pasar Turi atau Kapasan, biasa kulakan" jawabnya sambil menghembuskan asap rokoknya ke arahku.
"Teman apa teman" godaku.
Kamipun ngobrol biasa seperti layaknya seorang teman, bukan seorang tamu, itulah kalau udah sering ketemu.
"Emang kamu janjian jam berapa?" tanyanya setelah sepuluh menit belum juga ada yang menghampiriku.
"Jam makan siang sih tapi nggak tahu kok belum datang, katanya masih main golf di Ciputra" jawabku terus terang
"Kita tunggu di kamar aja yuk, lumayan sepukul dua pukul" ajaknya nakal.
"Gila kamu, kalo tiba tiba dia datang gimana, lagian saru menyerobot punya orang" jawabku sambil mencubit lengannya.
"Kalo dia datang kan pasti telpon kamu, bilang aja masih di jalan atau apa kek, kan tinggal pindah kamar saja" dia mendesakku meskipun tak ada nada paksaan.
Aku terdiam, ucapannya ada betulnya juga sih, lagian aku tahu betul permainan dia di ranjang, biasanya tak lebih lama dari hisapan sebatang rokok kretek, aku mulai tertarik dan memperimbangkan tawarannya.
"Kalo ketahuan kan aku kehilangan order dan langganan" kucoba keseriusan tawarannya.
"Ya jangan ketahuan dong, tapi nggak usah khawatir, aku akan ganti kerugianmu, kayak nggak tahu aku aja".
"Bukan gitu maksudku, tapi jangan lama lama ya".
"Semakin kamu banyak bertanya semakin lama jadinya" jawabnya seraya berdiri menuntunku setelah merasa mendapat lampu hijau.
Setelah menyelesaikan pembayaran makanan dan minuman kami menuju ke kamar yang letaknya satu lantai di atas kamar Pak Adit.
Ternyata temannya yang punya kamar itu sedang mandi, tak mungkin memintanya menunggu di lobby.
"Ya udah, jangan keluar sebelum kupanggil" katanya sambil mendorong temannya ke kamar mandi.
Aku tertawa geli melihat tingkah mereka.
Untuk mempersingkat waktu segera kukeluarkan penis Beni dari lubang resliting celananya, aku langsung berjongkok mengulumnya, sekedar melumasi dengan ludahku. Dalam hitungan detik penis itu sudah menegang dan siap pakai. Hanya melepas celana Jeans, aku langsung telentang di ranjang. Akhirnya kurasakan kocokan pertama di hari itu dari Beni, yang menyodokku tanpa melepas pakaian sedikitpun. Tak seperti biasanya dia melakukan dengan singkat, kali ini ternyata berlangsung lebih lama dari dugaanku, bahkan kami sempat berganti posisi dogie sebelum akhirnya menyemprotkan spermanya di vagina yang sudah kusiapkan sejak pagi untuk kupersembahkan pada sang juara. Semua itu berlangsung tak lebih dari 7 menit.
Aku tidak bisa mencuci vaginaku karena ada teman Beni, kubiarkan spermanya menetes keluar dan hanya kuusap dengan selimut. Kubiarkan bagian bawahku telanjang beberapa waktu lamanya supaya lebih banyak cairan itu mengalir keluar dari liangku.
Sepuluh menit berlalu, masih juga belum ada kepastian. Beni rupanya sengaja menghukum temannya di kamar mandi dan tidak boleh keluar.
"Sekali lagi yuk, mumpung masih ada waktu" usul Beni melihat aku mondar mandir gelisah dalam keadaan tanpa celana sambil mengepulkan asap rokok.
Aku melotot protes tapi justru dia malah menarikku dalam pelukannya, kupalingkan wajahku ketika dia berusaha mencium bibirku, aku tak mau make up ku rusak karenanya, terlalu lama kalau harus memperbaikinya. Beni malah tertawa dan membalikkan tubuhku, mendorongnya hingga posisiku nungging menghadap ke meja, tanganku bersandar pada tepi meja. Dia bersiap untuk menyetubuhiku dari belakang, aku protes tapi tidak melawan saat penisnya menyentuh vaginaku. Saat Beni mulai mendorong masuk, handphone-ku berbunyi, segera aku berlari mengambilnya, terlepaslah penis yang sudah setengah jalan di vaginaku, kudengar sumpah serapah darinya tapi hanya kutanggapi dengan ketawa geli.
Mereka sudah diperjalanan, berarti paling tidak masih ada 15 menit sebelum sampai di hotel, masih cukup waktu satu babak lagi sebelum menyambut mereka di Lobby. Kudekati Beni yang duduk di sofa sambil mengelus penisnya, dia memandangku dengan penuh harap. Kuraih penisnya yang mulai lemas dan kukulum kulum sebentar hingga menegang. Semenit kemudian kami sudah berlayar menyeberangi lautan nafsu, dia mendayung dari belakang melanjutkan yang sempat terputus tadi. Diperlukan hampir 10 menit untuk mencapai seberang kenikmatan, sedikit lebih lama dari yang pertama tadi. Untunglah penis Beni masih dibawah rata rata hingga tak sampai memperparah lukaku.
Ketika kami berbalik, ternyata teman Beni sudah berdiri di depan kamar mandi, hanya mengenakan celana dalam, secara reflek aku menutupkan tanganku di selangkangan.
"Sorry, teriakan cewekmu tadi terlalu hot mengundang rasa penasaranku" katanya.
Kuambil bantal menutupi vaginaku dan kulewati dia masuk ke kamar mandi. Bukannya aku sok suci, tapi sudah prinsipku untuk tidak memamerkan tubuhku di depan orang yang bukan tamuku.
Setelah membersihkan diri dan menghapus sisa sisa jejak yang masih ada, kutinggalkan Beni dan temannya menuju ke Lobby.
Mereka datang hanya berselang beberapa menit setelah kedatanganku. Kulihat mereka masih sibuk menurunkan stick golf dari mobil ketika Pak Adi menghampiriku.
"Udah lama nunggu?" sapanya.
"Ya kira kira 10 menit" jawabku bohong.
"Pak Adit bilang kamu hebat di ranjang dan pintar oral" katanya pelan, aku kaget tak menyangka dia cerita ke teman temannya.
"Ih kok Pak Adit ceritain ke semua orang sih" ada nada protes.
"Cuma sama aku, dia kan anak buahku jadi akhirnya cerita setelah kudesak, aku jadi ingin sekali membuktikannya, sayang aku kalah, habis terlalu bernafsu sih".
"Kita ke toilet sebentar yuk" ajaknya, aku kaget dengan ajakannya, kutatap tajam matanya, dia serius.
Aku tak sempat menjawab karena rekan rekannya sudah datang, Pak Adit menggandengku menuju Coffe Shop. Aku hanya memesan minuman, sekedar menemani mereka makan siang. Sesaat kulihat Beni dan temannya melintasi meja kami, dia memandangku sambil tersenyum.
Pak Adi yang berada di seberangku memandangku dan memberi isyarat, aku tahu maksudnya tapi pura pura tak melihat, belum kuputuskan apakah menerima tawarannya atau tidak. Dia berdiri dan berbisik pada Pak Adit yang duduk di sebelahku, tangan Pak Adi mencolek pundakku memberi isyarat tanpa ada yang mengetahui, lalu dia pergi ke toilet. Aku bingung tak tahu harus berbuat apa.
"Permisi Pak, perutku tiba tiba mulas" bisikku ke Pak Adit.
Pak Adit memberikan kunci kamarnya tapi aku menolak.
"Di Lobby aja Pak, lebih dekat" jawabku buru buru berdiri seperti orang yang sakit perut.
Pak Adi sudah menuggu di depan toilet pria, senyumnya mengembang saat melihat kedatanganku, beruntunglah suasana di depan toilet itu tak ada orang.
"Tunggu sebentar masih ada orang" katanya.
Begitu orang itu keluar, buru buru kami masuk toilet Pria, masuk ke WC dan menguncinya. Aku duduk di atas closet, kubuka resliting Pak Adi yang berdiri di depanku dan mengeluarkan penisnya. Aku tak menyangka melakukan hal yang sama 2 kali berturut turut, kali ini lebih gawat, kulakukan di WC pria. Penis Pak Adi yang tegang dengan cepat meluncur mengocok mulutku, merusak lipstik dan make up wajahku. Gagal sudah memberikan yang terbaik pada sang juara, dua kali di dahului orang yang sebetulnya tidak berhak, ada perasaan bersalah. Pandangan Pak Adi tak pernah terlepas dari wajahku yang sedang mengulumya, dia tak berani mendesah, tangannya menjambak rambutku menambah rusaknya riasanku, dia seperti tak peduli.
Kulepas celana jeans-ku, aku nungging membelakanginya, kupentangkan kakiku lebar, tanganku tertumpu pada kloset. Penis Pak Adi sudah melesak di vaginaku beberapa detik kemudian, dia mengocokku langsung dengan tempo tinggi diselingi sentakan keras. Hampir saja aku menjerit, kugigit bibirku menahan kocokannya, tentu saja kami tak berani mendesah. Semakin cepat dan keras sodokannya, semakin kuat aku menggigit bibirku, tangannya sudah meremas remas buah dadaku, untunglah kaos yang kupakai tahan kusut, kalau tidak pasti akan terlihat kusut hanya di bagian dada.
![]() |
SUHU DOMINO |
Kudengar orang masuk ke toilet, kami terdiam sesaat menunggu dia keluar, penis masih tetap menancap. Sodokan keras menghantamku setelah orang itu keluar.
"Aahh" jeritku tanpa sadar yang segera ditutup tangan Pak Adi.
"Sstt" bisiknya, enak aja orang suruh diam tapi dia menyentak keras, protesku dalam hati.
Kugigit jari Pak Adi yang ada di mulutku.
Kini aku duduk di pangkuan Pak Adi, kami saling berhadapan, giliranku mengocoknya. Pak Adi menyingkap kaosku hingga ke dada, dilepasnya kaitan tali bra yang ada di depan dan langsung mengulum putingku sambil meremas remas. Aku hampir mendesah karenanya, kuhentikan gerakanku saat kudengar seseorang masuk tapi Pak Adi justru memperkuat sedotannya, kuremas remas rambutnya sambil menggigit bibirku menahan desahan. Tanpa menunggu orang itu keluar, aku memulai goyanganku, biar tahu rasa, pikirku. Tanpa kusadari aku semakin bergairah melayani Pak Adi dari yang tadi ogah ogahan, ternyata bercinta penuh ketegangan seperti ini menimbulkan sensasi tersendiri yang tak pernah kubayangkan.
Kami sudah tak pedulikan lagi apakah ada orang diluar atau tidak, toh tetap saja tanpa desah. Kudekap erat kepala Pak Adi di dadaku, aku sudah hampir mencapai klimaks, tak tahu bagaimana menghadapi klimaks tanpa jeritan kenikmatan, dan saat vaginaku berdenyut hebat aku hanya bisa menggigit bibir bawahku sambil mendekap kepala Pak Adi makin rapat, tak ada jerit kenikmatan.
Sesaat kemudian Pak Adi mengikutiku ke puncak, penisnya bergerak hebat di vaginaku, dia meremas buah dadaku makin kuat, kali ini kugigit jari tanganku sambil menerima semprotan sperma yang membanjir.
Kami keluar sendiri sendiri setelah keadaan aman, Pak Adi kembali bergabung dengan rekannya dan aku langsung pindah ke toilet wanita merapikan make up dan rambut. Aku kembali bergabung dengan mereka seperti tidak terjadi sesuatu, ternyata mereka sudah selesai makan, Beni dan temannya sudah tidak ada di mejanya.
"Maaf Pak, lama, abis mules banget sih" kataku setelah meninggalkan mereka mungkin sekitar 15 menit.
Pak adit menggandengku menuju Lift, aku sudah siap untuk diserah terimakan ke sang pemenang.
"Oke, dengan ini aku serahkan piala bergilir, and Selly goes to Pak Yuda again" kata Pak Adit menirukan pembagian Piala Oscar, sambil menyerahkanku ke pelukan Pak Yuda yang menyambut dengan mencium bibirku, lainnya bertepuk tangan.
Hilang sudah perasaan bersalahku karena telah memberikan tubuhku pada dua orang terlebih dahulu sebelum sang juara menikmatinya, karena dia telah pernah merasakannya.
Aku menatap mata Pak Adit dengan perasaan bersalah, mungkin karena "kuperkosa" tadi malam dia tidak bisa mempertahankan pialanya.
"Jangan kaget kalo kamu kembali ke Pak Yuda, selama ini belum pernah ada yang bisa mempertahankan pialanya 2 hari berturut turut, paling berpindah sementara seperti ini" kata Pak Adit seolah menjawab rasa bersalahku.
Sepertinya aku memang harus mondar mandir dari kamar Pak Adit kembali lagi ke kamar depan.
Mereka langsung check out dari hotel langsung pulang, hanya sang juara yang tinggal hingga last flight nanti malam merayakan kemenangan bersama pialanya.
"Kamu memang memberiku semangat bertanding yang luar biasa, karena kamu aku bertekad kuat untuk memenangkan di hari terakhir" kata Pak Yuda ketika kami di dalam kamar sambil memelukku.
"Ah Bapak bisa aja" jawabku membalas ciumannya.
"Kita mandi yuk, meneruskan yang telah terputus" ajakku sambil melepas celana dan kaosnya, sebenarnya aku ingin membersihkan tubuhku dari sisa sisa Pak Adi tadi.
"Kamu ini memang benar benar penggoda, maunya to the point" jawabnya sambil mencubit pipiku dan melepasi seluruh pakaianku tanpa sisa.
Kugandeng dia ke kamar mandi sebelum berbuat lebih jauh lagi, sambil menunggu air panas memenuhi bathtub aku duduk di kloset menghadap penis Pak Yuda yang setengah tegang, kuciumi dan kuusapkan ke wajahku. Pak Yuda mulai mendesis ketika lidahku menari di kepala penisnya dan semakin keras saat kukulum, persis seperti yang kulakukan dengan Pak Adi 20 menit yang lalu, hanya berbeda suasana. Pak Yuda memegang kepalaku lalu mengocok mulutku, tanpa kesulitan kumasukkan semua hingga ke pangkalnya, tidak seperti Pak Adit kemarin yang hanya mampu kukulum setengah saja.
Pak Yuda berlutut di depanku, diciumi pahaku.
"Jangan Paak" teriakku ketika Pak Bambang mau menjilati vaginaku.
Sebersih apapun aku mencuci pasti masih ada sisa dan bau sperma Pak Adi yang tertinggal, aku nggak mau dia menjilati sisa sisa sperma rekannya. Namun sayang, teriakanku tadi diterjemahkan lain olehnya, dikira aku teriak kenikmatan, dia malah memaksa membuka kakiku lebih lebar. Akhirnya kubiarkan saja dia menikmati lembabnya vaginaku, sambil berharap dia tidak terlalu sensitif mencium aroma sisa sperma. Lidahnya dengan lincah menyusuri lekuk sudut organ intimku, akupun mendesah nikmat, kuremas rambutnya dengan gemas, dia makin ganas menjilati tanpa ampun diselingi kocokan jari tangan yang bergerak gerak liar di dalam. Desahan nikmatku makin lepas.
Aku tak tahan dipermainkan seperti ini, kudorong tubuhnya hingga terduduk di lantai, aku langsung menyusul turun ke pangkuannya. Segera kelesakkan penis Pak Yuda ke vaginaku dan langsung mengocok dengan gerakan pinggul memutar, dia menyambut putingku yang sudah berada di depannya dengan kuluman gemas penuh gairah.
"Aagghh sshh ennaakk" desahku tanpa malu sambil mempercepat gerakanku.
Mulutnya bergerak lincah dari satu puting ke lainnya.
"Jangan dikeluarin dulu Pak, aku ingin yang lama" bisikku disela desahan kenikmatan, dia menjawab dengan pagutan di bibirku.
Kudorong tubuhnya lagi hingga telentang di lantai kamar mandi, aku tahu dia merasa dingin karena lantai marmer itu, tapi tak kupedulikan. Tubuhku makin cepat turun naik di atasnya. Air hangat di bathtub sudah meluber tapi tak kami perhatikan, aku ingin spermanya yang meluber di vaginaku. Namun luberan air di lantai mengganggunya, aku baru sadar kalau Pak Yuda sudah tidak muda lagi, seusia dia tentu gampang masuk angin kalau kedinginan.
"Kita ke bathtub aja yuk, sambil mandi" ajakku sambil menghentikan gerakanku, sekalian menurunkan tegangan birahi kami.
Kami berendam bersama sama, air bathtub makin meluber keluar. Kami tidak langsung menyambung adegan yang terputus, tapi saling memandikan, saling menyabun dengan sentuhan sentuhan di bagian sensitif.
"Mau disini apa di ranjang" kuberi dia pilihan, aku tahu dia sudah berada dalam cengkeraman pesonaku, apapun yang kumau pasti dituruti.
"Terserah kamu aja yang penting enak, tapi disini dingin, ntar rematikku kambuh" katanya, dasar orang tua tak tahu diri, udah sakit sakitan gitu masih juga doyan daun muda, batinku.
"Ya udah kita di ranjang aja biar hangat, yuk aku keringin dari pada masuk angin"
Setelah mengeringkan dengan handuk kamipun berpindah ke ranjang. Pak Yuda langsung menggumuli tubuhku yang sudah telentang menantang, tak secuil tubuhku terlewatkan dari jamahannya.
"Dari belakang yuk, kemarin kan belum mencoba" ajakku, padahal aku sudah lupa apakah memang belum mencobanya, tapi dia mengiyakan saja.
Untuk kesekian kalinya Pak Yuda meng-obok obok vaginaku dengan penisnya, digenjotnya keras tubuhku seakan ingin menjangkau rahimku. Aku diam saja tak menggerakkan tubuhku supaya dia bisa bertahan lebih lama, hanya desahanku yang terdengar. Aku menoleh ke arahnya, wajah Pak Yuda terlihat begitu serius mengocokku, butiran keringat sudah menghiasi mukanya, padahal kita barusan mandi. Lima menit lebih dia memompa vaginaku tanpa ada tanda tanda orgasme, sudah ada kemajuan dibanding kemarin.
Dia membalik tubuhku telentang, inilah posisi yang paling berat bagiku, disamping perutnya yang gendut akan menekanku, aku juga tak bisa memandangi wajahnya saat mengocokku, bukan karena memang tidak ganteng tapi mengingatkanku pada Papaku.
Kupejamkan mataku saat penisnya menembus vaginaku, dia mengocok sambil meremas buah dadaku. Bayangan bercinta dengan tamu sebelumnya tiba tiba melintas datang dan pergi, mulai dari Beni lalu berganti dengan Pak Adit dan berganti lagi dengan Pak Adi, mereka silih berganti hinggap di pikiranku, membuatku makin bergairah melayani Pak Yuda seakan aku bercinta dengan mereka, terutama Pak Adit, tamu terhebat dalam 3 hari terakhir ini.
Tiba tiba aku tersadar ketika Pak Yuda berteriak orgasme dan kurasakan denyutan penisnya memompakan sperma di vaginaku, kubuka mataku dan aku kembali ke alam nyata dangan Pak Yuda masih menyetubuhiku sedang mengisi vaginaku dengan spermanya, terasa hangat dan penuh. Aku tersenyum menyadari ketololanku. Setelah kubersihkan penisnya dengan sprei, dia langsung telentang di sampingku dengan napas yang ngos-ngosan.
"Bapak hebat, bisa tahan lama seperti itu" aku memuji
"Kamu juga makin lama makin hebat, lebih hot dari kemarin"
Kubiarkan sperma yang membanjir di vaginaku menetes keluar mengenai sprei.
"Pak aku mau tanya tapi jangan marah atau tersinggung ya?" tanyaku sambil menyandarkan kepalaku di dadanya.
"Mengenai apa?" jawabnya sambil mengelu elus rambut dan punggungku.
"Emm mengenai anu, piala bergilir" aku agak ragu melanjutkannya.
"Emang kenapa? Nggak suka ya?".
"Bukan begitu sekedar menjawab rasa penasaranku, itu kalo bapak nggak keberatan sih".
"Penasaran kenapa?".
"Aku pikir Bapak Bapak itu bisa booking cewek sendiri tanpa harus menunggu menang dulu, kenapa jadi dipersulit sih".
"Oh itu toh, memang benar sih, tapi sensasinya kurang dan tidak ada perjuangan kalo begitu".
Akhirnya Pak Yuda menceritakan aturan permainan dengan teman temannya, sebenarnya semuanya ada 37 orang yang mengikuti aturan itu, tapi sebagian besar sedang main di Bali, Yogja, Bandung dan Jakarta sendiri. Pada dasarnya aturan itu sama dengan berjudi, tapi dirupakan dalam bentuk yang lain dengan prinsip winner take all. Pemenang berhak mendapatkan free hotel plus piala bergilir yang ditentukan oleh seluruh peserta tanpa ada seorangpun yang menolak pilihan Piala itu.
Nilai dari Piala Bergilir itu berdasar kesepakatan taruhan, bisa semua dirupakan Piala bisa juga sebagaian. Kalau ketemu kelompok yang lebih gila bahkan Piala Bergilirnya 2 cewek sekaligus, tentu saja taruhannya juga lebih besar. Namanya Piala Bergilir, harus cuma satu untuk diperebutkan selama even, yang biasanya 2-3 hari berlangsung. Bagi yang kalah, selamat gigit jari dan tidak boleh mencari piala lain selama even itu berlangsung, kecuali setelahnya. Kalau ini dilanggar untuk selanjutnya dia tidak akan diundang lagi, tapi siapa yang tahu. Tentu saja aturan ini tidak menghapus taruhan lainnya diluar yang ini.
"Kamu adalah orang kedua yang kami pilih setelah cewek yang pertama datang kami tolak karena Pak Adit tidak setuju dan aku beruntung bisa mendapatkanmu secara gratis bahkan 2 kali".
Aku bingung mendengar penjelasan Pak Yuda, tak menyangka ada perilaku sekelompok orang seperti ini, padahal mereka dari keluarga yang bahagia, paling tidak itu yang kutangkap dari pembicaraan telepon Pak Yuda dan Pak Adit kemarin dengan anggota keluarga mereka.
Cerita Pak Yuda diakhiri dengan kuluman di putingku, tanpa membersihkan sperma di vaginaku dia kembali mengocokku dengan keras. Babak ini dengan lebih santai dia menyetubuhiku, bahkan sempat berpindah dari ranjang ke sofa, dengan sabar kulayani semua keinginannya hingga dia bisa bertahan hingga lebih dari 15 menit sebelum mencapai klimaksnya. Berkali kali dia mengucapkan terima kasih karena telah membuatnya merasa perkasa di usianya itu.
Bersambung..
BACA JUGA !!!
6100game
![]() |
SUHU DOMINO |
No comments:
Post a Comment