Tante Fina Nakal

Posted by SP on

SUHU DOMINO

6100game - Aku kini benar-benar terbangun setelah mendengar dengkuran Mas Dar beberapa lamanya. Kuperhatikan dada dan perutnya yang padat lemak itu naik-turun seirama dengan suara dengkur yang makin menjengkelkanku. Aku turun dari ranjang dan berjalan menuju cermin besar di kamar tidur kami. Kupandangi dan kukagumi sendiri tubuh telanjangku yang masih langsing dan cukup kencang di usiaku yang tiga puluhan. Kulitku masih cukup mulus dan putih, payudaraku tetap bulat dan kenyal, pas benar dengan bra 37B warna pink favoritku saat kuliah. Dan wajahku masih halus, semua terawat oleh kosmetik yang aku dapatkan dari uang Mas Dar.

Ah, aku masih sangat menarik. Tentu saja, tanda-tanda ketuaan tak bisa dihindari, namun tubuhku belum pernah melar karena hamil, apalagi melahirkan. Aku masih ingin meniti karierku, aku ini wanita yang menikmati kekuasaan. Dan menikah dengan Mas Dar membuka lebar-lebar kesempatan untuk meraih ambisi itu. Kualihkan pandangan pada sosok lelaki tambun di ranjangku. Mas Dar yang dulu tampil sangat jantan, bisa sangat berubah dalam waktu 12 tahun. Rambut halus di dada dan perutnya dulu yang selalu membuatku bergairah bila dipeluknya, kini tumbuh makin lebat dan liar, sedangkan Mas Dar tidak pernah mau mencukurnya. Perutnya yang kokoh dulu kini ditutupi oleh selimut lemak yang sangat tebal. Memang otot dada dan tangannya yang kekar masih bertahan. Namun kalau aku bercinta dengan Mas Dar sekarang, rasanya aku sedang ditiduri oleh seekor gorilla. Memuakkan.

Meski begitu, hasratku akhir-akhir ini makin tak tertahankan. Seringkali, akulah yang meminta duluan ke Mas Dar untuk memuaskan nafsuku. Namun gara-gara stamina Mas Dar yang loyo di usianya yang setengah abad lebih, aku hampir pasti tidak terpuaskan dan kebanyakan aku sendiri yang menyelesaikan "tugas" Mas Dar. Sama seperti yang terjadi sore ini, tinggal sebentar lagi aku merasakan orgasme, tiba-tiba Mas Dar keluar, dan dengan napas tersengal-sengal ia membelai-belai tubuhku kemudian tertidur lelap di sampingku. Lagi-lagi harus jari-jariku sendiri yang memuaskanku. Aku sudah tak tahan. Aku tidak peduli lagi pada nilai dan norma yang berlaku bagiku sebagai perempuan. Kubulatkan tekadku, kemudian aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari bekas cumbuan suamiku yang memuakkan.

Selesai sarapan Mas Dar pamit padaku dan mengatakan betapa menyesalnya dia harus meninggalkanku akhir pekan ini ke Singapura, demi kepentingan lobby perusahaannya. Mas Dar memang pernah menawarkan padaku untuk pergi bersamanya, tapi aku menolak dengan alasan aku lelah dengan pekerjaan kantorku dan sedang tidak ingin pergi begitu jauh hanya untuk berbelanja. Dan kesempatan ini akan aku gunakan sebaik-baiknya. Sore ini aku akan punya kegiatan yang lebih menarik dari sekedar berbelanja, di Singapura sekalipun. Supir kami mengantar Mas Dar pergi dan 30 menit kemudian aku pergi menuju kantor membawa sedanku sendiri.

SUHU DOMINO

6100game

Setelah makan siang aku kembali ke kantor dan menyelesaikan sebagian pekerjaanku hari itu dan dua jam sebelum waktu pulang, aku menyerahkan sisa pekerjaan itu ke bawahanku. Mereka tidak terlalu senang dengan tugas mendadak itu, tapi nampaknya mereka sudah terbiasa dengan perangaiku. Mereka paham bahwa aku tidak ingin menjadi lelah, karena sepulang kerja nanti aku akan pergi bersama teman-temanku, eksekutif wanita muda yang lain. Hanya saja mereka tidak tahu kalau hari itu, aku sudah membatalkan acara jalan-jalan kami.

Kukemudikan sedanku ke arah rumahku, namun kemudian berbelok menuju tempat lain. Sekitar 15 menit kemudian aku berhenti di samping sebuah lapangan basket di dalam suatu perumahan. Di sana sejumlah remaja SMU sedang bermain. Aku turun dari mobilku dan duduk di samping lapangan tempat tas-tas mereka diletakkan, lalu menyaksikan permainan mereka. Salah satu dari mereka, mengenakan kostum basket warna merah, yang kemudian melihatku, tersenyum dan melambaikan tangannya. Aku membalas dengan cara serupa. Dia adalah Rangga, anak salah satu bawahanku yang sedang kutugaskan pergi ke luar kota selama beberapa hari. Hubunganku dengan keluarga mereka cukup akrab untuk mengetahui bahwa Rangga mengikuti latihan basket dua kali seminggu di sana.

Sepuluh menit kemudian permainan berakhir dan sejumlah remaja itu menuju ke tas mereka, yaitu ke arahku. Aku berjalan menuju Rangga membawa sebotol minuman yang sudah kusiapkan pagi tadi.

"Rangga, minum dulu nih. Ternyata tadi di mobil Tante masih ada sebotol", tawarku.


"Oh iya, Tante, makasih!", jawabnya tersengal.

Nampaknya ia masih kelelahan. Rangga mengambil botol dari tanganku dan segera menghabiskan isinya. Kami berjalan menuju tasnya. Dan ia mengeluarkan handuk untuk menyeka keringatnya. Aku mengintip sebentar ke dalam tasnya dan bersyukur aku memberikan botol minumanku kepada Rangga sebelum ia sempat mengambil minuman bekalnya sendiri.

Sebagai pemain basket, Rangga cukup tinggi. Dari tinggi badanku yang 168 cm kuperkirakan kalau tinggi Rangga sekitar 180-an cm. Bisa kuperhatikan tangan Angga cukup kekar untuk anak seusianya, sepertinya olahraga basket benar-benar melatih fisiknya. Figur badannya menunjukkan potensinya sebagai atlet basket. Aku beralih ke wajahnya yang masih nampak imut walau basah oleh keringat. Dengan kulit yang kuning, wajahnya benar-benar manis. Aku tersenyum.

Setelah menyeka wajahnya, Rangga memperhatikanku sebentar dan berkata, "Tante Fina dari kantor? Kok pake ke sini?"


"Nggak, males aja mau ke rumah, enggak ada temannya sih. Om Dar lagi ke Singapura. Jadi tante jalan-jalan.. terus ternyata lewat deket-deket sini, sekalian aja mampir.." ujarku setengah merajuk.

Ia beralih sebentar untuk ngobrol dan bercanda dengan temannya.

"Sama dong Tante, Rangga lagi males nih di rumah, nggak ada orang sih!"


"Nggak ada orang? Ibu sama adik kamu ke mana?"


"Nginep di rumah nenek, besok sore pulang. Aku disuruh jaga rumah sendirian". Rangga menaruh handuknya dan duduk di sampingku.


"Oh, kebetulan banget ya.." kata-kata itu tiba-tiba terlepas dari mulutku.

Yang dikatakan Rangga benar-benar di luar dugaanku, tapi justru membuat keadaan jadi lebih baik. Aku tidak perlu bersusah payah untuk mencari tempat ber..

"Kenapa, Tante? Kebetulan gimana?"


"Iya, kebetulan aja kita sama-sama cari teman.." Rangga tersenyum.


"Sebenarnya.. Ehh.. Tante ada perlu sih ke rumahmu. Ada file laporan penting yang harus diambil segera, padahal papa kamu masih di luar kota. Kira-kira bisa nggak ya, tante ke rumahmu ngambil file itu? Tante sudah bilang kok sama Papa kamu, katanya tante disuruh ngambil aja di rumah.."


"Oh, nggak apa-apa kok. Cuma mungkin agak lama ya, Tante. Soalnya aku musti cari-cari kunci cadangannya lemari papa. Biasanya selalu dikunci sih, kalau pergi-pergi. "


"Nggak masalah, Tante nggak buru-buru. Kita pergi sekarang?".

Rangga mengangguk lalu kami berjalan menuju mobilku. Rangga melambaikan tangan pada teman-temannya dan meneriakkan kata-kata perpisahan. Kuperhatikan teman-teman Rangga saling berbisik dan tertawa-tawa kecil melihat kami pergi.

"Di rumah benar-benar nggak ada orang yah, Rang?"


"Cuma aku doang, Tante. Untungnya sih Mama ngasih uang lumayan buat cari makan."


"Aduh.. Kaciann.." kataku manja. "Tapi biasanya seumuran kamu pasti ada pacar yang nemenin kemana-mana kan.."


Rangga menoleh dan tersenyum padaku. "Wah, Rangga nggak punya Tante. Belum ada yang mau!"


"Ah, masa? Cowok keren kaya kamu gini loh!" Kutepuk pelan lengannya, mencoba merasakan sejenak kekokohannya. "Kalau Tante sih, sudah dari dulu Rangga tante sabet!"

Rangga hanya tertawa ramah, ia sudah biasa dengan gaya bercandaku yang agak genit itu. Padahal sebenarnya, sosok Rangga benar-benar sudah mempesonaku saat ia diperkenalkan padaku dan Mas Dar setahun yang lalu.

Perjalanan ke rumah Rangga memakan waktu sekitar 30 menit karena jalanan sudah penuh oleh mobil-mobil orang lain yang menuju rumah masing-masing. Dalam perjalanan aku tetap memperhatikan Rangga. Aku ingin tahu apakah minuman yang tadi Rangga minum sudah menunjukkan reaksinya. Biasanya aku menggunakan obat itu untuk memancing nafsu Mas Dar dan mempertahankan staminanya. Aku mungkin sudah gila.. Mencoba untuk tidur dengan bocah SMU anak pegawaiku sendiri.. Tapi biarlah.. Gelegak di diriku sudah tak mampu lagi aku bendung.

Tadi pagi aku memberikan dosis ekstra pada minuman yang kuberikan pada Rangga, dan sekarang aku penasaran akan efeknya pada tubuh muda Rangga. Bisa kulihat sekarang napas Rangga mulai naik-turun lagi setelah sempat tenang duduk dalam mobil. Duduknya juga nampak sedikit gelisah. Aku menepi. Kami sudah sampai.

Ia membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk. Aku duduk nyaman di sofa ruang tamu dan ia menuju dapur untuk menyiapkan segelas minuman buatku. Rumah Rangga tidak besar, sekedar cukup untuk tinggal empat orang. Sekali lagi aku menanyakan pada diriku sendiri, apakah aku ingin melakukan hal ini.. Dan sedetik kemudian aku menjawab: aku memang benar-benar menginginkannya..

Kutanggalkan jas dan blazerku, menyisakan sebuah tank-top putih untuk melekat di bagian atas tubuhku. Tadi pagi aku sudah mematut diri di kaca dengan tank-top ini. Sebenarnya ukurannya sedikit lebih kecil dari ukuranku, hingga cukup ketat untuk memperlihatkan dengan jelas bentuk payudaraku, bahkan puting susuku. Aku tersenyum geli ketika meihat diriku di cermin pagi itu. Rok miniku kutarik sedikit lebih tinggi, dan kusilangkan kakiku sedemikian rupa hingga Rangga yang nanti kembali dari dapur akan memperhatikan pahaku yang mulus.

Rangga keluar beberapa menit kemudian membawakan segelas sirup dengan batu es. Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan langkahnya menuju meja di depanku.

"Panas banget, Rang. Makanya Tante copot blazernya", kataku setengah mengeluh.


"Iya, memang di sini nggak ada AC seperti di rumah Tante".

Suara Rangga sedikit terbata, nafasnya naik-turun, dan mencoba tersenyum. Kulihat Rangga juga berkeringat, tapi aku tahu hal itu bukan hanya karena panas yang ada di ruang tamu ini. Aku mengambil gelas yang dingin itu dan menggosokkannya pada bagian bawah leherku yang berkeringat. Segar sekali..

"Ahh.. Seger baget Rang. "

Rangga menelan ludahnya. Kuminum sedikit sirup itu.

"Uhh.. Top banget. Enak, Rang", ujarku setengah mendesah.


"Hmm.. Tante.. Rangga.. Rangga cari kunci lemarinya papa dulu ya.." kata Rangga. Anak ini pemalu juga, kataku dalam hati. "Oh, iya deh, Tante tunggu. " Rangga kemudian bergegas menuju satu lemari besar di samping sofa dan mulai membuka laci-lacinya.

Aku bersabar sedikit lebih lama. Aku tahu dari tingkah laku Rangga yang makin gelisah, kalau obat itu sebentar lagi akan benar-benar memberi efek. Setelah 10 menit mencari dan belum menemukan kunci itu. Aku berjalan ke arah Rangga yang masih membungkuk, mencari kunci itu di salah satu laci.

"Rang.. Apa nggak lebih baik.."

Rangga lalu berdiri dan membalikkan badannya menghadapku. Aku tahu dia sempat mencuri pandang ke arah dadaku sebelum melihat wajahku. Ia menelan ludahnya. Aku mendekat padanya hingga jika aku melangkah sekali lagi tubuhku akan langsung bersentuhan dengannya. Rangga mencoba mundur, tapi lemari besar itu menghalanginya.

"Kenapa..? Tante..?", nafasnya terasa menyentuh dahiku.

Aku mendongak sedikit, menatap wajahnya.

"Lebih baik kamu.."

Tanganku meraba otot bisepnya, padat..

"Mandi dulu.."

Tanganku yang satu menyentuh tepi bawah kostum basketnya..

"Terus ganti baju.."

Kedua tanganku mulai mengangkat kausnya..

"Kan, kamu keringetan gini.."

Tanganku setengah meraba otot-otot perutnya yang keras sambil terus membawa kausnya ke atas..

"Nanti.. Kuncinya.. Dicari lagi.."

Dadanya cukup kokoh, dan terasa sekali paru-parunya mengembang dan mengempis semakin cepat, jantungnya berdegup kencang.. Wajahku terasa panas, jantungku ikut berdetak cepat. Rangga mengangkat lengannya dan berkata, "Ya Tante.."

Tapi suara Rangga lebih mirip desahan berat. Kuangkat lagi kausnya ke atas dan Rangga dengan cepat meneruskan pekerjaanku dan kemudian melemparkan kausnya ke samping. Rangga sekarang bertelanjang dada, dengan celana selutut masih dikenakannya. Aku merapatkan badanku padanya namun tiba-tiba aku berhenti setelah merasakan sesuatu mengenai perutku. Aku mundur sedikit dan melihat ke arah dari mana sentuhan di perutku berasal.

"Oh..!", bisikku sedikit terkejut.

Dari dalam celananya terlihat tonjolan yang cukup panjang dan besar. Penis Rangga.. Siluetnya terlihat jelas dari celana basketnya yang longgar. Aku melihat wajah Rangga. Ia juga melihat tonjolan di celananya itu, sedikit terkejut, kemudian melihatku. Napasnya menderu.

"Eh, maaf tante.. aku.. Nggak pernah.. Pake.."


"Celana dalam? Nggak.. Pernah..?" potongku.

Ia hanya menggeleng dan kembali menatapku.

Aku tersenyum. "Nggak apa-apa.. Lebih baik gitu.."

Wajah imutnya memperlihatkan keterkejutan. Tapi aku segera kembali merapatkan tubuhku dan maju lebih berani. Kucengkram batang kemaluannya dari luar celananya. Rangga nampak semakin terkejut dan badannya berguncang sedikit. Kemudian semua berjalan menuruti nafsu kami yang bergelora.

Rangga memelukku, membawa bibirku rapat ke bibirnya dan melakukan ciuman paling bernafsu yang pernah aku terima dalam satu dekade ini. Lidahnya bergelut liar dengan lidahku, bibirku digigitnya pelan.. Kupegang kepalanya dan kurapatkan terus dengan wajahku. Kuacak-acak rambutnya seakan aku ingin seluruh tubuhnya masuk ke dalam ragaku.

Rangga mencoba menyudahi ciuman itu. Aku khawatir ia akan menolak untuk bertindak lebih jauh, hingga aku tidak membiarkannya. Tapi aku sudah sulit mengatur napasku, dan akhirnya kulepaskan wajahnya. Aku tersengal, mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ternyata Rangga sama sekali tidak berhenti. Saat aku ditaklukkan nafsu saat berciuman tadi, Rangga sudah berhasil melepaskan tank-topku tanpa sedikitpun aku menyadarinya. Tank-top itu kini berada di bawah kakiku. Dan kini Rangga mulai menghisap dan menjilati leherku dengan buas.

6100game

"Ohh.. Anngghh.." ini dia yang selama ini kudambakan, gairah dan energi yang begitu meluap..

Lidah Rangga bergerak lagi ke bawah.. Membasahi belahan dadaku.. Berputar sebentar di sekitar puting kiriku, memberikan sensasi geli yang nikmat.. Kemudian Rangga melahap payudaraku.

"Ouuhh.. Kamu.. Ahh.. Kurang ajar yahh.. Hmmpphh.. Terusin Ranngg.. Ahh.. Mmmhh.."

Bocah ini.. Benar-benar bernafsu.. Ia lalu melakukan hal sama pada payudaraku yang sebelah kanan dan segera membawaku ke ambang orgasme.. Aku merasakannya.. Sedikit lagi.. Tapi ia tiba-tiba berhenti, membuatku melihat ke bawah, ingin tahu apa yang terjadi. Ia berlutut, dan mencoba melepaskan rok miniku. Tanganku bergerak cepat membantu Rangga dan dua detik kemudian rok itu sudah jatuh ke lantai. Aku mencoba melepaskan pula celana dalamku, namun Rangga lebih cepat.. Ia merobeknya.. Sejurus kemudian lidahnya beraksi lagi.. Dalam liang kewanitaanku..

"Ranggahh.. Kamuhh.. Nggak sopann.."

Kumajukan pinggulku, rasanya aku ingin membenamkan seluruh wajah Rangga ke dalam vaginaku.. Lidah Rangga yang tak terlatih, membuatku harus membantunya menyentuh daerah yang tepat dengan menggerakkan kepala bocah itu.

"Uuuhh.. Di sini Ranngghh.. Ohh.. Yeeaahh..!!"

Rangga terus bergerilya dalam gua-ku hingga aku merasakan gelombang kenikmatan yang hebat.

"Rangghh.. Tante.. Mau.. Aaahh!!"

Tubuhku menggeliat seiring dengan orgasme yang melandaku. Rangga dengan liar menjilati cairan-ku sampai tetes yang terakhir. Kakiku terasa lemas.. Pelan-pelan aku terduduk.. Dan kemudian berbaring di lantai.. Merasakan sisa-sisa kenikmatan yang telah Rangga berikan sambil terengah-engah..

Aku melihat ke arah Rangga. Ia juga sedang terengah-engah. Badannya berdiri kokoh di hadapanku. Badan kekarnya yang berkeringat, berkilat oleh pantulan matahari sore yang menerobos jendela kamar. Dan.. Tak ada lagi celana basket yang melekat di badan itu. Pistolnya.. Mengacung tegak ke arahku. Batangnya begitu besar.. Pasti lebih dari 20 cm, dan tebal. Rambut tipis dari kemaluannya berlanjut ke atas menuju pusarnya. Oh.. Begitu muda dan gagah..

"Tante.. Aku.."


"Giliran Tante, Rang!"

Aku berdiri, menghimpit tubuhnya dan menjilati badan remaja itu. Tangannya yang kuat mengelus mendekapku sambil mengusap punggungku. Saat kugigit-gigit putingnya, Rangga mendesah perlahan dan rambutku diacaknya. Tanganku dengan mudah mendapati penisnya, kemudian kukocok pelan. Sementara itu lidahku mengembara di otot-otot perut Rangga.

Kini aku sampai pada pusarnya. Lidahku terus bergerak turun dan kulahap pucuk batang kejantanan Rangga. Rangga menggeram. Kukulum batangnya dan aku puas mendengar Rangga terus mendesah.

"Ooohh.. Tante.. Ahh.."

Kucoba untuk menelan lebih dalam, tapi ukuran penis Rangga terlalu besar. Sudah saatnya..

"Ayo Rang, biar tante ajarin caranya jadi lelaki.."

Kuajak dia berbaring di lantai, lalu pelan-pelan aku duduk di perutnya sambil memasukkan pistol Rangga ke 'sarung'-nya, memastikan agar aku mendapatkan kenikmatan yang aku mau.

"Aaahh.. Rangga.. Punya kamuhh.. Besaarr.. Uuhh.."

Aku membelai dadanya, dan mulai bergerak naik-turun. Rangga melenguh dan memejamkan mata, meresapi setiap gerakan yang kubuat.

"Uuuhh.. Eegghh.. Aduhh.. Nggak pernah.. Rangga.. Ngerasain.. Enak kaya ginihh.."

Setelah mulai terbiasa dengan ritmeku, Rangga membuka matanya. Tangannya memegang kedua payudaraku yang naik turun.

"Tante Fina.. Oohh.. Seksi banget.. Ahh.."

Ia memerasnya.. Dan terasa sangat nikmat.. Kini aku yang menghayati permainan Rangga. Tapi aku segera tersadar, kali ini AKU yang akan memuaskan Rangga.

Aku mempercepat gerakanku, sambil sesekali memutar-mutar pinggulku.

"Ohh.. Tante.. Terusiinn.. Enaakk.. Aahh.. Mmmhh.."

Tangannya beralih ke pantatku, mencoba ikut mengatur ritmeku. Kuberikan apa yang Rangga minta, kujepit batangnya dan aku semakin bergoyang menggila.

"Gini kan.. Mau kamu, Rangghh.. Ehh.."


"Uhh.. Yaa.. Ohh.. Aaagghh.. Kenceng bangett.. Ayo tante.."

Aku bagai lupa daratan, kenikmatan yang kurasa benar-benar membius, dan sebentar lagi.. Tinggal sebentar..

"Tantee.. Oooaagghh!! Oh, yeaahh!!"


"Raannggaa.. Aaagghh.. Ohh.. Ohh.."

Aku merasakan kenikmatan paling dahsyat dalam hidupku, bersamaan dengan ejakulasi Rangga. Kami berpelukan, berguling sementara Rangga masih meneruskan tikaman penisnya dalam vaginaku, membawaku semakin jauh dari dunia ini..

"Ohh.. Ranggaa.. Ohh.. Kamu.. Udahh.. Bukan perjaka.. Lagi.. Ahh.."

Ia menciumiku, memanjakan payudaraku, membelai-belai rambutku..

Dengan napas yang tersengal-sengal Rangga berbisik di telingaku,

"Duhh.. Nggak nyangkah.. Tante.. Nakal banget.. Ahh.. Tapi Rangga.. Suka.. Dinakalin.. Tante.. Ehh.. Kontol Rangga masih ngaceng nihh.. ehh.. Mau Tante apain lagi..?"

TAMAT.



BACA JUGA !!!


6100game

SUHU DOMINO

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment

Petting Dengan Kakak

SUHU DOMINO SUHU DOMINO 6100game - Nama aku Dendi 18 tahun, aku dua bersaudara, aku anak kedua dimana kakakku perempuan berusia 4 tahun...